Chereads / Ujian Cinta Aziz dan Khumaira! / Chapter 10 - 9.Tamu Istimewa!

Chapter 10 - 9.Tamu Istimewa!

Dua hari penuh Khumaira tertidur pulas dalam balutan kesedihan. Perlahan mata berpupil cokelat terbuka walau sangat redup. Tubuh bawah dan Kepalanya terasa sakit semua.

Ceklek

Suara pintu terbuka menampilkan sosok Aziz dan Ridwan. Mereka tersenyum melihat Khumaira siuman.

"Umi," panggil Ridwan begitu senang.

Khumaira tersenyum ke arah Ridwan, sementara untuk Aziz ia tidak peduli. Dia merubah ekspresi saat Aziz membantu Ridwan naik ke brankar. Khumaira memalingkan wajah saat Aziz menatapnya penuh arti.

"Mbak, maaf membuat tidak nyaman. Saya permisi, Tole ... Paman pulang dulu ya."

"...." Khumaira diam tanpa kata.

"Kok pulang sih, Paman. Padahal Dedek ingin main bersama, Paman."

Ridwan menunduk sedih saat Aziz hendak pulang. Wajah tampannya tampak murung membuat Khumaira tidak enak.

"Insya Allah, Paman akan datang."

"Janji!"

"Insya Allah, Tole."

Ridwan mengecup pipi Aziz penuh sayang. Senyum tampan merekah melihat Pamannya begitu menyayanginya.

Aziz mencium kening Ridwan penuh sayang seorang Paman. Dengan sayang dia usap rambut tebal keponakannya.

"Saya pamit Assalamu'alaikum."

Aziz tersenyum tulus pada Khumaira dan Ridwan. Untuk keponakannya mendapat sahutan ceria nan manis. Lalu Khumaira mendapat jawaban ketus.

"Wa'alaikumussalam."

Aziz melangkah meninggalkan Khumaira. Namun, sebelum itu memanggil Dokter. Hatinya sakit melihat Mbak ipar marah padanya.

Khumaira di periksa Dokter dengan seksama. Dia harus di rawat untuk beberapa hari karena kondisinya masih lemah. Kedua orang tuanya datang membesuk untuk memantau keadaannya.

Ridwan memeluk lengan Khumaira sembari berceloteh manja. Bibir mungil itu tidak henti-hentinya mengoceh panjang kali lebar.

"Umi, jangan sakit lagi, ya. Jangan tidur lama itu membuat Dedek takut di tinggal sendiri. Abi sudah pergi ... Umi tidak boleh meninggalkan Dedek. Umi, Dedek janji tidak akan nakal lagi dan maaf Dedek nakal membuat Umi sakit. Umi ... Dedek menyayangi, Umi."

Ridwan mendongak menatap mata cokelat Khumaira polos. Mata Hazel berbinar terang mengatakan kalimat dari hati.

Khumaira menangis haru mendengar perkataan Ridwan. Dia rengkuh tubuh mungil anaknya penuh sayang. Andai Suaminya masih ada pasti semua tidak berakhir sendu.

"Mas Azzam," lirih Khumaira saat mengingat masa indah bersama.

"Insya Allah semoga Umi sehat selalu, Amin ya Allah. Tole, mulai sekarang jangan terlalu tergantung denganz Paman Aziz. Paman banyak pekerjaan dan Dedek harus bisa mandiri tanpa, Paman. Umi juga sangat menyayangi, Tole."

Ridwan menatap Khumaira lamat-lamat berniat protes, tetapi tidak jadi. Si kecil langsung merengkuh Khumaira karena mengantuk.

Khumaira mengusap rambut Ridwan dan mengecup kening sang Putra. Sungguh ia begitu tertekan menjauhkan Aziz dari Ridwan. Putranya begitu menyayangi pria itu. Tetapi, Khumaira tidak ingin mereka lebih dekat.

"Nduk, bagaimana kondisimu sekarang?" tanya Maryam sembari mengusap pipi gembil Khumaira.

"Alhamdulillah, sudah mendingan, Buk."

"Alhamdulillah, sebenarnya ada masalah apa Nduk Maira dengan, Nak Aziz?" tanya Sholikhin sukses membuat Khumaira menegang.

Khumaira tambah menunduk menyembunyikan bulir air mata. Hatinya sakit mengingat Aziz mengajak menikah.

"Nduk ... Tole Aziz itu pria yang baik dan berbudi luhur. Walau sering bercanda dengan lisannya tajam. Tetapi, dia anak yang baik penuh kasih sayang. Nyaris sama dengan mendiang Masmu yang sangat baik dan sopan ...."

"Khumaira mohon berhenti, Pak. Jangan samakkan Mas Azzam dengan dia. Masku di atas segalanya, sedangkan dia hanya pria egois, keras kepala dan sangat tajam. Jangan puji dia serta jangan samakkan dengan Masku!"

Marah Khumaira dengan menyela perkataan Sholikhin. Dia langsung tersadar saat kedua orang tuanya terdiam mendengar bentakannya.

"Pak, maafkan Khumaira. Tolong maafkan, Khumaira karena lancang menyela perkataan Bapak dan membentak. Tolong maafkan, Khumaira."

Sholikhin mengusap puncak kepala Putrinya. Sejatinya sakit, tetapi dia sadar Khumaira sedang kesal pada Aziz. Entah masalah apa? Tetapi, Sholikhin berharap Putrinya mau memaafkan Aziz.

Maryam merengkuh Khumaira sembari menciumi puncak kepala anaknya. Sungguh malang Putrinya, sebenarnya ada apa?

"Tidak apa, jangan merasa bersalah begitu, Nduk. Jangan bilang masalah kalian cukup pelik?"

"Buk, Khumaira mengantuk."

Khumaira tidak mau membahas Aziz. Baginya Aziz sudah membuat kecewa. Dia sangat sakit sampai ingin berpaling.

***❤❤❤

2 Minggu Kemudian ....

Khumaira sudah 2 pekan tinggal bersama ke dua orang tuanya. Selama itu Aziz tidak pernah berkunjung dan Putranya menangis merindukan Pamannya. Kadang dia heran kenapa Ridwan begitu lengket pada Aziz. Apa anaknya di guna-guna?

Pikiran aneh itu membuat Khumaira tanpa sadar terkekeh. Mana bisa Aziz mengguna-guna Ridwan. Adik iparnya itu memang supel makanya banyak yang suka.

Khumaira sedang menyiram bunga seraya menyenandungkan Sholawat Nabi. Alangkah terkejut melihat ada banyak mobil berhenti di pekarangan rumah dan sangat tahu itu mobil keluarga almarhum Suaminya. Dia melirik Ridwan yang asyik main mobil-mobilan langsung berseru kegirangan.

"Mbah Ukhti, Mbah Kakung ....!"

Khumaira terpaku melihat rombongan keluarga almarhum Suaminya. Dia membenarkan jilbabnya untuk menyambut mereka. Entah kenapa ada perasaan aneh menggerogoti hati Khumaira akan kedatangan mereka.

Laila keluar sembari menenteng buku paket berniat belajar bersama Syifa. Dia terdiam saat melihat keluarga Aziz. Sebenarnya ada apa?

"Nduk, tolong panggil Bapak dan Ibu di kebun."

"Enggeh, Mbak."

Hasyim sekeluarga melangkah menuju pekarangan rumah Sholikhin. Di belakang ada Aziz menggunakan pakaian kasual. Celana bahan warna biru dongker di padu kaus hitam polos dan di lapisi blazer warna senada dengan celana.

Khumaira dan Laila serta Ridwan mendekat pada mereka. Lihat Ridwan langsung meminta gendong Aziz. Si kecil sangat merindukan Pamannya makanya langsung lengket. Khumaira hanya mengukir senyum kecut melihat Ridwan begitu sayang Aziz.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam mereka.

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh," sahut Khumaira dan Laila.

Khumaira mencium punggung tangan Ibu mertua lalu merengkuh Safira sembari berciuman pipi begitu pun dengan saudari ipar yang lain. Khumaira mengecup punggung tangan Hasyim dan bersalaman dengan iparnya.

Saat berhadapan dengan Aziz, Khumaira memaksa senyum. Dia berusaha meminta Ridwan turun dari pelukan Aziz, namun Putranya tidak mau lepas.

"Abah, Ummi mari masuk."

"Kami tidak di tawari masuk, Nduk?" celetuk Nakhwan.

Khumaira tersenyum menanggapi perkataan Mas iparnya. Dengan bercanda dia menyahut lucu. Ia sedikit tenang mengobrol pada Nakhwan. Tetapi, tidak untuk Aziz yang membuat marah.

Mereka masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. Sedangkan Khumaira pamit membuat wedang kopi dan teh.

Khumaira menatap diri di kaca, penampilannya sangat aneh. Dia memakai daster batik lalu memakai jilbab segi empat. Dia tadi habis memandikan Ridwan lalu masak, Shalat duha dan menyiram tanaman. Khumaira merutuki diri pasalnya belum mandi. Dia mencium baunya dan bersyukur tidak bau kecut.

"Mbak, sini kami bantu."

Shabibah, Najah dan Azura (Istri Nakhwan, Azura) datang membantu sontak Khumaira merasa ciut pasalnya 3 wanita di depannya begitu cantik dan wangi. Dia jadi ciut berhadapan dengan tiga wanita cantik nan anggun dalam keadaan kucel.

"Tidak, perlu Mbak. Ini sudah selesai," kukuh Khumaira.

"Mbak masih saja lucu. Mbak belum mandi, ya!" goda Najah.

Khumaira menunduk merasa malu. Benar adanya dia begitu merutuki diri karena belum mandi.

"Mbak tidak perlu malu, nah selesai mari kami bantu membawa jajan dan minum."

"Maaf merepotkan, padahal tamu jadi tidak enak."

"Mbak kayak siapa saja. Ayo kita keluar, Mbak."

"Enggeh, Mbak."

***❤❤❤

Sholikhin, Maryam dan Laila sudah datang dan menyalami tamu. Kedua orang tua Khumaira undur diri untuk membersihkan diri. Sementara Laila sedang asyik mengobrol bersama Syifa yang ikut bertamu.

"Bagaimana kabarmu, Nduk?" tanya Safira lembut.

"Alhamdulillah sae, Ummi."

"Alhamdulillah ... Ummi senang, Nduk."

Khumaira bertanya dalam hati ada gerangan apa keluarga besar almarhum Suaminya berkunjung? Wajah polos tanpa polesan itu terlihat merah memikirkan apa yang terjadi.

"Bagaimana apa sudah mulai mengajar lagi?" tanya Hasyim.

Khumaira menunduk sedih mengingat saat Azzam wafat. Dia sudah tidak berangkat kerja sampai sekarang. Hatinya sakit hidupnya begitu terpuruk saat Azzam meninggalkan sendiri.

"Saya belum mengajar lagi, Bah."

Hasyim tersenyum menanggapi perkataan Khumaira. Menantu keduanya memang pendiam dan sangat sopan.

Aziz menatap Khumaira lamat-lamat. Lucu sekali melihat tubuh mungil Khumaira tenggelam memakai daster itu. Sudah 2 pekan tidak mengunjungi Ridwan rasa rindu Aziz membuncah.

Melihat Sholikhin dan Maryam datang membuat Khumaira tersenyum bahagia. Akhirnya dia bisa masuk kamar untuk mandi.

Khumaira undur diri menuju kamar. Dia mengunci pintu lalu buru-buru mengambil handuk untuk masuk bathroom.

5 menit kemudian, Khumaira keluar dari kamar mandi. Dia memakai pakaian gamis warna biru dongker dan jilbab syar'i warna hitam. Tahukah kamu Khumaira warna yang kamu pakai sama dengan Aziz.

Khumaira sedikit merias diri dengan cukup sederhana. Ia hanya memakai bedak dan lipstik. Tidak ada yang lebih karena Khumaria tidak suka berlebihan.

Di ruang tamu Sholikhin dan Hasyim saling bercakap-cakap seputar anak mereka. Dan kini terlihat Hasyim mulai serius.

"Sebenarnya kami datang kemari untuk memenuhi hajat, Aziz. Seperti 3 bulan yang lalu kami datang kemari."

Sholikhin dan Maryam membisu mendengar perkataan Hasyim. Mereka saling melempar pandangan mencari jawaban yang tepat.

"Kami Insya Allah setuju, Tetapi Nduk Khumaira belum tahu. Kami tidak mungkin memaksa kehendak walau itu sangat mulia."

Hasyim memberi jawaban sesopan mungkin. Dia melirik Maryam tampak sendu mengingat percakapan beberapa waktu lalu saat Khumaira menolak keras Aziz.

Khumaira membisu di bibir pintu menuju ruang tamu. Jadi ini alasan mereka datang dan tanpa terasa air matanya luruh deras akan semua itu.

"Mas Azzam, kenapa keluarga Mas dan keluargaku juga tega? Adek hanya mencintai Mas dan selamanya akan selalu begitu. Kenapa kamu keras kepala sekali, Mas Aziz? Aku sangat kecewa padamu. Ya Allah sakit sekali dan tolong kuatkan hati hamba. Mas Azzam, apa Mas melihat Adek begitu terpuruk? Mas tolong ini sangat menyakitkan," bisik Khumaira.