DINDA
BAB 12. Foto
Widya semakin lama semakin curiga dengan sikap suaminya. Belakangan ini Satrio sering pulang malam, selalu pulang dalam keadaan capek, dan nggak pernah mengurus kerjaannya di kantor. Sekarang juga Satrio tidak pernah meluangkan waktunya untuk sekedar makan atau ngobrol dengan keluarganya.
Widya membayar seseorang untuk membuntuti suaminya. Widya di temani anaknya Vania pergi menemui orang itu. Dalam hati Widya berharap tidak ada hal buruk yang telah terjadi atau di lakukan oleh suaminya.
"Ini beberapa foto yang saya dapatkan belakangan ini."
Widya terbelalak kaget melihat semua foto-foto yang memuat kemesraan suaminya dengan seorang gadis SMA. Widya memegang keningnya, tangannya yang lentik terihat gemetaran. Widya tak menyangka kalau suami yang begitu di cintainya akan mengkhianati dan berselingkuh darinya.
Vania menyandarkan kepala mamanya di pundak. Mama Vania menangis karena syok, Vania mencoba untuk menghiburnya. Di liriknya foto di tangan mamanya itu, Vania sama terbelalaknya. Apalagi dia mengenali gadis itu, gadis yang sama yang telah merebut Erza darinya.
"Ini nama dan alamat gadis itu, tolong pembayarannya di transfer ke rekening saya." Pria itu beranjak pergi setelah menyerahkan secarik kertas pada Widya.
"Baik." Widya mengangguk sebagai jawaban.
"Ayo pulang, Van. Mama harus bicara dengan papamu!"
Widya tancap gas secepat kilat pulang ke rumahnya. Ia bergegas masuk ke dalam ruang kerja Satrio. Dilemparkannya foto-foto mesra suaminya itu. Dengan amarah membara Widya menampar wajah suaminya itu. Vania hanya bisa mendengar dan melihat dengan sedih dari balik pintu.
"Vania masuk ke kamarmu sekarang!!" perintah Widya, tak ingin putrinya melihat pertengkaran mereka.
Vania berlari masuk ke dalam kamar. Ia menggebrak meja rias dan menyapu bersih segala isinya. Botol-botol parfum, alat make up, dan segala peralatannya jatuh ke lantai. Vania mengambil satu buah botol parfum dan melemparkannya ke kaca.
PYARRR!!!
Bunyi pecahan kaca menggema.
"BRENGSEK!! DINDA!!" Aair mata Vania jatuh tak tertahankan, dia mengacak-acak rambutnya yang coklat kepirangan. Wajahnya yang cantik tampak kacau.
"Loe nggak hanya mengambil Erza tapi juga papa dan ngehancurin keluargaku." geram Vania marah.
"Akan gue bales elo, Din..!! Berkali-kali lebih sakit dari pada yang gue rasain."
Widya masuk ke dalam kamar Vania. Kamar yang biasanya rapi dan cantik berubah seperti terkena badai besar. Semua barang-barang pecah dan berserakan di karpet. Widya langsung berlari dan memeluk anak gadisnya itu.
"Kita nggak boleh ngebiarin ini, Ma. Kita datengi aja rumanya, Ma." desak Vania.
Widya yang sudah terlanjur naik pitam termakan bujukan putrinya. Tanpa pikir panjang Widya mengajak Vania pergi ke rumah Dinda. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Dinda. Vania mengamati rumah kumuh tersebut dengan perasaan jijik. Vania menggedor pintu kayu yang mulai usang, cetnya mengelupas di mana-mana.
"BUKA PINTU!!" teriak Widya kencang.
Bunyi teriakan dan gedoran pintu membangunkan Dita, ibu Dinda dari istirahat siangnya. Di pakainya sandal jepit dan bergegas keluar. Dita sangat penasaran siapa yang tidak sopan bertamu ke rumah orang sambil teriak-teriak.
"Maaf Siapa, ya?" Dita kaget melihat wajah asing Widya dan putrinya.
"Heh Gembel.. mana anakmu yang pelacur itu??!!" teriak Widya, wajahnya memerah menahan emosi.
"Astafirullah Ibu. Siapa yang ibu maksud? Sabar.. mungkin ibu salah orang. Kita masuk dan bicara baik-baik." Dita dengan sabar meladeni tamu-tamunya.
"Anakmu namanya Dindakan??" tanya Vania.
"Be..betul.. ada apa dengan anak saya?" wajah Dita memucat, seputih kertas.
Widya melemparkan lembara foto-foto mesra suaminya dan Dinda tepat di wajah Dita. Wanita tua itu jatuh perlahan dan memungut foto yang terjatuh di lantai. Tangannya gemetaran melihat Dinda ada di dalam gambar itu, mulutnya melongo, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Anakmu PELACUR!! Dia pergi tidur dengan suamiku setiap hari!! Jangan-jangan kau yang menyuruhnya untuk merebut suami orang??!" tuduh Widya.
Wajah Dita terus memucat, air matanya menetes perlahan membasahi foto yang di pegangnya itu. Dalam hati, Dita tidak ingin mempercayai hal ini. Mana mungkin anaknya yang penurut bisa melakukan hal sehina ini.
"Suru anakmu menjauhi suamiku, berapapun uangnya akan aku berikan." Widya melemparkan segepok uang ke wajah Dita.
"Ayo kita pergi sayang." Widya menggandeng Vania.
"Ayo, Ma." Vania memberikan tatapan jijiknya.
Widya dan Vania meninggalkan Dita yang tersungkur dan menangis. Tak kuasa menahan kesedihan dan tamparan bagi jiwanya. Anak yang begitu di sayanginya, satu-satunya kebanggannya, yang menjadi satu-satunya alasan Dita bertahan hidup telah menghancurkan semua harapannya. Dita yang tak mampu lagi menahan rasa sakit di dada akhirnya jatuh pingsan. Para tetangga membantunya dan membawa masuk Dita ke dalam rumahnya.
•••DINDA•••
Terus dukung kisah cinta mereka ya gaes..
Klik like, comment, dan pencet fav❤️
Jangan lupa kasih dukungan buat author yang haus pujian ini..><
Wkwkwkwkwk
Selamat membaca ^^
❤️❤️❤️❤️
Bagi banyak cinta untuk banyak orang