*krik krak tik*
Suara retakan kayu yang terbakar oleh api unggun terdengar dikarenakan sangat sunyi di sini. Aku menatap api unggun melihat retakan kayu yang terbelah.
"Sudah saat nya gantian ya?"
"Aku akan membangunkan mereka."
Ketua membangunkan mereka bertiga. Mereka bangun dan mereka bertiga kemari, Lalui dan Vuei sepertinya masih mengantuk.
"Baiklah giliran kami yang berjaga." Sahut Rod.
"Ya, tolong."
Kami bertiga kemudian tidur berdekatan sementara mereka yang berjaga. Aku memejamkan mataku dan perlahan kehilangan kesadaran dan tertidur.
....
....
..
"Berjanjilah kepadaku!"
Huh!?
......
......
......
"Re!... Rei!... bangun Rei!"
Aku membuka mataku dengan terkejut.
"Huh!?"
"Sampai kapan kau mau tidur disini."
Aku menoleh ke arah orang yang menegurku dan itu adalah Vuei. Aku kemudian bangun dan melihat semua sudah bersiap untuk berangkat.
Setelah membereskan tempat tidur aku kemudian membasuh mukaku di tepian sungai lalu ke kereta kuda. Ketua sedang memasang kembali tali kereta ke kuda dan yang lainnya sedang menunggu di atas kereta.
"Pagi Rei."
"Maaf ya kalian jadi menunggu."
Aku kemudian naik ke kereta kuda dan kemudian duduk di samping Nocsa.
"Gapapa lagian kita belum berangkat."
Ketua selesai mengikat tali nya dan naik ke atas kereta kuda dia mengatakan. "Sudah siap semuanya? Ayo kita pergi."
Kereta kuda mulai berjalan dan jalan nya lebih cepat dari yang kemarin.
Setelah sekitar satu jam berjalan akhirnya kami sampai di desa Barni. Kereta kuda masuk ke desa dan terhenti di depan seseorang yang seperti memberi isyarat untuk berhenti.
"Apa kalian yang mengantar kan potion?"
"Ya."
Kami akhirnya turun dari kereta kuda. Aku dan Rod membawakan kotak berisikan potion ke dalam toko orang yang menghentikan kami tadi.
"Heran juga ya ada toko potion di desa, kukira hanya ada di kota-kota."
"Apa ada pembeli di desa ini?"
Si pemilik toko menjawabnya saat dia sedang memeriksa isi dari kotak tersebut. "Pedas sekali omonganmu ya, tentu saja ada pelanggan yang mampir nona muda."
Setelah dia mengecek isi nya dan dirasa tidak ada yang kurang dia lalu mempersilahkan kami pergi.
"Baik, sepertinya sesuai pesanan kalian boleh pergi."
"Ya."
kami kemudian keluar dari toko itu dan mencari toko makanan setelah menemukannya kami masuk dan duduk di meja besar.
"Selamat datang."
Pelayan datang menghampiri kami.
"Mau pesan apa?"
"Aku pesan daging panggang. Kalau kalian?" Jawab ketua.
"Aku sama."
"Aku juga."
Semua menjawab jawaban yang sama dan giliranku.
"Kalau Rei?"
"Aku juga sama."
"Baiklah 6 daging panggang."
Pelayan tersebut mencatatnya dan kembali ke tempatnya. Tak lama menunggu pesanan kami tiba.
"Silahkan di nikmati." Jawab si pelayan.
Daging ini terlihat seperti daging panggang tapi tidak terlalu di panggang. Seperti di rebus.
"Selamat makan."
Saat memakannya rasanya enak sekali seperti daging sapi dan empuk sekali seperti dagingnya berisi air. Ini daging panggang atau daging rebus?
Setelah makan kami kemudian menuju tempat yang di katakan di quest dari desa Barni kami berjalan ke arah barat.
Kami berjalan kaki sementara kereta kuda dititipkan di tempat orang yang menjual potion.
"Oh iya Rei itu pedang mu beli dimana? Kelihatannya bagus."
"Ini pemberian ibu ku."
Walau bukan ibu kandung dia sudah ku anggap seperti ibuku di dunia ini.
"Begitu ya jadi itu pedang warisan?"
"Ya."
Lalui berjalan agak cepat agar sejajar dengan ku dan dia bertanya. "Rei sendiri sudah berapa lama jadi petualang?"
"Hmm berapa lama ya? Entahlah kira-kira sudah mau 1 bulan, mungkin."
Lalui menggenggam tongkatnya dan wajahnya tersenyum dia mengatakan. "Sama ya aku juga baru 1 bulan."
"Begitu ya?"
Ketua yang memimpin di depan menghentikan langkah kakinya dan mengambil posisi sedikit menunduk, kami ikut berhenti mengikuti gerakannya.
Nocsa mendekati ketua dan mengatakan sesuatu dengan nada kecil. "Ada apa?"
"Coba perhatikan perasaanku saja atau tanahnya bergetar."
Kami semua melihat kebawah tanah memperhatikan apakah tanahnya bergerak. Saat memperhatikan tanah kulihat sepertinya memang berguncang kecil dan itu semakin besar seperti gempa.
"Ada yang datang berhati-hatilah!"
Saat Rod mengatakan itu semua berada di posisi tempurnya menggenggam senjata masing-masing sambil mengawasi sekitar kami berhati-hati akan apa yang akan menanti.
Guncangan nya semakin besar lalu dia datang.
*duaaaaarrrr!!*
"Uwah!"
"Kyaaa!"
"Cih."
Sesuatu datang dari bawah tanah tepat di atas kami membuat kami semua terlempar terpecah. Aku menangkis sesuatu yang ingin mengenaiku dari bawah dan aku mendarat di tanah dengan selamat.
"Semua nya tidak apa-apa?." Teriak ketua.
"Ya."
"Begitulah."
Itu adalah tikus tanah? Bentuknya seperti hewan di duniaku tapi ini lebih besar. Dia mempunyai mata yang berwarna merah terang bentuk nya seperti kelereng dan yang lebih menarik perhatianku adalah tangan nya.
Jadi yang kutangkis tadi adalah tangan nya? Kulihat wajar saja bentuknya besar dan tajam seperti terbuat dari besi.
"Itu tikus tanah nya! Kita akan mengalahkannya bersamaan. Vuei dan Lalui sedikit menjauh ke belakang sebagai support. Barisan depan aku, Nocsa, dan Rei. Rod kau bantu kami dengan sihir mu!"
Ketua meneriakkan itu dan semua bergerak mengikuti nya.
"Aku mengerti."
"Ya."
"B-baik."
Tikus tanah itu tidak tinggal diam dia mulai bergerak mengejar Vuei dan Lalui yang ingin pergi sedikit menjauh. Ketua lalu menebas nya dengan ayunan pedang nya dari belakang tikus itu. "Saaahh!"
Merasa disakiti tikus tanah itu menoleh ke arah belakangnya dan membuka mulut nya mengeluarkan bunyi "srrrhhhsssshh!" Di saat yang bersamaan lingkaran sihir keluar dari depan mulut nya menembakkan sihir ke arah ketua.
Ketua menyadarinya dan dia menghindarinya dengan melompat ke belakang, saat itu juga Rod menyelesaikan mantranya dan melepaskan sihir ke arah kepala tikus tanah itu. Membuat ledakan setelah sihir itu mengenai kepalanya tapi itu tidak membuat tikus tanah itu kewalahan justru semakin marah akibat serangan dari Rod.
Baru kali ini aku melihat hewan maksudku monster yang bisa menggunakan sihir. Berbeda dengan monster-monster yang kulawan sebelumnya.
Di lihat dari keseimbangan party ini menurut ku tidak terlalu buruk. Aku, ketua, dan Nocsa sebagai penyerang. Vuei memakai busur dan Rod yang membantu dari jauh dan juga pengguna sihir penyembuh Lalui sebagai support.
"Cat adaptation!"
*sring*
Aku memakai sihir peniru insting kucing. Dengan begini aku bisa bergerak dengan cepat dan kalaupun jatuh bisa mendarat dengan selamat.
Nocsa berlarian ke tikus tanah itu dan menyerangnya. "Hyaah!" Dia berputar saat menyerang mengenai lengan tikus tanah itu dan dia kemudian berlari menjauh.
Selama Rod tidak merasakan dirinya menjadi sasaran tikus tanah itu. Dia selalu melapalkan mantra sihir nya. Dia mengarahkan tongkatnya ke tikus tanah itu. "Divine light!" Lingkaran sihir keluar dan menembakkan sihir ke arah tikus tanah itu.
Dia menangkis nya dengan tangan nya. Sekali lagi ledakan itu membuat nya tidak nyaman. Dia lalu menggali tanah dan masuk ke dalam tanah membuat bekas lubang besar.
"Hati-hati! Dia akan muncul mendadak seperti tadi." Teriak ketua memperingatkan kami.
Tanah mulai bergetar aku menyadari nya dia berada tepat di bawahku. Ini mungkin karena aku memakai sihir insting? Aku kemudian menggenggam pakaian Rod yang ada di sampingku lalu ku lempar dia menjauh dariku.
*duuuaaaarrr!*
Dia keluar tepat di bawahku dengan tangan nya bergerak seperti mau menusuk ku, aku menangkis nya dengan pedang ku dan menggunakan wajahnya sebagai pijakan untuk melompat ke belakang.
Saat melompat panah Vuei mengarah ke tubuh tikus itu. Dan aku mendarat di samping Rod.
"Kau tidak apa-apa?"
"Ya, tenang saja."
Ada luka gores di lengan kananku saat menangkis serangan tikus tanah tadi cakar tangan kirinya mengenai ku sedikit saat mau melompat.
Ketua dan Nocsa sedikit menyibukkan tikus tanah itu dan Vuei terus memanah tubuh besar tikus tanah itu. Aku mengambil botol potion di tas belakangku dan meminumnya sampai habis.
Setelah menghabiskannya aku memasukkan kembali botol itu ke dalam tas ku. Hmm... loh tidak ada yang terjadi, lukanya tidak sembuh dan masih tetap seperti itu.
"Kau benar-benar tidak apa-apa? Lukamu terus mengeluarkan darah."
"Tenang saja hanya luka goresan, yang lebih penting kita harus menemukan kelemahan monster ini. Dia di tebas dan terkena serangan masih saja tetap berdiri."
"Ya, sudah ku amati dari jauh tapi aku belum menemukannya."
"?!"
Tikus itu mengeluarkan lingkaran sihir dan menembakkan nya ke arah kami berdua. "Awas!" Rod dengan sigap ke depanku dia mengeluarkan sihir pelindung, menangkis sihir dari tikus itu.
"Merepotkan ya."
"Tidak, syukurlah dia mengarahkannya ke kita berdua, bisa beda ceritanya kalau itu di arahkan ke Vuei atau Lalui mereka tidak punya sihir pelindung."
Aku melihat ke arah Vuei dan Lalui mereka sepertinya tidak apa-apa dan sepertinya Rod mulai kelelahan.
"Kau kenapa?"
"Hah..ha.. mana ku mulai menipis."
Oh iya aku lupa kalau penyihir memerlukan mana sebagai bayaran mengaktifkan sihir.
"Fire knife!"
*wussh*
Aku mendengar Lalui melapalkan mantra itu dan sihir itu mengenai tikus tersebut. Tikus itu meraung marah ke arah Lalui.
"Kemana kau melihat huh!"
*zrassh*
Ketua menyerang tikus itu selagi dia meraung. Aku langsung berlarian ke arah tikus itu selagi dia membalas serangan ketua. *sring*
Lengan tikus itu terpotong karena tebasan ku. Ku rasa aku akan mencobanya sihir yang baru kubaca di buku itu.
Aku kemudian berlarian menjauh dan berlarian ke arah tikus itu bersiap untuk menebas nya sekali lagi. Tikus itu lagi-lagi mengeluarkan sihir dari mulut nya dan mengarah kan nya ke arah ku.
Belum sempat sihir itu terlepas sihir Rod lebih dulu mengenai kepala tikus itu dan sihir nya terhenti.
"Itu sihir terakhir ku, habis dia!"
"Ya."
Aku melempar pedang ku seperti melempar tombak ke arah tikus itu dan mengenai bagian seperti lehernya di saat bersamaan aku mengulurkan tanganku dan mengeluarkan sihir bertipe air.
"Ice spike"
*tusk tusk tusk*
Lingkaran sihir muncul dari bawah tikus itu dan mengeluarkan duri es sebanyak 3 duri yang berukuran sedang. "Hanya 3? kukira akan ada banyak yang keluar." Itu yang ku pikirkan saat melihat sihir nya bekerja.
Saat pergerakan tikus tanah itu terhenti aku dengan cepat meraih pedangku yang tertancap di leher tikus tanah itu. Aku menekan dan menebasnya sehingga kepalanya terputus.
*zrisst* suara putusnya kepala tikus tanah itu di ikuti dengan darah yang keluar.
*bruk*
Tubuh tikus tanah itu terguling jatuh ke tanah dengan kepala nya yang terputus di samping nya.
"Selesai?"
"Ya. Sepertinya."
Kami kemudian berkumpul di depan tikus tanah itu melihat apakah dia benar-benar mati. Ketua mendekati tikus tanah itu untuk memastikannya dia mengatakan. "Dengan begini quest nya selesai."
Lalui melihat ke arah tangan ku yang berdarah dan dia mengatakan dengan terkejut. "Rei kau terluka!"
"O-oh ya, cuma tergores tadi."
"Itu gak baik, sini biar ku sembuhin."
Aku kemudian di suruh duduk dan mengulurkan tangan yang terluka, Lalui mendekatkan telapak tangannya dan melapalkan mantra penyembuh. "Dengan cahaya dewa tolong berikan keajaiban dan sembuhkan luka temanku. Heal!"
Lingkaran sihir yang keluar dan mengeluarkan cahaya penyembuh sedikit demi sedikit goresan yang ada di tangan ku mulai tertutup.
Sambil melihat Rod mengatakan. "Aku gak menyangka kau bisa menggunakan sihir Rei. Kau membuatku terkejut tadi."
Vuei pun mengatakan hal yang sama. "Iya, kukira kau hanya bisa mengayunkan pedang seperti Nocsa."
"Candaan mu itu." Nocsa melihat sedikit kesal ke arah Vuei yang mengatakan cuma bisa mengayunkan pedang.
"Aku juga baru-baru ini belajar sihir jadi belum banyak yang ku ketahui."
"Ah! Rei matamu berubah apa itu juga sihir?" Tanya ketua sambil menunjuk ke mataku.
"Oh ini...."
"Sihir insting." Jawab Rod. "Sihir tanpa elemen dan membuatmu dapat menggunakan insting dari hewan yang diinginkan. Benar kan?" Jelasnya.
"Ya benar. Seperti yang di harapkan dari seorang penyihir."
"Tapi kenapa cuma matamu saja yang berubah? Seharusnya kau juga akan memiliki kuping dan ekor kucing."
"Yah, kata bu Koeirne ada gangguan mana di tubuhku makanya sihirnya tidak sepenuhnya bekerja."
"Begitu."
"Baik, sudah selesai."
Setelah Lalui selesai menyembuhkan ku aku menurunkan tangan ku. "Makasih."
"Jadi gimana? Kita langsung pulang?" Tanya Vuei.
"Sebelum itu bantu aku memasukkan tikus tanah itu ke dalam lubang. Kalau di biarkan saja nanti penduduk desa bisa marah."
"Kalian para laki-laki saja yang melakukannya. Aku dan Lalui kembali duluan ya." Vuei mengatakan itu sambil menarik Lalui. "Ayo Lalui."
"Eh! Ya."
Setelah membersihkan pedang dari darah. Kami menyeret tikus tanah itu ke dalam lubang yang dia buat. Setelah selesai kami pun kembali dan melihat Vuei dan Lalui yang sudah duduk di atas kereta kuda.
"Lama! Kalian lama sekali." Tutur Vuei kesal menunggu di atas kereta. Ketua menjawab nya sedikit menyinggung. "Kalau kau membantu tadi, bisa selesai dengan cepat. Oh iya aku lupa kalau wanita takut sama tikus."
"Bukannya aku takut!"
"Terus kenapa kau lari menjauh tadi?"
"Itu kan kau yang suruh bodoh."
Kami bertiga naik ke atas kereta kuda dan Lalui mengatakan sesuatu kepadaku dengan tersenyum. "Terima kasih atas kerja kerasnya."
"Hm... ya."
"Sudahlah bisa kita berangkat sekarang ketua?" Nocsa mengatakan itu selagi mereka berdebat.
"Iya-iya. Apa kalian sudah siap? Nah, Ayo pulang."
Suara kuda berbunyi dan kereta mulai berjalan. Kami kembali ke kota Mhairoe dengan cepat.