Oi, oi! Ini dipanggil bukan untuk dipenggal, oi!
Violetta dengan senyum kaku melihat Yena membawa putrinya sambil meneteskan air mata.
Anak bertubuh tak lebih tinggi dari pinggang Violetta itu memiliki rambut pirang panjang yang tampak halus dan berkilau, kedua matanya yang sebiru langit membuatnya terlihat cantik layaknya boneka. Anak itu tampak pucat, sepertinya ia cemas.
'Ah, ya ampun, ayolah, aku hanya memanggil, bukan mau menghukum!'
"Kamu… siapa namamu?"
Anak itu dengan terkejut menengadahkan kepalanya dan bertemu pandangan dengan Violetta. Ia meremas gaunnya, tampak gugup, "Emilia…" jawabnya dengan suara yang halus sambil melirik Violetta takut bila saja ia melakukan kesalahan.
Violetta tersenyum, "Kemarilah."
Emilia dengan ragu menoleh ke ibunya, baru melangkah mendekati Violetta ketika ibunya mengangguk padanya.
Violetta memegang pinggang Emilia dan mengangkat tubuh mungil itu ke atas pangkuannya.
"Hah…!" Emilia dengan wajah terkejut menoleh pada Violetta yang memangkunya.
Jangankan Emilia, pelayan lain pun ikut menutup mulut mereka yang ternganga, kecuali Rose yang hanya melirik ke arah lain seolah ia tak melihat apapun.
Brak!
Pintu kamar Violetta terbuka dengan sebuah gebrakan yang membuat jantung terlonjak.
Violetta dengan senyuman lebar menoleh ke arah pintu kamarnya (yang untungnya tak terbelah jadi dua setelah gebrakan keras tadi). Ada seorang pemuda yang terengah-engah dengan wajah memerah.
Pemuda itu tampak baru saja berlari seolah nyawanya dipertaruhkan dalam usahanya untuk berlari. Di pinggangnya, tersampir pedang dengan gagang yang tampak terbuat dari perak. Ia mengenakan baju zirah berkilau dengan ukiran lambang keluarga Juan (lambang berwujud seperti bunga mawar yang melilit pedang).
'Oho, ksatria keluarga Juan.'
"Siapa?" Violetta bertanya dengan senyuman lebar, jelas ini hanya senyuman bisnis.
Seolah sadar bahwa ia telah berbuat tak sopan, pemuda itu bersimpuh dengan kaki kirinya menempel pada lantai dan kepalanya ditundukkan.
"Maaf, Nona, saya tidak bermaksud mengganggu kenyamanan Nona…"
"Siapa?" Violetta mengulang pertanyaannya. Ia tak suka bertele-tele.
"Johannes Yebu, ksatria ketiga di tim Gagak, Nona."
Oh, tidak. Tim Gagak…
Tim Gagak adalah tim yang terdiri atas jejeran ksatria berbakat yang tak dibatasi oleh gender, kasta, kekayaan, maupun latar belakang keluarga. Semuanya hanya bergantung pada usaha dan performa dalam pelatihan. Ksatria Tim Gagak nyaris setara dengan Ksatria Elit di kerajaan, bahkan mungkin melebihi.
Ini sungguh kebetulan yang mengerikan. Ingat bahwa ada lebih dari dua pemeran utama pria yang menjadi target cinta? Ya, salah satunya adalah pria berambut hitam dan bermata biru pudar di hadapan Violetta.
"Johannes…" ucap Violetta, terlebih pada dirinya sendiri.
Emilia mendengarnya, "Nona, Tuan Johannes tidak bersalah. Ia pasti hanya cemas, maka datang dengan terburu-buru." Emilia menjelaskan, berusaha menghindarkan Johannes dari hukuman yang mungkin saja dijatuhkan oleh Violetta, salah satu majikan (master) di rumah itu.
Mendengar itu, Violetta langsung memandang Johannes dengan bosan.
'Aha, budak cinta lainnya.'
"Pergilah, kembalilah ke posmu, aku tidak membutuhkanmu sekarang." Violetta memerintah dengan suara lembut, nyaris terdengar seperti permohonan daripada perintah.
"N-nona, ini…"
Violetta setengah mengangkat tangan kanannya, tanda menyuruhnya untuk menutup mulutnya.
"Rose, antarkanlah Tuan Ksatria keluar." Rose mengiyakan dan mengantar Johannes keluar dari kamar Violetta, kemudian menutup pintu tanpa menoleh pada wajah pucat pasi pemuda itu.
"Nah, Emily…"
"Y-ya, Nona?"
"Bisakah kamu meminjamkan gaun musim panasmu?" Violetta bertanya sambil tersenyum.
Kata 'pinjam' tak pernah ada dalam kamus keluarga Juan. Kekayaan mereka terlampau melimpah, dan hanya dengan sebagian kecil dari kekayaan itu saja, rakyat jelata dapat hidup dengan 'sangat' sejahtera selama 2 tahun. Tak salah bila keluarga Juan disebut sebagai penyokong keuangan kerajaan.
Bisa dikatakan, tanpa keluarga Juan, kerajaan yang penuh dengan 'pengabdi serakah' (alias menteri korup, dan sebangsanya) ini pasti sudah tenggelam dalam buku sejarah.
"E-eh? T-tapi, Nona…" Emilia terkejut dengan permintaan Violetta.
"Tidak boleh, ya?" Violetta berekspresi murung seperti anak anjing yang dikurung.
Emilia tampak panik, "E-eh, em, b-boleh, Nona! Bilapun Nona menginginkannya kembali juga tidak mengapa!"
Violetta terkekeh, "Hehe… Aku tidak menginginkannya, hanya 'meminjam'. Teman bisa saling meminjam, bukan?" Violetta berucap layaknya anak kecil yang baru saja diberi permen.
Teman… teman… teman…
Kata itu bergema dalam benaknya. Emilia tak memiliki banyak teman karena ia jauh lebih muda daripada anak pelayan lain, dan karena penampilannya, banyak yang iri dan memilih untuk tak mau bermain bersamanya. Jadi, Emilia sungguh senang ketika mendengar kata itu dari Violetta.
"Anda akan membuat Putra Mahkota menunggu lama, Nona…" Rose berujar dengan ekspresi datar.
Violetta yang sudah membiarkan Emilia bersama Yena pergi untuk mengambil gaun musim panas yang dimaksud, tersenyum lebar.
Violetta membalas, "Ah, ya ampun, aku telah berusaha semampuku. Kan salah seseorang, mengapa datang tanpa kabar…"
Bohong! Adegan super santai semacam ini bahkan tak bisa disebut 'usaha'. Itu yang tak bisa para pelayan utarakan karena keringat dingin saja mulai membasahi pelipis mereka.
Semua orang yang masih berada di ruangan itu hanya bisa menunduk diam mendengar perkataan Violetta. Rose, di sisi lain, memandang datar Violetta.
"Anda memang berubah, Nona."
"?"
Violetta memiringkan kepalanya, "Aku? Berubah? Bagaimana?"
Pelayan lain dalam ruangan mengarahkan pandangan pada Rose.
"Saya tidak memiliki hak untuk mengutarakan pemikiran saya. Tetapi, apapun yang berubah dan apapun yang merubahnya, bila saya boleh berkata, saya lebih menyukai Anda yang sekarang."
Pelayan lain mengernyit bingung, Violetta, bukan, Clea, tahu sebagaimana tajamnya insting Rose, pelayan pribadi Violetta.
Rose mungkin sudah tahu bila Violetta yang sekarang bukanlah Violetta lagi!
Katakan saja seorang jenius yang lahir di waktu yang salah, keluarga yang salah, dan tempat yang salah. Bila saja Rose lahir pada masa modern, ia pasti sudah bekerja menjadi agen mata-mata. Atau bila saja di sini Rose dilahirkan sebagai bangsawan, ia pasti sudah menerima banyak lamaran dan pujian. Bila saja Rose lahir di luar kerajaan ini… ia pasti bisa memiliki hak dan kebebasan yang sangat ia inginkan.
Katakan saja Violetta atau Clea ini agak iba.
Oh, ayolah, Rose tewas hanya karena melindungi salah satu target cinta yang diam-diam Rose sukai. Target cinta itupun tak menaruh perasaan sama sekali pada Rose, dan hanya fokus pada Sang Protagonis. Ih, budak cinta yang menggelikan.
Ah, kisah cinta menyedihkan. Violetta menangis dalam hati.
'Rose, semangat!' (fighting!)
"Sepertinya yang itu bagus." Violetta berucap sambil menunjuk gaun berwarna kuning pudar yang dipeluk oleh Emilia yang baru saja masuk ke dalam kamar Violetta bersama ibunya, Yena.
"I-ini?" Emilia terkejut karena Violetta langsung memilih gaun yang ada dalam pelukannya, bahkan tanpa melihat gaun-gaun lain terlebih dulu.
"Iya, kamu memeluknya dengan begitu erat seperti… kamu sangat ingin aku mengenakannya. Bukan begitu, Emily?"
Violetta berjalan mendekat.
"B-bukan begitu, ano… e-em…" Emilia tergagap dengan ujung telinga yang memerah. Sepertinya, benar perkataan Violetta bahwa Emilia ingin melihat Violetta mengenakannya.
"I-itu, Nona…" Yena dengan ragu berujar.
"Ya?"
"Saya mengubah hiasan yang ada pada gaun itu, jadi… mungkin Nona menginginkan gaun yang lain?"
Violetta memiringkan kepalanya, melihat gaun kuning pudar yang nyaris polos berbahan sutra dengan sedikit lipatan pada ujung gaun yang dijahit rapi, ia tak melihat mengapa ia tak bisa memilih gaun itu.
Setidaknya, gaun itu adalah gaun terbaik dan paling sesuai dengan usia Violetta. Ia teringat dengan isi lemarinya yang sepertinya perlu di-modif besar-besaran.
Itu urusan nanti lah, urus dulu Putra Mahkota. Violetta berpikir bilapun mau menjahili, sebaiknya sudahi sekarang.
"Tolong bantu aku berpakaian dan menata rambut."