Chereads / Flower Of Evil (Indonesia) / Chapter 20 - Bab 20

Chapter 20 - Bab 20

'Astaga ... Apa aku sudah gila? Kenapa aku masih mengingat wajah lelaki mengerikan itu? Tidak, dia bukan seorang lelaki biasa ataupun dewa, tapi dia adalah iblis yang terkutuk. Padahal sudah setahun berlalu.'Batin Anna.

"Apa ada masalah?" Tanya Pangeran Gujong sambil mengamati wajah panik Anna.

"Oh ... Aku tidak apa-apa. Oh iya, bukankah pangeran mau menceritakan sesuatu padaku?" Jawab Anna setelah mengendalikan perasaannya.

Pangeran Gujong tersenyum pahit. Ia tidak ingin menceritakan apapun tentang kakaknya, tapi tidak suka dibandingkan. Oleh karena itu ia harus menceritakan kebenaran kenapa Putri Yun bisa lebih menyukai kakak pertamanya.

"Baiklah, akan aku ceritakan. Ini bermula dari kisah orang tua kami yang tidak menepati janji. Kata peramal, kerajaan Gyongje akan menjadi kerajaan nomer satu selatan, asalkan mereka bisa memiliki anak perempuan. Aku dan kakak ku beda usia sepuluh tahun. Sedangkan putri Yun hanya beda lima tahun saja dariku. Jadi, kejadian itu terjadi saat aku berusia sekitar enam tahun."Pangeran Gujong menarik nafas sebelum melanjutkan ceritanya.

"Inti ceritanya apa?" Tanya Anna dengan bingung.

"Tentang kakak pertamaku dan adikku. Kenapa mereka bisa saling mencintai seperti itu." Jawab pangeran Gujong.

Anna mengangguk dengan perasaan yang penasaran. Karena dia sangat tertarik untuk tahu siapa kakak pertama pangeran Gujong yang di kabarkan sangat mengerikan itu.

Pangeran Gujong pun membawa Anna kembali ke masa dimana orang tuanya mengalami kejadian yang menyedihkan sampai seluruh kerajaan dipenuhi oleh tangis karena kehilangan anak perempuan mereka.

Flash Back.

Putri mahkota yang ditunggu oleh seluruh isi kerajaan Gyongje telah berusia empat bulan. Tapi, ia belum juga diberikan nama karena Raja Yeonggi belum menemukan nama yang cocok untuk Putri mahkotanya.

Kabarnya, kelahiranya akan membawa kemakmuran dan keuntungan bagi kerajaan Gyongje.

Hingga empat bulan berlalu, Raja Yeonggi pun lupa untuk membayar janji kepada seorang wanita tua yang dia anggap dewa penolong. Padahal, wanita tua itu adalah seorang penyihir yang sudah berani mencuri kehendak Dewa.

Di Paviliun Istana Timur.

Raja Yeonggi sangat bahagia menggendong bayinya. Tiba-tiba Ratu berkata, "Yang Mulia Raja, putri kita sudah berusia empat bulan, tapi kita belum membayar janji pada Dewa. Tidak seperti putri dari kerajaan Daeksu yang katanya sudah melunasi janjinya dua bulan yang lalu. Saya juga mendengar kalau putrinya tumbuh sehat dan sudah diberikan nama yang bagus. "

"Benarkah? Kenapa aku tidak mendengar apapun. Lalu, , siapa nama anaknya? " tanya Raja Yeonggi dengan terkejut karena ia tidak dapat menyembunyikan kekagetannya.

"Namanya Putri Anna Lee. " jawab permaisuri.

"Oh Dewa, kenapa aku baru ingat sekarang kalau aku pernah mengucapkan janji di perbatasan Hutan Larangan. Tapi, hingga saat kini janji itu belum aku penuhi. Pantas saja aku tidak juga menemukan nama yang cocok buat putri mahkota. Sekarang bagaimana pendapatmu, Ratu?" tanya Raja Yeonggi kepada permaisurinya.

"Beberapa hari belakangan ini saya selalu bermimpi buruk. Oleh karena itu kita harus segera menunaikan janji yang pernah kita ucapkan, walaupun kita sudah terlambat. "

"Tenanglah wahai permaisuri ku karena tidak ada kata terlambat. Kita masih banyak waktu. Tidak baik melakukan sesuatu dengan terburu-buru,". Bantah Raja Yeonggi menenangkan perasaan istrinya.

"Bukan masalah terburu-buru yang mulia, tapi janji kita harus segera dipenuhi tepat pada waktunya, Bukankah kita sudah berjanji akan melunasinya setelah putri kita berusia dia bulan. Aku takut yang mulia, aku takut sesuatu melanda kita jika tidak segera menepati janji kita," ujar permaisuri dengan diliputi perasaan cemas.

"Percayalah, tidak akan pernah terjadi apa-apa pada kita. Bukankah anak kita adalah titipan Dewa?"

"Justru itu yang mulia... "

Belum selesai Ratu mengucapkan kata-katanya, tiba-tiba saja putri mahkota yang berada di gendongan Raja menangis.

Tangisan itu dibarengi dengan suara Raja yang berusaha menenangkan bayi yang ada dalam gendongannya itu.

"Cup ... Cup... Cup... sayang diamlah, Aduh sayangku mengapa tiba-tiba menjadi rewel? Diamlah puteriku yang cantik, diamlah sayang!" Suara permaisuri begitu lembut, tapi tangisan sang puteri terus menjadi-jadi, sehingga membuat suasana sedikit tegang.