Khumaira terenyuh mendengar penjelasan Aziz. Hatinya begitu pilu mengingat amanat terakhir Suaminya. Setitik ingatan saat Aziz dan Zahira hendak menikah, dan dialah yang membuat Adik ipar melakukan keputusan besar.
Rasa sesal hinggap sampai Khumaira tidak mampu berkata. Hanya tangisan serta ratapan nasib yang mampu ia keluarkan.
Azzam adalah imam di dunia dan akhirat bagi Khumaira. Dia tidak akan sanggup membagi imam dengan Aziz, apa lagi gara-gara keterpurukan membuat semua hancur.
Amanah terakhir Azzam mana bisa di tolak oleh Aziz, dan sekarang Khumaira paham kenapa Aziz keras kepala. Haruskah dia kuat menerima jalan takdir?
Aziz dan keluarganya menatap Khumaira iba, pasalnya wanita itu begitu terpuruk akan penyesalan. Dalam hati Aziz ingin berseru semua akan baik-baik saja, tetapi Khumaira tidak demikian.
"Mbak, saya minta maaf atas ucapan yang tidak mengenakan. Aziz terima apa pun keputusan, Mbak!"
Aziz angkat bicara setelah setengah jam membisu dengan kondisi menyesakkan. Dia tidak mampu melihat Khumaira begitu menyedihkan.
Khumaira menghapus air mata perlahan. Mata sembab itu menatap Aziz penuh luka. Inikah takdir yang harus dia tempuh?
"Saya tidak pantas untuk, Mas. Gara-gara saya pernikahan Mas dan Mbak Zahira batal. Maaf atas keegoisan saya selama ini, namun saya tidak mampu menjalani ini semua. Mas berhak bahagia dengan gadis Shalehah seperti Mbak Zahira. Sekali lagi maafkan saya atas kesalahan yang diperbuat. Mas, maaf harus menanggung amanah besar dari Mas Azzam. Saya tidak meminta apa pun, berbahagialah dengan kebagian, Mas. Doaku mengiringi langkah Mas untuk kembali ke Mbak Zahira. Saya tidak akan sanggup melihat kalian terpisah hanya karena sebuah amanah. Insya Allah, saya dan Tole Ridwan akan hidup dengan bahagia. Amin."
Khumaira mengatakan setiap kata dengan linangan air mata. Ini jalan terbaik agar Aziz mendapat gadis bukan janda. Pria itu sangat gigih dan taat akan perintah. Hatinya bersih dan Aziz pantas mendapatkan kebahagiaan bersama Zahira. Khumaira tidak akan pernah mau merusak kebahagiaan mereka.
Prioritas utama Khumaira adalah membahagiakan Ridwan. Biarkan Aziz bersama gadis yang tepat. Dia berharap Aziz bersama Zahira kembali tanpa terbelenggu amanah.
Aziz membisu mendengar perkataan Khumaira. Begitu sesak melihat air mata Kakak ipar serta perkataan Mbaknya. Dia sudah bertekad maka semua harus terjadi. Khumaira dan Ridwan lebih membutuhkan Aziz dari pada Zahira. Tekad sedari awal akan dia laksanakan. Pantang baginya mundur tanpa memaksakan amanah.
"Mbak, jangan berpikir tidak pantas untuk saya. Sejatinya Mbak lebih dari pantas lagian saya sendiri yang memilih Mbak untuk menemani Aziz sampai maut memisahkan. Mbak adalah sosok yang saya kagumi serta ini keyakinan bahwa Allah telah menulis takdir Aziz untuk Mbak. Lalu saya dan Mbak Zahira telah berakhir. Ini keinginan saya untuk menjadikan Mbak Istri dan tolong jangan menyalahkan diri sendiri. Mbak, terima kasih doanya, tetapi saya tidak akan pernah meninggalkan amanah. Amanah, tanggung jawab akan keyakinan telah menancap di hati saya. Mari kita berjuang bersama membesarkan Tole Ridwan. Jangan pikirkan yang lain, hanya ada kita yang akan menua bersama. Jangan sedih karena Mbak Zahira telah ikhlas. Menikahlah dengan saya, Mbak ....!"
Aziz mengatakan semua itu penuh keyakinan. Mata cokelat terus berpancar pengharapan. Biarkan dia menyeruak isi hati agar Khumaira yakin akan ketulusan yang ada di hati.
Khumaira menunduk tanpa mampu menatap mata tajam Aziz. Semua terjawab dan ia sangat terharu. Apa ini adalah takdir untuknya? Setelah berpikir cukup lama akhirnya Khumaira akan menyerukan isi hati.
"Dengan mengucap Bismillah, saya menerima Mas Aziz sebagai Suami."
Hanya kalimat itu yang mampu Khumaira ucapkan. Namun, membuat semua tersenyum haru. Bahkan Aziz sampai menitikkan air mata.
"Alhamdulillah ya Allah," ucap Aziz dengan senyum tulus.
Khumaira hanya menunduk dengan derai air mata. Semua sudah jelas bahwasanya, dia akan menikah dengan Aziz.
"Mbak minta mahar apa?" tanya Aziz sopan.
Khumaira teringat kembali 4 tahun silam saat Azzam menikahinya dengan mahar surah Ar_Rahman. Setitik ingatan saat Ibu mertuanya bilang Aziz begitu mahir membuat kaligrafi ukiran kayu.
"Saya ingin mahar surah Ar_Rahman, dan kaligrafi ukir bacaan syahadat menghias bingkai. Dan apa bisa juga mengukir nama Mas Azzam dan memberikan foto Masku?"
Semua tercekat mendengar perkataan Khumaira. Keluarga Aziz senang sekali tetapi kaligrafi itu yang lumayan sulit.
Aziz tersenyum mendengar perkataan Khumaira. Mbaknya tidak pernah berubah dan keinginan itu luar biasa. Tidak apa karena dia sanggup menyelesaikan semua itu.
"Insya Allah, Aziz akan memberikan mahar yang Mbak inginkan. Apa Aziz boleh menambahkan maharnya? Lalu, kita menikah kapan? Mbak pilih tanggal dan kita bisa mempersiapkan dari sekarang."
"Satu minggu dari sekarang ... Mas harus menyelesaikan tugas kurun waktu 1 minggu. Kita bisa mengurus kartu nikah dan semua tentang pernikahan. Mahar yang lain Mas tidak perlu repot. Apa Mas sanggup?"
Deg
Aziz dan yang lain tertohok mendengar perkataan Khumaira. Ini gila, apa mampu Aziz yang bekerja sebagai CEO menyelesaikan mahar kurun waktu 1 minggu? Apa lagi ke kantor KUA untuk mengurus kartu nikah dan lainya.
Aziz pikir 1 bulan, lah ini kecepatan. Dia mengerjap beberapa kali untuk menetralkan diri sembari memikirkan cara membagi waktu. Apa yang harus Aziz pilih untuk tentangan berat ini?
"Mbak serius?" tanya Aziz hati-hati.
"Kenapa? Apa Mas tidak sanggup?"
"Insya Allah, kalau begitu besok kita ke KUA untuk mengurus kartu nikah. Aziz akan usahakan agar bisa menyelesaikan itu semua."
Khumaira terbelalak mendengar perkataan Aziz. Dia kira Aziz akan mengatakan tidak ternyata dia salah. Satu minggu membuat ukiran kaligrafi di kayu tidak semudah itu. Bagaimana bisa, Aziz menyetujui persyaratan sulit? Khumaira baru sadar siapa yang dihadapinya adalah orang yang sangat gigih penuh semangat membara.
***❤❤❤
Aziz dan Khumaira sudah mengurus semua kartu nikah. Kini Aziz tinggal pening menyelesaikan mahar ke dua.
Aziz sudah memesan semua alat untuk mengukir. Dia bersandar di ranjang dengan tampang kacau. Wajah tampannya tampak kusut apa lagi rambut ikalnya berantakan.
"Bisa kacau ini, ya Allah berat sekali menikahi Mbak Khumaira. Semoga saya mampu menyelesaikan pada waktunya. Mas Azzam, Istrimu benar-benar membuat pening. Sumpah rambut Aziz bakal ubanan memikirkan ini semua. Aziz bisa tua sebelum waktunya, Astaghfirullah sadar Aziz kamu sudah setuju dan nikmati usaha keras. Aku sudah bilang ke atasan untuk pulang lebih awal. Mungkin 1 minggu ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Semangat Aziz kamu bisa. Mas Azzam, maaf Tole mengambil Istri Mas. Tinggal 7 hari lagi kami menikah dan Mas akan selalu ada di hati kami. Aziz sangat menyayangi Mas. Tolong Ridhoi hajat hamba ya Allah."
Aziz tertidur pulas setelah perdebatan panjang dengan hati. Mungkin ini tidur nyenyak terakhir sebelum 7 hari ke depan berurusan dengan tugas. Aziz berharap bisa menyelesaikan mahar yang diinginkan Khumaira tepat waktu, Amin.
Lain sisi Khumaira menatap foto Azzam penuh perasaan. Dia usap kaca bingkai dengan pandangan lama. Setitik air mata berjatuhan membuat Khumaira sesak.
"Mas, maafkan Adek tidak mampu menepati janji. Mas apa dia akan menyelesaikan tugas yang Adek berikan? Mas, maafkan Adek tidak bisa menjaga amanat. Adek malah mengingkari ucapan saat tidak mau menikah turun ranjang, tetapi Adek malah akan menjalani pernikahan itu. Mas, maafkan Adek yang tega merusak pernikahan kita. Adek sangat mencintai Mas karena Allah. Cinta Adek abadi tidak akan ada yang menggeser walau itu Mas Aziz. Hanya Mas pemilik hati, cinta dan segalanya. Mungkin raga Adek nanti milik Mas Aziz, tetapi cinta, pikiran dan hati Adek hanya milik, Mas Azzam. Adek sangat mencintai Mas karena Allah!"
Khumaira mendekap foto Azzam sembari mengucap kata cinta. Setitik air mata terus berjatuhan tanpa mau di cegah. Apakah ini akhirnya dia berakhir pada Aziz.