DINDA
BAB 16. Meninggalkanmu.
Dinda berlari menyelusuri koridor rumah sakit. Baru saja pihak Rumah Sakit menelfonnya karena Dita, Ibunya mengalami penurunan denyut nadi. Banyak perawat berkerumun di ruangan Dita, membantu seorang dokter melakukan CPR. Dokter itu membawa alat kejut jantung, berharap untuk mengembalikan denyut jantung Dita.
Dinda terus menangis melihat tubuh kurus Ibunya harus di tekan-tekan demi memacu detak jantung yang terus melemah. Setengah jam berlalu sejak kedatangan Dinda, dan dokter masih terus berusaha. Namun semuanya seakan sia-sia, karena pukul 16.35 dokter menetapkan Dita Ayuningtyas menghembuskan nafas terakhirnya.
"Maafkan kami Dinda, kami sudah berusaha sekuat tenaga." Dokter piket akhirnya menyerah juga.
"NGGAK!! NGGAKK MUNGKIN!!" Dinda berlari memeluk tubuh Ibunya yang telah terbujur kaku.
Tangisnya pecah bergema di seluruh ruang ICU. Dinda menggoyang-goyangkan tubuh Dita sekuat tenaga berharap Ibunya akan terbangun dan memeluknya lagi.
"Bangun Ibu!!! BANGUN..!!! JANGAN TINGGALIN DINDA!! IBU!!! Dinda mohon..bangun!!!!"
Kembali teringat di benak Dinda kenangan saat bersama Dita dulu. Begitu banyak pengorbanan yang telah Ibunya lakukan, dan dengan dosa Dinda menodai segalanya.
•••DINDA•••
Suasana haru menyelimuti sebuah pemakaman umum di kota Jakarta. Dita di makamkan tepat di sebelah mendiang suami pertamanya. Dinda pingsan setidaknya tiga kali sejak pagi tadi. Matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Di taburkannya segenggam mawar segar sampai menutupi gundukan tanah merah di depannya.
Erza dan teman-temannya mengikuti proses pemakaman Ibu Dinda. Pandangan Erza tak pernah lepas dari sosok rapuh Dinda. Ingin rasanya memeluk tubuh mungil Dinda, membiarkan Dinda menangis sepuasnya dalam pelukannya.
Berbeda dengan Dinda yang seakan-akan tak menghiraukan kehadiran Erza. Hatinya sangat berduka saat ini. Erza telah berkali-kali berusaha mendekati Dinda, tapi Dinda mengacuhkannya.
Riska bergeleng, memberikan kode agar Erza mau mengerti perasaan Dinda saat ini. Membiarkan Dinda sendiri dan memberikan waktu agar Dinda bisa meluapkan kesedihannya seorang diri.
Semua pelayat meninggalkan pemakaman satu per satu. Tinggal Dinda yang masih meratapi nisan Ibunya. Hanya tinggal Venny yang masih setia menemani Dinda, dia terus mengelus punggung Dinda dan memberikan kekuatan. Dinda memeluk Venny, pelukan hangatnya menenangkan Dinda.
"Loe boleh nangis selama mungkin, Din." Venny membelai rambut sahabatnya.
"Kenapa ibu ninggalin gue, Ven? Apa karena Tuhan menghukum semua dosa-dosa gue, ya?" isak Dinda.
"Jangan begitu..Hidup dan Mati sudah ada garisnya, Din."
"Gue juga udah ngelukai hati Erza lagi, Ven. Terakhir gue masih nemuin Om Satrio. Kenapa gue senaif dan sebodoh itu?" Dinda kembali terisak.
"Sabar Dinda, sabar.."
"Gue tahu Erza dan Ibu sayang ama gue, Ven, tapi kenapa? Kenapa malah gue sia-sia in semua cinta dari orang-orang yang sayang sama gue, Ven?"
Dinda menyesal dengan apa yang telah dia perbuat selama ini. Dipeluknya erat Venny dan berpamitan. Dinda akan memulai kehidupannya dari awal. Dengan bekal cinta Ibunya, Dinda akan melupakan semuanya dan membangun hidup yang baru.
"Sekeras apapun Erza nyariin, jangan beri tahu gue pergi ke mana, ya, Ven."
"Loe beneran mau pergi, Din? Loe kan bisa tinggal di rumah. Loe nggak harus pergi."
"Gue kudu pergi, Ven. Di sini gue hanya akan membuat Erza susah dan mengingat segala kenangan buruk yang pernah gue lakuin."
"Iya Dinda. Gue pasti nungguin kabar loe." Venny kembali memeluk sahabatnya.
Dinda menghapus butiran air mata dari wajahnya, ditariknya nafas dalam-dalam. Dinda bangkit dan mencium nisan kayu Ibunya, di bersihkannya dari cipratan tanah. Tak lupa Dinda menaburkan bunga ke makam Ayahnya.
"Ayah.. ibu.. Dinda pamit.. mungkin Dinda akan lama nggak mengunjungi kalian." dengan sekuat tenaga Dinda menahan air matanya.
"Sekali lagi maafin Dinda Ibu.. Dinda akan ngejalanin sisa hidup Dinda dengan baik. Jadi Ayah dan Ibu bisa lihat Dinda dengan tenang di atas sana." dengan berat Dinda meninggalkan nisan ke dua orang tuanya.
Erza masih menunggu Dinda di depan gapura masuk area pemakaman. Dengan acuh Dinda berusaha menghindari tatapan Erza. Venny memberikan kode agar Erza membiarkan Dinda seorang diri dulu. Erza hanya bisa mengangguk dan membiarkan Dinda berlalu dari hadapannya begitu saja. Saat itu Erza tidak tahu kalau Dinda akan meninggalkannya, meninggalkan kota Jakarta dan tak ada yang tahu ke mana Dinda pergi.
•••DINDA•••
Kok sedih gini sih?? Nangis bacanya..
Terus dukung kisah cinta mereka ya gaes..
Klik like, comment, dan pencet fav❤️
Jangan lupa kasih dukungan buat author yang haus pujian ini..><
Wkwkwkwkwk
Selamat membaca ^^
❤️❤️❤️❤️
Bagi banyak cinta untuk banyak orang