Chereads / Flower Of Evil (Indonesia) / Chapter 21 - Bab 21

Chapter 21 - Bab 21

Permaisuri pun segera mengambil putri mahkota dengan tangannya yang lembut dari suaminya. Dengan sedikit perasaan cemas ia menggendong bayi itu. Namun bayi itu tetap tidak mau diam. Bayi itu terus menangis sampai mukanya merah padam.

Keringat di wajahnya keluar melalui lubang pori-pori kulit di sela-sela rambutnya.

"Yang mulia tolonglah, kenapa dengan anak kita. Dia terus menangis dan tidak mau diam meskipun telah diberikan minum susu."

Permaisuri semakin gelisah karena ia tidak ingin terjadi apa-apa kepada putrinya yang sudah ia tunggu selama Dua puluh tahun.

Raja Yeonggi pun bergegas memanggil pengawal kerajaan dengan panik.

"Pengawal! tolong panggilkan dokter kerajaan. Katakan aku memanggilnya." perintah Raja Yeonggi.

Pengawal segera berlari memanggil Dokter kerajaan.

Tidak lama kemudian Dokter pun datang segera. Tanpa diperintah ia langsung menggendong bayi itu. Ia segera tahu bahwa tangisan sang bayi merupakan pertanda buruk yang akan terjadi. Akan tetapi Dokter kerajaan yang ahli dalam segala hal itu berusaha menyembunyikan apa yang diketahuinya.

Ia pun segera mengeluarkan peralatannya untuk memeriksa bayi itu. Setelah itu ia memberikan obat kepada tuan putri, obat yang busa di konsumsi oleh bayi dan itu buatannya sendiri. Dengan sedikit kekuatan supranatural dia meniup obat itu sebelum dimasukkan ke mulut bayi malang itu.

Setelah obat diberikan, sang bayi diam seketika.

"Ada apa dengan anakku? " tanya Raja Yeonggi dengan khawatir.

"Oh, tidak ada yang mulia. Tenanglah tuanku, ia tidak akan menangis rewel seperti ini lagi." Jelas dokter yang merangkap sebagai dukun di istana itu.

Dokter itu berusaha menutup-nutupi apa yang ia ketahui, sehingga Raja dan permaisuri nya merasa lega.

Permaisuri membaringkan bayinya di atas kasur dengan bantal yang terbungkus dengan kain putih bersih.

Beberapa Hari Kemudian.

Sejak kejadian hari itu, permaisuri terus mendesak agar Raja membayar janjinya di depan Hutan Larangan yang berada di sebelah timur kerajaan.

Hati sang permaisuri selalu gelisah tak menentu. Akhirnya pada hari yang telah ditentukan. Raja mengajak permaisuri dan beberapa pelayan istana untuk pergi ke perbatasan Hutan Larangan.

Hutan Larangan.

"Hahahaha ... ... "

Dari balik pepohonan yang besar, seorang penyihir yang dulu datang di hadapan mereka muncul dengan tawa yang sangat keras.

Namun ia kecewa ketika melihat barang bawaan Raja Yeonggi, ia tidak mengadakan persembahan yang megah, ia hanya dibawa makanan dan buah-buahan yang biasa mereka makan di Istana, itu pun bukan yang terbaik.

Persembahan itu sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Raja Sujin.

Sang penyihir itu menghilang dari hadapan mereka sebelum ia terlihat karena sangat kecewa.

Penyihir itu membayangkan kalau ia akan bermandikan emas dan barang-barang mewah yang terbuat dari sutra yang terbaik.

Untuk menghilangkan kekecewaannya, ia bersembunyi di balik pepohonan itu lagi sambil menunggu waktu yang tepat untuk mengeluarkan amarahnya.

Hari ini langit di atas perbatasan hutan terlarang sangat cerah tak berawan, hanya angin sepoi meniup halus menerpa wajah mereka yang sudah duduk bersila menghadap dua pohon besar yang diyakini sebagai pintu masuk ke hutan terlarang.

Tidak lama setelah itu, Raja memerintahkan agar pengawalnya menyembelih dua ekor domba yang kurus-kurus.

"Wahai rakyatku, segeralah laksanakan pembayaran Janjiku kepada penghuni Hutan Terlarang yaitu wanita tua yang baik hati. Sembelihlah dua ekor Domba yang kurus itu, lalu buanglah kepalanya ke dalam Hutan Terlarang untuk dimakan oleh para penghuninya, setelah itu dagingnya boleh kalian makan."

Mendengar perintah Raja mereka yang Agung, seorang Jendral maju menghaturkan sembah," Ampun Yang Mulia, apakah tidak perlu kita memberikan dua domba itu hidup-hidup sesuai dengan janji yang sudah yang mulia katakan pada saat itu? "

"Saya rasa tidak perlu. Karena yang paling baik adalah memberikan dagingnya kepada rakyatku yang datang menemaniku pada hari ini. Penghuni Hutan Larangan tidak akan mempermasalahkannya."

"Baik yang mulia. Perintah yang mulia akan kami laksanakan!"

Setelah itu Jenderal dan pengawal kerajaan segera melaksanakan tugas mereka.

Mereka menyembelih dua ekor Domba yang kurus itu. Selesai disembelih, kepala Domba itu dilemparkan ke dalam Hutan Larangan.