DINDA
BAB 17. Dinda
Solo, 4 tahun kemudian..
.
.
.
"Din..Dinda..sini.. ada ABU nih.." tangan Noni melambai-lambai memanggil Dinda yang lagi asyik mengelap gelas kaca.
"Paan sih, tokonya keburu buka. Cepetan selesain kerjaannya." Dinda tampak acuh pada panggilan Noni.
"Aku ngefans banget tau, apa lagi sama vokalisnya Erza." Noni membesarkan volume televisi dan bernyanyi menirukan suara Erza.
"Adududuh gantenge..." teriak Noni.
Dinda hanya bisa diam dan melanjutkan pekerjaannya. Masih bisa didengarnya suara Erza yang keluar dari speaker televisi. Noni, temannya dengan fasih menirukan lagu itu, tanpa sadar mata Dinda berkaca-kaca.
"Yah abis.." Noni mendekati Dinda.
Dinda cepat-cepat mengusap matanya dan melanjutkan pekerjaannya.
"Hei nona, inget sebentar lagi toko buka lanjutin dulu ngepelnya." Dinda menyindir temannya sambil tersenyum manis. Mereka berdua bekerja di sebuah resto milik sepupu Noni.
"Bosan aku tiap pagi harus ngepell lantai, sudah bersih tetep aja di pel?" Noni menggerutu sambil menggoyang-goyangkan gagang pel. Sesekali ia menyibakkan rambutnya yang panjang dan ikal.
"Gimana lagi namanya juga cari uang." ucap Dinda yang sudah selesai mengelap semua peralatan makan. Dinda berbalik dan merapikan semua peralatan ke dalam rak piring yang ada di belakang kasir.
"Andai aja aku pacarnya Erza, aku pasti udah nggak perlu ngepel di sini lagi tiap pagi." Noni menghentikan gerakanya.
"Tapi sayangnya semua itu cuma mimpi!" teriak Noni lalu tertawa sendiri dengan ucapannya. Logat Jawanya bercampur bahasa Indonesia bikin orang pusing.
"Heh..Kumat!" Dinda juga tertawa mendengar celotehan temannya itu.
Tiba tiba mereka dikejutkan dengan suara sepupu Noni yang keluar dari dalam dapur, "Udah jangan mimpi mulu waktunya buka toko." Yudi mengetuk jam di pergelangan tangannya sambil tersenyum ke arah Noni yang dari tadi terus menggerutu.
"Siap, Bos." Noni tersenyum lalu membuka pintu tokonya dan membalik tulisan close menjadi open.
"Dasar Noni.. oh iya Din, tadi coklatnya habis kamu sudah belanjain belum?" tanya Yudi pada Dinda.
"Sudah mas tadi aku taruh di lemari biasanya." Dinda menunjukkan arah lemari dapur.
"Dinda emang hebat nggak kayak Noni." Yudi mengelus kepala Dinda dan menjulurkan lidahnya pada pada Noni.
Noni membalas dengan mengangkat kepalan tangan saat Yudi berbalik dan kembali ke dapur.
"Dasar masih aja selalu ngejelekin aku." Noni menghampiri Dinda.
"Mas Yudi kelihatannya suka sama kamu hlo, Din." senyum Noni tersungging jelas di wajahnya.
"Apaan sih? Mas Yudi cuma anggap aku adiknya, kayak kamu juga." sanggah Dinda.
"Nggak, aku yakin beda. Pandangan matanya itu lo yang bikin beda." Noni menggoda Dinda sambil senyum-senyum.
"Oh..ada pembeli." Dinda mengalihkan pembicaraan dan meninggalkan Noni yang masih senyum-senyum sendiri.
"Hloh, Din.." teriak Noni sebel Dinda meninggalkannya.
•••DINDA•••
Awan gelap menyelimuti kota Solo, hujan jatuh rintik-rintik, menimbulkan aroma yang khas saat menyentuh tanah. Dinda menyisir rambutnya yang hitam sebahu, semenjak pindah ke Solo, Dinda tidak pernah membiarkan rambutnya kembali panjang. Dinda merapikan barang-barangnya lalu bergegas mengunci pintu resto. Seharian bekerja membuat badan Dinda letih, ingin rasanya cepat-cepat sampai di kos untuk merebahkan badan.
Sebelum pulang ke kosan Dinda mampir di sebuah minimarket untuk membeli kebutuhan sehari-hari juga berapa camilan untuknya nanti malam. Tiba-tiba pandangan Dinda tertuju pada konter majalah-majalah. Diambilnya sebuah majalah remaja, dipandangnya majalah itu sejenak sebelum Dinda memasukannya ke dalam keranjang belanjaan.
"Ini aja, Mbak?" tanya petugas kasir.
"Iya."
"Penggemar ABU juga, ya, mbak? Saya juga lo, bassistnya ganteng." Si petugas kasir berusaha akrab dengan Dinda
"Berapa?" Dinda hanya tersenyum dan menanyakan jumlah total belanjanya.
Setelah membayar lunas semua barang belanjanya, Dinda berjalan menyelusuri trotoar. Jalanan terlihat becek karena air hujan mulai menggenang. Di sepanjang jalan, terlihat beberapa pengamen jalanan membawa gitar sambil menyanyikan lagu berjudul 'Dinda', pada setiap mobil yang berhenti di perempatan karena lampu merah. Butiran air mata menetes perlahan dari pelupuk mata Dinda, bercampur dengan air hujan yang semakin deras turun membasahi pakaiannya.
•••DINDA•••
"Oke pemirsa, ketemu lagi sama saya Karina."
"Terima kasih sudah hadir di acara kesayangan kita BERSAMA BINTANG!! Acara yang bakal mengupas habis semua hal-hal mengenai artis idola kalian."
"Sudah hadir bersama saya di sini ABU BAND! Hai gimana nih kabarnya?" Seorang host acara talk show di tv mencoba membuka obrolanya dengan baik.
"Baik." jawab semua anggota band ABU barengan.
"Wah semangat sekali ini." tambahnya, senyum si pembawa acara disambut tawa anak-anak ABU.
"jadi gini, lagu kaliankan lagi booming di mana-mana. Semuanya bawain lagu kalian yang berjudul Dinda. Sebenarnya siapa sih nyiptain lagunya?"
"Erza yang nyiptain, kita yang arasemen lagunya bareng bareng." jawab Andi.
"Oh..gitu. Trus ada nggak sih makna dari lagu ini sendiri? Atau mungkin inspirasinya diambil dari mana?" pembawa acara kembali menanyakan pertanyaan seputar lagu mereka.
"Ya pengalaman pribadi mungkin." Uno mencoba menjawab pertanyaannya.
Erza sendiri hanya diam dan sama sekali tidak menjawab satupun pertanyaan dari host yang udah gencar banget mengkorek informasi seputar kehidupan mereka. Mulai dari lagu-lagunya yang menyentuh hati sampai seputar Asmara dari anak-anak ABU.
"Pertanyaan terakhir, mungkin dimulai dari Erza aja, ya? Soalnya dari tadi dia diem mulu." sindir si host.
"Kan fans kalian kebanyakan cewek nih, tentunya pengen banget tahu dong kalian udah punya cewek apa belum? Dari Erza dulu."
"Gue udah punya cewek." senyum Erza tampak sedikit dipaksain.
"Wah.. kecewa nih para fans nya. Hahahaha..." tawa sang host terdengar renyah memenuhi ruang syuting.
"Tapi dia sudah ninggalin gue." Tiba-tiba Erza menyela tawa si pembawa acara tadi. Semuanya langsung aja terdiam menunggu kalimat selanjutnya keluar dari mulut Erza.
"Dia ninggalin gue tanpa pamit sama sekali, karena itu gue nyiptain lagu 'Dinda' ini untuk dia. Gue berharap melalui lagu ini di manapun dia berada, dia bisa tahu kalo gue masih sayang banget sama dia." mata Erza berkaca-kaca. Raut wajahnya yang tampan seketika berubah sedih.
Si pembawa acara yang ikut berkaca-kaca langsung menawarkan beberapa lembar tisu ke Erza.
"Mengharukan banget sih? Wah gue sampai ikutan nangis!! Maaf para fans nya Ezra, ternyata dia tipe cowo yang setia."
"Baiklah kita kembali setelah yang mau lewat berikut ini." acara talk show live yang disiarkan langsung ke suruh tv tv langsung ngadain iklan buat nutupin sesi melakonisnya Erza.
Semua teman-temannya juga nggak menyangka Erza akan curhat di acara live kayak gini. Biasanya dia selalu diam dan cuma tersenyum simpul aja kalau ditanya.
"Wah bakalan ramai ini infotaiment." Riska menepok jidatnya.
•••DINDA•••
Dinda lihat TV nggak ya?
Terus dukung kisah cinta mereka ya gaes..
Klik like, comment, dan pencet fav❤️
Jangan lupa kasih dukungan buat author yang haus pujian ini..><
Wkwkwkwkwk
Selamat membaca ^^
❤️❤️❤️❤️
Bagi banyak cinta untuk banyak orang