Chereads / Apakah Dunia Ini Dunia Lain? Ataukah Mimpi? / Chapter 15 - Chapter 15 : Bantuan yang diharapkan

Chapter 15 - Chapter 15 : Bantuan yang diharapkan

"Dengan cahaya dewa, beri aku kekuatan untuk menusuk musuhku. Light needle!"

Dia merapalkan mantranya, setelah selesai, lingkaran sihir muncul dan mengeluarkan cahaya berbentuk seperti jarum besar. Sihirnya melesat cepat mengenai perut monster raksasa itu, monster itu terluka tapi tidak terlalu membuatnya kesakitan. Reaksinya biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.

Dia lemas setelah menggunakan sihirnya. Nafasnya terengah-engah seperti sehabis berlarian dengan waktu yang lama. Dia kemudian terduduk dan mencoba berdiri menggunakan tongkatnya sebagai pegangan. Tapi tubuhnya yang lemas membuatnya malah tersungkur dan dia pingsan tak sadarkan diri.

"Oi! Kau tidak apa-apa!?"

Teman sepetualangannya menegur dia yang terbaring jatuh. Dia tau kalau temannya pingsan karena kelelahan akibat mananya terkuras habis. Dia menghadap kedepan melihat monster raksasa itu meninju ke tanah. Tidak, monster raksasa itu meninju orang yang ada di bawahnya.

Sisanya, tinggal satu kali lagi, kalau kugunakan sihir serangan, aku juga akan pingsan setelahnya. Setelah itu? Bagaimana kalau monster itu menembakkan bola sihirnya kesini dan aku tidak menangkisnya? Aku akan mati?

Dia lalu menoleh ke arah kirinya, dia melihat para petualang lain masih dalam keadaan baik-baik saja dan tidak ada yang terluka. Itu adalah kelompok Rei dan teman-temannya.

Aaaa.... sial... tidak apa-apa, kalaupun aku pingsan yang lainnya pasti akan membawaku ke tempat yang aman.

Dengan kepercayaan diri dia merapalkan mantra nya.

"Api yang menghanguskan segalanya, muncullah dan bakar habis musuhku. Fire ball!"

Bola api yang berukuran sebesar bola kaki tercipta dan melesat cepat ke arah kepala monster raksasa itu. Tapi di sengaja atau tidak, monster raksasa itu bergerak ke arah kirinya meninju orang yang ada di bawahnya. Bola api itu melesat melewati bagian kanan kepala monster raksasa tersebut.

Cih.... jangan bercanda.... meleset? Serangan terakhirku meleset? Sialan!

Penyihir itu ambruk dan pingsan setelah melihat sihirnya meleset tak mengenai monster raksasa itu.

Dari 15 monster undead kera yang menyerang, tersisa sekitar 7 monster undead kera. Komandan yang menyerangnya sembari berlarian ke arah monster raksasa itu.

Komandan menebas kaki monster raksasa itu dengan sekuat tenaga. Monster raksasa itu meninju di mana komandan berdiri tapi komandan bisa menghindarinya dengan melompat kebelakang menjauh dari arah tinjuan yang datang.

Rei yang melihat para prajurit sedang bertarung melawan undead kera itu berkata. "Kita tidak bisa berdiam di sini terus menerus, kita harus ikut membantu."

Mendengar perkataan Rei, ketua Tazpe mengangguk setuju dan mengatakan. "Ya, kau benar."

"Rod! Kau tetap di sini, tolong lindungi yang lainnya, kami akan maju kesana."

"Ya, walau tak diminta pun aku akan melakukannya."

"Terima kasih."

Rei menarik keluar pedangnya dari sarung nya dan langsung berlarian ke depan diikuti ketua Tazpe dan Nocsa di belakang.

*sring!*

Tebasan pertama Rei mengenai leher salah satu monster kera itu. Kepala nya terlepas dan jatuh ke tanah tapi tubuh nya masih berdiri tegap dan mencoba menghajar Rei.

Sudah ku duga walau kepala nya terlepas, tubuh nya masih bisa bergerak secara normal. Dan tidak ada darah yang mengalir, ini benar-benar undead sungguhan.

Saat Rei menghindari pukulan dari undead kera itu, ketua Tazpe yang baru saja menebas salah satu undead berkata. "Kau harus membelah tubuh nya menjadi dua bagian, atau menghancurkannya. Kalau kau memotong kepala nya atau menusuk jantungnya itu adalah hal yang sia-sia."

"Aku mengerti."

*sring!*

Rei menebas kan pedang nya, membelah undead kera itu menjadi dua bagian. Satu, dua, empat. Satu per satu undead kera yang ada di sekitar nya dibasmi habis.

*sring!*

"Apa kau tidak apa-apa?"

"Y-ya, tadi itu hampir saja. Terima kasih."

Rei menebas undead kera yang terakhir dari belakang yang sedang berhadapan dengan salah satu prajurit.

Ini yang terakhir, sisanya tinggal monster besar yang di sana.... oh iya!

Saat Rei melihat monster raksasa itu, dia mengingat Savie. Rei menoleh ke berbagai arah mencari dimana Savie berada.

Dari tadi aku tidak melihat nya, dimana dia?..... itu dia, ngapain dia berdiam diri tak melakukan apapun? Perasaan ku saja tapi dia seperti nya sedang mengawasiku?

Savie berdiri jauh dari Rei, matanya melirik mengawasi Rei dari kejauhan sementara yang lainnya berusaha melawan monster raksasa. Saat Savie tau Rei melihat nya dia bergerak berlari ke arah monster raksasa itu.

"Hyaaaaaaahh!"

*zrist*

Komandan menyerang monster raksasa itu dengan pedang besarnya. Dia melompat menebas bagian perut samping kanan monster raksasa tersebut.

"Ha!.... ha!.... ha! Jangan bilang kalau monster satu ini juga tipe yang mempunya inti. Sangat merepotkan."

Lelah, letih, itu yang di rasakan komandan dan pasukannya melihat pertarungan yang berlangsung lama. Tak lama komandan berdiam diri mengawasi monster raksasa itu, ke empat orang yang ditugaskan menyisir hutan kembali secara bersamaan.

"Komandan!"

"Bagaimana?"

"Sudah kucari disemua sudut hutan ini tapi aku tak menemukan seorang pun yang mencurigakan di sekitar sini."

"Ya, saya juga."

"Begitupun dengan saya."

"Begitu 'kah?"

Kalau dia tidak ada di sekitar sini lalu bagaimana para monster ini datang secepat ini? Apa dia langsung pergi setelah memanggil para monster ini? Tidak, dia bukan tipe seperti itu, setidaknya membuat salah satu dari kami terluka barulah dia puas dan pergi.

"Apa yang akan kita lakukan komandan?"

"Lupakan soal wanita itu, tugas kita sekarang adalah membunuh monster raksasa ini.....!"

"Aaaaaaa....!!!"

Monster raksasa itu mencabut sebuah pohon besar dan memukul orang yang ada di bawahnya mengunakan pohon tersebut. Prajurit yang terkena pohon tersebut langsung tewas karena tidak sempat menghindar. Setelah monster raksasa itu memukul yang ada di bawahnya, dia melempar pohon tersebut ke arah komandan.

Dengan cepat komandan dan bawahannya menghindari pohon yang terbang melayang menghampiri mereka. Setelah komandan menghindari pohon besar itu, komandan melihat seorang pemuda berlarian menuju ke arah monster raksasa itu. Dia berhenti dan mengulurkan tangan kirinya ke atas seperti membidik monster raksasa itu.

"Ice prick!"

Setelah dia meneriakan itu, lingkaran sihir muncul di depan telapak tangannya, mengeluarkan bongkahan es meruncing seperti tombak kecil sebanyak 1 buah. Es itu langsung melesat ke arah monster raksasa itu dan menusuk dada kiri nya. Setelah dia melihat sihir nya aktif dia berkata.

"Cuma satu?!"

Anak itu? Dia mengaktifkan sihir dengan tangan kosong? Terlebih lagi tanpa rapalan?

Komandan yang melihat nya terheran sejenak dan memalingkan wajah nya ke kiri dan ke kanan melihat pasukannya yang sudah sangat kelelahan dan formasi pun sudah tidak karuan. Pertarungan pertama tadi cukup membuat mereka kewalahan dan membuang banyak tenaga.

"Kita serang monster ini bersamaan."

"Ya."

Komandan beserta bawahannya mulai menyerang monster raksasa itu. Monster raksasa itu kembali mencabut sebuah pohon dan menggunakannya sebagai senjatanya dan mengayunkannya kesana dan kemari layaknya sebuah gada.

Rei yang menyerang monster raksasa itu berhenti sesaat dan melihat ke arah Savie yang jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Lagi dan lagi, Savie mengawasi Rei yang sedang bertarung.

Apa yang di lakukan nya? Dia dari tadi mengawasiku?

Sesaat Rei berdiam diri berpikir seperti itu, tanpa Rei sadari pohon yang menjadi gada raksasa itu berayun ke arah nya dengan sangat cepat.

"Rei awas!!"

Mendengar teriakkan dari Nocsa, Rei langsung berpaling ke arah datang nya pohon itu. Rei sempat menahannya dengan pedangnya tapi karena terlalu kuat Rei terpental jauh, tubuh Rei yang terguling-guling menyentuh tanah dengan cepat akhirnya berhenti.

"Rei!"

Melihat hal itu, ketua Tazpe dan Nocsa segera menghampiri Rei yang terbaring di atas tanah. Ketua melihat Rei seperti menahan rasa sakit, lalu ketua bertanya.

"Oi Rei! Apa kau baik-baik saja?!"

"Y-ya, tidak apa-apa, aku baik-baik saja."

"Apa nya yang baik, tubuh mu bergetar seperti itu." Sahut Nocsa.

"Ya."

Ketua lalu mengangkat Rei dan berniat membawanya ke tempat Lalui dan yang lainnya.

"Turunkan aku, aku baik-baik saja, hanya pusing sedikit."

"Sudah diamlah, aku tau bagian dalammu pasti terluka."

Sambil membawa Rei, ketua segera berlarian ke tempat Lalui dan yang lainnya. Nocsa membawakan pedang Rei yang tergeletak dan menyusul dari belakang.

Saat sampai di tempat Lalui dan yang lainnya Rui bertanya dengan khawatir. "Ada apa? Apa yang terjadi?"

"Kenapa dengan Rei?!" Tanya Lalui khawatir.

Semua menanyakan hal yang sama, walau Rod berdiri di depan semuanya untuk mengawasi monster raksasa itu, dia sedikit menoleh melihat ke arah Rei. Ketua yang menggendong Rei menurunkannya secara perlahan dan berkata. "Rei terkena hantaman pohon monster itu tadi dan terpental jauh. Tolong obati dia."

Tanpa basa-basi Rui langsung menggunakan sihir 'heal' untuk menyembuhkan Rei. Lalui pun melakukan hal yang sama, dia dengan cepat merapalkan mantra nya. "Dengan cahaya dewa, tolong sembuhkan luka temanku. Heal!"

Sementara Lalui dan Rui menyembuhkan Rei, ketua berpaling pandangan melihat monster besar itu. Walau dari kejauhan suara teriakan komandan pasukan masih bisa terdengar dengan jelas.

"Jangan terlalu dekat dengannya! Serang kalau ada kesempatan! Jangan gegabah!" Teriak komandan.

Vuei menarik anak panahnya dan kemudian melepaskannya menyerang monster raksasa itu. Setelah anak panahnya terlepas dan mengenai monster raksasa itu, Vuei berkata dengan nada kesal. "Gak guna! Serangan ku gak ada rasanya!"

Beberapa anak panah yang di lepaskan oleh Vuei hanya sedikit yang mengenai monster raksasa itu, dan sisanya hanya melesat melewati nya. Walaupun ada anak panah yang mengenai tubuh besar monster raksasa itu, rasanya seperti tidak terjadi apa-apa.

"Sudah kubilang jangan buang-buang anak panahmu, tapi kau masih saja keras kepala." Jawab Rod dengan nada sedikit kesal.

"Tapi kan...."

"Rod benar, jangan sia-sia kan anak panahmu. Lebih baik diam dan amati saja." Sahut ketua.

Vuei tak membantah nya, dia juga tau kalau yang di lakukan nya adalah hal yang tidak masuk akal. Memanah dari jarak sejauh ini sudah pasti sulit baginya, apalagi serangan yang ia luncurkan hanyalah serangan biasa. Di pikirannya, andai saja dia bisa menggunakan kemampuan memanah, pasti bisa membantu walau hanya sedikit.

Kalau begini terus satu per satu prajurit disini akan mati. Apa aku harus memerintahkan untuk mundur? Tidak, kalau monster ini mengikuti sampai ke kota, korban jiwa bisa bertambah banyak.

Komandan membulatkan tekad nya walau harus mengorbankan semua prajurit dan petualang bahkan dirinya sekalipun. Monster ini harus di kalahkan di sini tanpa terkecuali.

"Komandan... itu?!"

Bawahan komandan menunjuk ke atas langit, saat komandan menoleh ke arah yang ia tunjuk, komandan melihat sesuatu yang bersinar dan asap berwarna merah memanjang seperti ekor saat sinar itu naik ke atas.

Itu kan?!

Komandan terkejut saat melihat nya sekaligus perasaan senang yang bercampur. Komandan tau itu adalah sinyal yang di tembakan oleh pasukan yang lainnya.

"Cepat tembakan juga sinyal nya!"

Dengan segera komandan memerintahkan bawahannya untuk menembakkan sinyal yang sama. Bawahannya mengeluarkan tongkat berwarna merah dengan panjang tongkat tersebut adalah 25 cm. Dia kemudian memegang tongkat itu dengan kedua tangan nya dan memutar tongkat itu secara berlawanan.

Setelah itu, dia mengangkat tongkat itu ke atas. Hanya jeda beberapa detik sejak ia memutar tongkat merah itu dan mengangkatnya ke atas, sesuatu keluar dari dalam tongkat tersebut.

Itu adalah batu sihir. Layaknya sebuah kembang api, batu sihir itu melesat cepat ke atas langit dan mengeluarkan asap berwarna merah yang menjadi ekor dari batu sihir tersebut. Jika di perhatikan, lebih tepatnya itu lebih mirip seperti flare.

"Kalian semua cepat mundur pergi menjauh dari sini!"

Komandan meneriakkannya dengan keras, mereka semua yang mendengar suara itu langsung menurutinya dan pergi menjauh dari posisi monster raksasa itu.

Mereka berpencar kesana kemari. Tak peduli kemana arah mereka pergi, mereka hanya pergi menjauh dari monster raksasa itu.

"Ada apa ini?!"

"Mungkin karena asap itu?" Ketua Tazpe menunjuk ke arah flare yang meninggi ke atas langit.

Itu? Apa itu batu sihir? Aku pernah dengar kalau ada batu sihir yang bisa berasap.

"Apa itu semacam sinyal? Atau apa?"

Saat Rod berkata seperti itu, sesuatu lewat dari atas mereka dengan cepat dan menghasilkan angin yang berlawanan saat dia melewati mereka.

Perempuan itu terbang dengan cepat ke arah monster raksasa itu. Dia lalu menyerang wajah monster itu dengan sihir nya dan membuat sebuah ledakan api. Saat dia selesai mendaratkan serangannya, dia terbang ke atas lalu berputar menjauhi monster raksasa itu. Seperti pesawat tempur yang selesai menembakkan rudal nya.

Monster raksasa itu meraung kesakitan mengeluarkan suara khasnya. Saat dia selesai meredakan rasa sakitnya, dia melihat ke arah perempuan kecil itu yang terbang melayang di hadapannya. Raksasa itu mengeluarkan ekspresi marah melihat perempuan itu karena sudah berani melukai nya. Dia kemudian berjalan, berusaha meraih perempuan itu dengan tangannya.

Perempuan yang terbang melayang itu mengamati pergerakan monster raksasa tersebut yang sedang berjalan ke arahnya, dia pun berkata. "Hmm... masih bisa bergerak ya? Bagaimana dengan yang ini?"

Dia mengulurkan tongkat nya ke depan dan mulai merapal mantra sihirnya.

"Sihir angin..."

3 buah lingkaran sihir tercipta di hadapannya.

"Wind slash!"

Dia mengucapkan nya sambil menganyunkan tongkatnya. Seketika langsung muncul sesuatu berwarna hijau muda berbentuk garis lurus yang sedikit melengkung seperti bulan sabit sebanyak 3 buah dari dalam lingkaran sihir tersebut.

Sihir itu langsung melesat ke arah tangan monster yang menjulur dan berusaha menangkap perempuan itu. Jari-jari monster raksasa itu terputus saat sihir itu mengenainya.

Monster raksasa itu menarik kembali tangannya dan sedikit melangkah mundur menjauhi perempuan itu.

"Hebat! Dia mengeluarkan 3 sihir yang sama sekaligus. Sebenarnya berapa tahun umurnya?"

Rod kagum melihat perempuan kecil itu menunjukkan kebolehannya, yang lainnya hanya diam tercengang melihat perempuan itu.

Saat mereka melihat pertarungan antara perempuan itu dan monster raksasa itu. Ada lagi yang datang berlarian dengan cepat dan berhenti tepat di samping Rod.

Dia langsung menarik anak panahnya dan membidik monster raksasa itu. Mata nya yang fokus serta tubuhnya yang berdiri tegap memperlihatkan kalau dia adalah pemanah yang handal.

Lingkaran sihir kecil tercipta di depan mata anak panahnya. Dia lalu melepaskan anak panahnya, menyerang monster raksasa tersebut.

Saat anak panah yang terlepas melewati lingkaran sihir tersebut, panah yang biasa itu berubah menjadi bersinar terang seperti di selimuti cahaya. Anak panah itu melesat cepat dan mengenai mata kiri monster raksasa itu.

Sekali lagi, dia meraung kesakitan. Anak panah tadi yang menembus mata kirinya membuat bekas seperti lubang yang menembus ke ujung nya. Dia lalu memegang mata kirinya dengan tangan kirinya seperti menahan rasa sakit yang ia rasakan.

Monster raksasa yang kini tidak bisa melihat sekitarnya mulai mengeluarkan lingkaran sihir di depan mulutnya. Dia berniat menembakkan bola sihirnya ke arah datangnya serangan yang melukai mata kirinya tadi.

Rod yang melihat lingkaran sihir itu mengarah ke arah party nya mulai mengeluarkan sihir pelindung. Perempuan pemanah tadi yang berada di samping Rod berkata. "Pelindung sekecil itu tidak akan bisa menahan serangan nya. Apa kau tidak bisa mengeluarkan sihir pelindung yang lebih besar?"

"Berisik! Aku juga tau kalau ini gak bakal bisa menahannya. Setidak nya aku bisa meminimalisir serangannya walau sedikit."

Rod khawatir, pelindung sihirnya hanya bisa melindungi serangan kecil. Sementara seperti yang sudah ia lihat sebelumnya serangan monster raksasa ini lebih besar dua kali lipat dari pelindungnya.

Meski harus terkena duluan dan sudah pasti aku yang akan terluka lebih parah dari yang lainnya. Aku tidak akan mundur.

Perempuan yang terbang tadi hanya melihat dari atas. Dia melihat perempuan pemanah tadi dan berkata. "Apa yang di lakukannya?" Dia tidak bisa mendengar apa yang di katakan oleh si perempuan pemanah karena jarak mereka sangat jauh. Tapi hanya dengan melihat gerak-gerik si perempuan pemanah dan laki-laki yang mengeluarkan sihir pelindung, dia tau kalau perempuan pemanah itu sedang mengejek laki-laki itu.

Monster raksasa itu lalu melepaskan serangan nya, bola cahaya itu melesat cepat ke arah Rod. Perempuan pemanah di sampingnya biasa-biasa saja melihat serangan itu datang ke arahnya. Sementara ketua dan yang lainnya hanya bersiap melindungi diri sedangkan Rod yang lebih khawatir dari siapapun karena dia lah yang berada di garis paling depan.

Kumohon! Semoga bisa kutahan....!

Disaat yang bersamaan sebelum bola cahaya raksasa tersebut sampai mengenai Rod dan yang lainnya. Seorang perempuan yang terbang datang dari belakang mereka dan mendarat di depan hadapan Rod. Dia memutar tongkat nya sebanyak satu kali dan mencapkannya ke tanah di depannya. Dia kemudian merapatkan telapak tangan nya seperti berdoa mengeluarkan suara 'puk' seperti bertepuk dan kemudian dia mengulurkan kedua tangannya ke kedepan sedikit ke atas.

Bola cahaya yang melesat ke arah mereka dengan cepat langsung menabrak pelindung bulat melengkung seperti tempurung kura-kura yang di buat oleh perempuan itu. Dan seketika meledak saat bersentuhan dengan pelindungnya. Mereka semua yang ada di belakang perempuan itu tidak terkena ledakannya sedikitpun karena berada di dalam area pelindung perempuan itu.

Setelah bola cahaya itu meledak, perempuan tadi berkata. "Hampir saja ya...."

Dia lalu menurunkan tangannya dan mencabut tongkatnya yang sebelumnya ia tancapkan ke tanah. Dia kemudian berbalik badan melihat ke arah Rod dan yang lainnya dia melanjutkan perkataannya. "...apa kalian tidak apa-apa?"

Rod hanya tercengang bingung melihat perempuan itu. Dia pikir dia bisa saja akan mati disini.

"Lama sekali kau?! Aku yang berlarian saja bisa sampai dengan cepat sementara kau? Yang terbang harusnya bisa sampai dua kali lebih cepat dibandingkan dengan ku."

Perempuan pemanah itu menegur perempuan penyihir tadi. Lalu perempuan penyihir itu menjawab. "Maaf-maaf, turun dari kuda itu harus hati-hati kalau tidak kan bisa jatuh."

"Cuma karena itu kau terlambat?"

"Hentikan kalian berdua! Ini bukan saat nya untuk berdebat seperti itu."

Salah seorang perempuan berjalan pelan ke arah mereka berdua dan menegurnya. Dia membawa senjata katana di pinggang kirinya, jika di lihat dari belakang ada senjata kecil seperti katana di pinggang belakangnya. Apakah itu kodachi? Sementara yang berjalan di belakangnya ada perempuan yang bertelinga hewan dan disampingnya seorang laki-laki yang masih muda.

"Aku tau itu." Jawab perempuan pemanah dengan bola matanya sedikit melirik ke kanan bawah.

"Baik-baik." Jawab perempuan penyihir dengan senyumnya.

Perempuan yang membawa katana itu lalu melihat ke arah monster raksasa dan berkata. "Jadi itu monster nya? Jika diperhatikan mirip dengan ogre ya?"

"Bagaimana kalau kita panggil saja monster satu ini dengan giant ogre?" Jawab perempuan bertelinga hewan.

"Tidak, walau tubuhnya mirip tapi kepala nya berbeda." Jawab laki-laki itu membalas pertanyaan dari si perempuan bertelinga hewan.

"Kalau begitu jadi apa namanya?"

"Monster ya monster tak ada penamaan untuk mereka."

Selagi mereka berbincang seperti itu, perempuan yang membawa katana sedang memperhatikan monster raksasa itu. Dia melihat nya dengan teliti ke arah luka monster itu selagi monster raksasa itu mengamuk menyerang sekitarnya.

Tidak ada lagi petualang maupun prajurit di bawah monster raksasa itu. Semua sudah di perintahkan untuk mundur menjauh dari sana, dan yang dilakukan oleh monster raksasa itu adalah hal yang sia-sia mengingat dia sudah tidak bisa melihat ataupun menggunakan bola sihirnya.

"Dia sepertinya bukanlah tipe monster yang mempunyai inti, jadi kita tidak akan kesusahan membunuhnya."

"Ya, aku juga berpikiran seperti itu."

Perempuan yang terbang tadi menjawab perkataan dari perempuan yang membawa katana. Dia mendarat di sampingnya dan berkata. "Jadi, siapa yang akan menghabisinya?"

"Hmm... Laura apa kau bisa?"

"Kenapa aku yang di tunjuk?"

"Cuma kamu yang bisa membunuh nya dari jarak segini dan untuk mengantisipasi kalau...."

"Baik-baik aku tau itu." Perempuan pemanah itu mencela perkataan dari si perempuan yang membawa katana. Dia lalu maju beberapa langkah dan membidik monster raksasa itu.

Lingkaran sihir kecil tercipta diujung anak panahnya. Dengan penuh konsentrasi dia lalu melepaskan anak panahnya dan panah bersinar seperti di selimuti cahaya melesat ke arah monster raksasa itu. Saat di tembakkan, anak panah itu membuat garis seperti cahaya laser tapi berwarna sama seperti lingkaran sihirnya.

*crist* anak panah itu dengan tepat mengenai dada kiri monster raksasa itu. Dadanya berlubang tiga kali lipat dari besar anak panahnya. Akibat serangan perempuan pemanah itu, lagi-lagi dia meraung kesakitan dan memegang dada kirinya.

Perempuan pemanah tak berhenti di situ, dia membidik kembali monster raksasa itu dan menyerang nya lagi seperti tadi sebanyak dua kali. Pertama dia menyerang dada kanannya lalu dia menyerang tepat pada kepala monster raksasa itu.

hanya dengan tiga serangan terakhir monster raksasa itu jatuh perlahan ke belakang dan mati.