Anna pun langsung mengangguk demi bisa keluar dengan cepat dari tempat terkutuk ini.
Setelah itu ia mengikuti pelayan Cha dengan patuh.
Tidak lama kemudian, mereka berhenti di depan hutan bambu yang menjulang tinggi berjejer dengan sangat rapi.
Anna semakin kaget saat melihat hutan bambu itu tiba-tiba terbagi dua. Seketika itu ia mundur kebelakang beberapa langkah dengan ekspresi ketakutan.
"Pintu sudah terbuka!" Kata pelayan Cha sambil menoleh kearah Anna.
"Dimana?" Tanya Anna yang belum bisa melihat adanya sebuah pintu.
Pelayan Cha pun menunjuk kearah depan, seketika itu muncul dua gapura yang besar dan menjulang tinggi.
Mata Anna melotot dan nafasnya mulai tidak beraturan karena ketakutan.
'Seingatku tidak ada gerbang seperti ini waktu aku masuk, tapi kenapa sekarang ada? Apa yang terjadi?'Batin Anna.
"Nona ... "
Suara pelayan Cha menyadarkan Anna dari lamunannya, ia langsung mendekat kearah pelayan Cha.
"Silahkan lewati dua gapura itu, maka nona akan berada di dunia manusia." Kata pelayan Cha.
"Iya."
Dengan sedikit ragu, Anna pun segera berjalan menuju dua gapura itu.
Beberapa saat kemudian. Ia sudah melewati gapura itu. Ia kembali terkejut saat berbalik dan tidak menemukan gapura itu lagi.
'Astaga ... Ini seperti mimpi. Apa aku benar-benar sudah berada di dunia manusia?' Batin Anna sambil menatap kesemua penjuru hutan itu.
Setelah yakin kalau itu dunia manusia, Anna segera berjalan untuk menemukan jalan menuju pedesaan yang ada di wilayah kerajaan Daeksu.
Yang ia tahu, kalau hutan larangan ada di daerah paling ujung dari kerajaan Gyongje.
Setelah menempuh perjalanan yang panjang. Anna akhirnya sampai di desa. Ia menutup wajahnya dengan kain gaunnya yang ia robek.
"Permisi paman ..." Anna mencoba menyapa salah satu warga yang sedang duduk sambil memotong kayu di halaman rumahnya.
Lelaki paruh baya itu pun menghentikan kegiatannya, ia lalu menoleh kearah Anna dengan ekspresi yang rumit. Ia menunjukkan sikap waspada karena Anna terlihat sangat mencurigakan.
"Ada apa nona?" Tanya lelaki paruh baya itu.
"Apa paman tahu siapa nama raja kerajaan Daeksu?" Tanya Anna.
"Raja Sunjong ... " Jawab lelaki paruh baya itu.
Hati Anna langsung sakit mendengarnya, ia tidak rela melihat orang yang sudah membunuh ayahnya dengan kejam naik tahta.
"Tapi, yang aku dengar kalau raja kerajaan Daeksu adalah Raja Sujin. Kenapa bisa berubah?" Tanya Anna lagi yang ingin mengoreksi lebih dalam apa yang sudah terjadi dalan waktu satu malam dua hari.
Ekspresi lelaki paruh baya itu menjadi sedih.
"Ada apa?" Tanya Anna dengan bingung.
"Raja Sujin yang bijak sana sudah meninggalkan setahun yang lalu. Mereka di bunuh oleh sekumpulan pengkhianat yang di pimpin oleh tuan Putri Anna Lee yang haus akan kekuasaan. Tapi, aku tidak percaya kalau tuan putri yang lembut itu bisa melakukannya. Sayangnya, semua masyarakat mempercayai berita itu. Bahkan, pihak kerajaan mengadakan sayembara bagi siapa saja yang menemukan tuan putri Anna Lee maka akan diberikan imbalan yang besar. " Kata lelaki paruh baya itu sambil menunduk sedih.
Kaki Anna Lee terasa lemas. Ia ingin menangis tapi ia tahan sekuat tenaga. Ia kaget mendengar kematian Ayahnya yang sudah terjadi setahun yang lalu. Dan yang terburuk adalah, ia menjadi buronan kerajaan.
"Setahun yang lalu? Bukannya dua hari yang lalu? Memangnya ini tanggal berapa?" Tanya Anna setelah mengendalikan emosinya.
Belum sempat menjawab pertanyaan Anna, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari penduduk desa.
Anna dan lelaki paruh baya itu langsung menoleh kearah sekumpulan prajurit yang sedang menarik beberapa perempuan muda dengan kedua tangannya diikat.
Seketika itu, lelaki paruh baya itu menarik Anna untuk masuk ke dalam rumahnya yang kecil. Anna pun segera mengikuti lelaki itu tanpa banyak tanya.
Setelah itu Anna mengintip dari balik jendela bersama lelaki itu.
"Tolong ... " Para gadis muda itu berteriak minta tolong. Mereka menangis ketakutan sambil menoleh kearah belakang.
Mereka berharap kedua orang tua mereka menolong mereka. Sayangnya, yang berusaha menghalangi malah dibunuh dengan kejam.
"Ayo jalan! " Teriak prajurit yang berada di bagian belakang.
Para gadis muda itu pun tersentak ketakutan melihat cambuk yang ada di tangan prajurit itu. Mereka pun terpaksa berjalan dengan patuh sambil menangis.
"Anakku ... "
Para orang tua gadis-gadis itu hanya bisa berteriak memanggil anak mereka sambil menangis.