Chereads / DINDA / Chapter 14 - JANGAN PERGI

Chapter 14 - JANGAN PERGI

DINDA

BAB 14. Jangan Pergi.

Koridor rumah sakit yang putih bersih dan bau steril memenuhi penciuman Dinda. Dinda mondar-mandir dengan cemas. Benaknya di penuhi hal-hal menakutkan yang selama ini menghantuinya. Sesekali Dinda menengok ke dalam kamar periksa untuk mengetahui kondisi Ibunya.

"Bagaimana ibu bisa tahu, ya, Tuhan..?"

Pikiran Dinda semakin kacau saat semakin banyak suster mengelilingi ibunya. Kaki Dinda terasa sangat lemas, tulang kakinya seakan menghilang dan tak mampu menahan lagi berat tubuhnya. Dinda tersungkur, Dinda yang telah lama meninggalkan Tuhan mulai berdoa.

"Ya,Tuhan, tolong Ibuku.. hambamu ini penuh dengan dosa, biarlah hambamu yang menanggungnya. Jangan Ibu, ya, Tuhan." Dinda berdoa dan menangis.

Air mata keluar dari kedua kelopak matanya, membasahi bulu matanya yang lentik. Dinda langsung menyeka air matanya begitu seorang dokter keluar dari ruang periksa.

"Keluarganya??"

"Saya dok.. bagaimana keadaan Ibu saya?"

"Kondisinya sudah stabil, saya memberikan obat penenang dan bantuan oksigen."

"Terima kasih, dok." Dinda merasa lega.

"Tapi kalau kondisinya seperti ini terus penyakitnya akan bertambah parah. Kau harus menghiburnya, jangan membuatnya depresi." senyum dokter muda itu sebelum meninggalkan Dinda.

"Baik, dok. Terima kasih."

Dinda bergegas ke kamar Ibunya. Di lihatnya Dita tertidur dengan lelap karena pengaruh obat. Wajahnya yang keibuan nampak terlihat tua, lebih tua dari wanita seumurannya. Dinda memegang tangan Ibunya yang sudah penuh dengan keriput dan kasar. Tangan itu membuktikan kalau dia seorang pekerja keras saat masih muda dulu.

Dinda mencium tangan ibunya, matanya kembali mengeluarkan butiran jernih air, mengalir membasahi tangan Dita. Hati Dinda terasa begitu sakit, tak sanggup rasanya kembali melihat ibunya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

"Ibu maafin Dinda. Ibu harus sembuh. Dinda janji nggak akan mengulanginya lagi."

•••DINDA•••

Dinda bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Ibunya sama sekali tak mau berbicara atau menemuinya. Setiap makan Dita selalu menolak suapan Dinda dan mengacuhkan perhatiannya.

Dinda tak punya pilihan lain selain meminta bantuan Venny. Venny selalu menemani Dita setelah pulang sekolah.

"Loe nggak kasih kabar ke Erza?" tanya Venny.

"Belum, Ven."

"Din, gue ada ide. Gimana kalau elo ngenalin Erza sama ibu loe. Siapa tahu ibu loe jadi semangat lagi ngelihat loe punya pacar dan udah berubah." Venny membetulkan letak kaca matanya.

"Iya mungkin, ntar siang coba gue temuin Erza." senyum kalem tergores di wajah Dinda.

Siangnya Dinda mendatangi studio musik tempat biasa anak-anak ABU kumpul. Studio milik Riska ini emang sudah jadi basecamp-nya ABU sepulang sekolah. Dinda tak terlalu sulit menemukan lokasinya karena letaknya yang nggak jauh-jauh amat dari sekolahan. Dinda menarik nafas beberapa kali sebelum masuk ke studio.

Dinda sangat gerogi, baru kali ini dia nyamperin cowok duluan. Jantungnya berdetak kencang dan tangannya dingin. Dinda hendak masuk saat mendengar adu mulut Erza dengan Uno, membuat Dinda mengurungkan niatnya.

"Gara-gara elo kejar cewek itu kita kehilangan kontrak rekaman!! Sekarang gara-gara cewek itu juga loe mau pake duit tabungan band kita??" nada tinggi keluar dari mulut Uno.

"Sadar Za!! DIA ITU CUMA CEWEK MURAHAN!! Nggak pantes buat elo!!" Uno kembali berteriak, menghina Dinda.

Erza nggak terima dengan caci maki Uno. Dia langsung memberikan sebuah pukulan telak di wajah manis Uno. Uno nggak terima, dibalasnya memukul perut Erza. Erza terselungkup sebentar sebelum mencoba kembali bangkit membalas Uno.

Baim langsung menghentikan langkah Erza, di cengkramnya kedua lengan Erza. Sedangkan Andy menghentikan Uno.

"Kalian ini apa-apaan sih?? HENTIKAN!!" teriak Riska marah dan menengahi perkelahian itu.

"Dinginkan kepala loe, Za. Uno ayo kita keluar, obati lukamu." Riska menggandeng lengan pacarnya dan membuka pintu.

Dinda masih diam terpaku saat pintu dibuka oleh Riska. Dinda tak mampu memandang wajah kedua teman Erza, Dinda tahu semua perkelahian ini terjadi karena dirinya.

"Dinda??!" Erza kaget mengetahui kehadiran Dinda.

Dinda berlari meninggalkan studio, dan Erza bangkit berusaha untuk mengejarnya.

Dinda berlari sekuat tenaga, bulir-bulir kecil keringat keluar di wajahnya. Setelah merasa agak jauh barulah Dinda memperlambat langkahnya. Langkahnya mulai melambat dan akhirnya habis. Tenaganya habis, kedua tangan mungilnya menutupi wajahnya yang basah penuh dengan keringat.

"Ya, Tuhan, kenapa hal ini terasa sangat berat?" Dinda tertunduk dan berjalan lesu. Menyusuri jalan kecil yang penuh dengan debu. Panasnya matahari memperlambat laju langkah Dinda, tubuhnya terhuyung-huyung lemas seakan tak ada tujuan. Tiba-tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang.

"Jangan pergi." Dinda tahu Erza yang memeluknya. Perasaan Dinda yang kalud menghilang begitu saja bersamaan dengan suara Erza. Suara indah itu benar-benar mampu menyihir semua kegalauan menghilang dari dalam hatinya.

"Kumohon jangan tingalin gue, Din." desah Erza di telinga Dinda.

Dinda memejamkan matanya, sepintas benaknya kembali di penuhi oleh ucapan Uno. Terlalu egois membiarkan Erza mencintainya. Erza layak mendapatkan seorang wanita yang jauh lebih baik darinya. Dinda berbalik, memandang wajah Erza yang terlihat cemas.

Dinda berjinjit dan mencium bibir Erza. Erza mencoba merasakan setiap lumatan dari bibir kekasihnya itu. Air mata Dinda tak terbendung, mengalir dan turun ke bibir. Menimbulkan rasa asin di lidah Erza. Dinda melepaskan ciumanya, memandang wajah tampan Erza. Erza memandang Dinda dengan binar cintanya yang meluap. Walaupun mereka diam tanpa kata, namun keduanya tahu bahwa mereka saling mencintai.

"Erza dengerin gue, loe terlalu baik buat gue. Gue bukan cewek yang tepat buat elo, Za."

"Uno benar.. elo bisa dapet cewek lain yang seribukali lebih baik dari pada gue." Dinda mundur beberapa langkah.

"Gue cuma mau elo, Din. Dan loe udah janji nggak akan ninggalin gue kan?!"

"Gue janji akan selalu sayang sama elo, Za. Tapi gue nggak pernah berjanji nggak akan ninggalin elo."

Setelah mengatakan itu Dinda langsung berlari meninggalkan Erza. Erza mengejar Dinda, memanggil namanya berulang kali. Dinda keluar ke jalan besar, menerobos para pejalan kaki di trotoar jalan. Dengan cepat Dinda menaiki sebuah taxi dan meninggalkan Erza yang masih terus berlari mengejarnya.

"Maafin gue, Za." Dinda menghapus air matanya.

•••DINDA•••

Nyesek Din..><

Terus dukung kisah cinta mereka ya gaes..

Klik like, comment, dan pencet fav❤️

Jangan lupa kasih dukungan buat author yang haus pujian ini..><

Wkwkwkwkwk

Selamat membaca ^^

❤️❤️❤️❤️

Bagi banyak cinta untuk banyak orang