Chereads / Apakah Dunia Ini Dunia Lain? Ataukah Mimpi? / Chapter 7 - Chapter 07 : Siapa dia? Dan belajar sihir

Chapter 7 - Chapter 07 : Siapa dia? Dan belajar sihir

"Tolong ... cuma kau yang bisa ..."

Apa?

"Waktu ku sudah ... oleh karena itu ..."

A!

Aku menyeriang seperti itu saat sedang tidur dan kemudian aku bangun dengan terkejut. "Aaaaaaaa!"

"Ha! Ha! Ha!" Nafas ku tidak beraturan jantungku berdegub kencang dan keringat keluar di keningku.

"Apa tadi itu? Mimpi? Tapi siapa?"

Aku bermimpi seperti ada seseorang yang berbicara dengan ku dia mengatakan sesuatu yang tidak jelas suara nya kadang ada kadang tidak ada dan itu membuatku berpikiran apa yang dia katakan.

Setelah aku mulai tenang aku mencoba kembali melanjutkan tidur ku. Dengan beralaskan kain aku membaringkan badanku.

Aku terus berpikiran tentang apa yang mau di katakan oleh orang itu dan siapa dia? Aku tidak pernah mengenalnya sama sekali.

Ber jam-jam aku berpikir dan matahari pun mulai menampakkan dirinya aku jadi tidak bisa tidur sama sekali. Aku mulai berkemas melipat kembali alas tidur ku dan memasukkan nya ke dalam tas pinggang.

Aku mengangkat pisang yang ku sandarkan di pohon ke bahuku dan mulai berjalan pulang.

Setelah sampai di guild petualang aku langsung masuk sambil membawa pisang di bahuku. Aku takut kalau ada yang mengambil nya jika ku taruh di luar.

Saat masuk kedalam kegiatan sehari-hari di sini masih terlihat seperti biasa nya para petualang lainnya sedang memilih quest ada yang sedang duduk santai dan seperti biasa ada yang membicarakan tentang misi yang mereka jalani sebelumnya.

Aku langsung saja lurus ke meja administrasi untuk mengambil imbalan ku.

"Ah! Rei lama gak liat."

"Pagi Mirri, aku baru aja pulang dari misi."

Aku memberikan selembaran quest ke pada Mirri dan dia mengambilnya.

"Pembasmian monster kera ya? Hmm... lumayan jauh tempatnya kau jalan kaki kesana?"

"Ya, butuh waktu 2 hari baru sampai."

Mirri memberi cap pada selembaran quest itu dan menyodorkan 1 keping koin perak.

"Baik ini imbalannya dan terima kasih atas kerja kerasnya."

"Terima kasih." Aku mengambil 1 koin perak itu lalu ku berikan pada Mirri. "Ngomong-ngomong Mirri aku belum bayar hutangku ya. Ini buat mu."

"Eh! Kamu serius? Tapi ini kan imbalan mu selama 4 hari ini."

"Jangan khawatir aku masih punya uang lain dan juga ini juga sebagian imbalan ku."

Aku menunjukkan pisang yang ada di bahuku.

"Baiklah kalau begitu, aku terima uang nya."

"Sisanya ku bayar lain hari ya."

"Santai aja gak usah terlalu di pikirin. Ngomong-ngomong kamu habis ini mau ngapain? Ambil quest lagi?"

"Nggak, aku mau pulang dulu udah 4 hari gak pulang."

"Begitu ya. Kalau begitu sekali lagi terima kasih atas kerja kerasnya."

Dia mengatakan itu dengan senyuman. Senyuman yang indah untuk seorang administrasi guild.

"Ya, sampai jumpa lagi ya Mirri." Setelah itu aku langsung keluar guild dan berjalan menuju rumah.

Saat sampai di gerbang rumah aku tau Vivi melihat ku dari jendela dan kemudian menghilang sepertinya dia sedang turun ke bawah.

Saat ku buka pintu dan benar saja dia sudah ada di depan pintu masuk.

"Selamat datang kembali papa." Dia mengatakan itu kemudian dia memeluk kakiku.

"Aku pulang Vivi."

Aku menurunkan pisang yang ada di bahuku dan jongkok setara dengan Vivi.

"Vivi jangan asal peluk celana papa kotor loh."

"Hehe biarin."

Aku kemudian mengangkat Vivi dan menggendongnya aku juga mencabut 2 pisang dan memberikannya kepada Vivi.

"Oh iya Vivi kak Rui kemana?"

Dia mengupas pelan pisang itu dan mengatakan. "Kak Rui belum pulang dari kemarin."

Begitu ya apa dia dan party nya juga mengambil misi yang jauh?

"Kalau ibu?"

"Iwbu adha dhi ruwwang tawmu."

Dia berbicara sambil mengunyah pisang.

"Aduh pelan-pelan aja Vivi."

"Un." Jawab nya sambil mengangguk pelan.

"Oh, tuan Rei selamat datang kembali."

Kotra adalah pelayan utama keluarga ini sepertinya dia baru keluar dari dapur.

"Aku pulang Kotra, oh iya... tolong bawa pisang ini ke dapur aku akan ke ruang tamu menemui ibu"

"Baiklah tuan Rei dengan segera."

Dia mengangkat pisang itu dan membawanya ke dapur sementara aku menuju ke ruang tamu sambil menggendong Vivi.

*tok tok tok*

"Ya."

Aku membuka pintu dan mengatakan "aku pulang ibu."

"Oh Rei! Kamu baru pulang."

"Ya."

Aku duduk berhadapan dengan ibu. Dia menuangkan teh dari teko ke cangkir dan memberikannya ke padaku. "Ini."

"Makasih."

Aku menurunkan Vivi di samping ku sepertinya ibu baru saja membaca buku aku langsung tau karena dia melipat menutup buku nya. Kira-kira buku apa yang dia baca?

"Umm... ibu ada yang mau aku bicarakan."

"Apa itu Rei?"

"Di perjalanan pulang dari misi di malam hari saat aku tidur di hutan aku bermimpi tentang seseorang yang berbicara dengan ku... aku tidak mengenalnya sama sekali kalau pun kenal aku pasti tau suaranya."

Ibu terheran mendengar ceritaku dan berkata. "Apa yang dia katakan?"

"Tidak jelas suaranya terputus-putus jadi aku tidak yakin apa yang mau dia katakan. Seingatku dia mengatakan 'tolong'... 'cuma kamu'... itu saja yang ku ingat."

"...hmm... apa dia laki-laki?"

"Ya, suaranya seperti kakek-kakek."

Ibu terdiam setelah mendengarnya dia memegang dagunya dengan tangan kanan nya seperti sedang berpikir.

Kira-kira apa ibu tau siapa orang tersebut?

Sesaat ibu menurunkan tangan nya dan berkata. "Maaf Rei sepertinya ibu tidak tau siapa orang yang ada di dalam mimpi mu."

"Begitu ya. Ngomong-ngomong buku apa yang sedang ibu baca?"

"Oh ini?" Ibu menunjukkan buku itu ke padaku dan berkata "ini buku sihir, ibu sedang mencari tahu apakah ada sihir pemanggilan orang di sini sepertinya tidak ada sama sekali."

"Oh..."

"Apa kau tertarik dengan sihir Rei?"

"Ya, tentu saja aku tertarik. Tapi apa aku bisa menggunakan sihir?"

Ibu memberikan buku itu kepada ku. "Kalau begitu pakai ini untuk belajar sihir kau sudah bisa membaca kan?"

"Ya bisa."

Aku membuka buku itu dan membalik halaman demi halaman banyak sihir yang tertulis di sini seperti sihir milik Rui fire knife.

"Wow apa semua sihir di dunia ini tertulis di buku ini bu?"

Ibu tertawa kecil melihat reaksiku dan mengatakan. "Itu cuma sedikit yang tertulis di situ Rei. Masih banyak buku sihir lainnya yang seperti itu dan itu cuma salah satunya."

"Oh begitu."

Aku membalik halaman demi halaman dan terhenti ketika aku melihat sihir insting. Sihir apa ini?

"Sihir apa ini bu?" Aku menunjukkan salah satu sihir yang ada di buku itu dengan telunjukku.

"Sihir insting... Sihir ini seperti meniru insting hewan seperti kucing, kelinci atau burung. Kenapa gak di coba aja sendiri?"

"Iya juga ya." Jawabku dan aku mulai melihat penjelasan tentang sihir ini.

Merubah mu menjadi jenis hewan yang kamu pilih dan mendapatkan kemampuan dari hewan tersebut. Mantra nya pinjamkan aku indera mu dan biarkan aku menggunakannya (sebutkan nama hewan) adaptation.

"Baiklah akan ku coba... ehm... pinjamkan aku indera mu dan biarkan aku menggunakannya cat adaptation"

*sriiing*

Ada sinar keluar dari tubuhku itu mungkin pertanda kalau sihirnya bekerja tapi aku tidak merasakan apapun seperti menjadi kucing ataupun sensasinya.

"Eh gak ada apapun? Apa sihir nya gagal bu?"

"Nggak... gak gagal, sihir nya bekerja tapi tidak sepenuhnya." Ibu menunjuk ke wajahku dan melanjutkan omongan nya. "Hanya matamu yang berubah."

"Serius?"

Aku kemudian berdiri dan ke kaca jendela untuk melihat pantulan wajahku dan benar saja mataku berubah seperti mata kucing dan itu membuat ku sedikit kagum.

"Uwoooh luar biasa... inikah yang di namakan sihir."

Aku kemudian kembali ke tempat duduk ku dan ibu sepertinya mengamati ku dengan heran.

"Kenapa hanya matamu yang berubah ya?"

"Apa ada yang salah bu?"

"Sihir nya seharusnya merubahmu seperti setengah hewan seperti ini." Ibu berdiri dari duduk nya dan merapalkan mantranya. "Cat adaptation."

*sriiing*

Ibu mengeluarkan sihir nya dan dia berubah seperti manusia setengah hewan ada kuping kucing di atas kepalanya dan ekor kucing di belakangnya dan matanya juga berubah seperti mata kucing.

"Ini lah sihir insting tapi kenapa milikmu hanya mata saja yang berubah?"

"Entahlah bu aku juga tak tau. Mantranya sudah kulapal kan dengan benar."

*sriiing*

Ibu menonaktifkan sihir nya dan kembali duduk. Dia meminum teh nya dan kemudian berkata. "Kau pergi lah ke toko alchemy di bagian timur kota. Di sana ada seseorang yang bisa melihat kemampuan sihir orang lain. mungkin dia tau kenapa sihirmu tidak maksimal."

"Baiklah seperti apa tempatnya bu?"

"Ada tanda botol potion di atas pintunya, kau pasti bisa menemukannya dengan mudah karena tokonya berada di pinggir jalan."

"Baiklah bu aku akan pergi sekarang juga."

Aku langsung saja menuju ke tempat yang di katakan ibu. Menyusuri jalanan utama kota menuju ke distrik bagian timur. Sambil berjalan aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari toko tersebut. Tak lama mencari ku lihat ada tanda papan botol potion di atas tempat ini ku rasa ini lah tempat yang di katakan ibu.

Langsung saja aku masuk ke sana dan bel berbunyi ketika aku membuka pintu nya. Saat masuk ke dalam ku lihat banyak sekali botol yang berisi cairan warna-warni. Di atas rak dan meja dinding, bahkan terpajang di sana juga ada.

Aku langsung saja berkata. "Permisi."

"Ya sebentar."

Seorang wanita muda berlarian dari ruang belakang.

"Selamat datang. Mau cari potion apa tuan?"

"Nggak aku lagi cari seseorang mungkin dia adalah pemilik toko ini."

"Eh!? Ibuku?" Perempuan itu mengeluarkan ekspresi heran dan kemudian berkata. "Tunggu sebentar ya aku panggilan dulu, ibuku ada di belakang."

Perempuan tadi kembali ke belakang ruangan dan kembali lagi dengan ibunya.

"Saya Koeirne pemilik toko ini. Ada perlu apa?"

"Etto... nama saya Rei Facla saya kemari atas usulan ibu saya menemui anda."

"Facla?" Pikir Koeirne sambil melihat ku dan lebih menatap ke arah mataku.

"Ikuti aku kita bicara di dalam. Moeri kau tunggu di sini jaga toko."

"Y-ya bu!"

Aku mengikuti nya kedalam dan saat masuk kedalam banyak sekali botol-botol yang berserakan di meja dan ada ramuan seperti di panaskan hanya dengan api sebesar lilin. Tempatnya lebih mirip seperti laboratorium di sekolah ku. tidak, ini memang mirip tapi terasa lebih kuno.

Kami naik ke lantai 2 dan memasuki ruangan seperti ruang tamu tempat nya lebih rapi di bandingkan dengan di bawah tadi.

"Silahkan duduk."

Aku duduk di sofa sebelah kanan dari pintu masuk.

"Mau teh atau kopi?"

"Teh aja kalau gak ngerepotin."

Dia menuangkan minuman dari teco ke 2 cangkir kemudian membawanya ke tempatku dan memberikannya di depanku satu dan satunya lagi untuk dirinya. Dia duduk di samping kiriku dimana tempat duduknya hanya untuk 1 orang saja.

"Apa yang kau lihat? Cepat minum sebelum dingin."

"Ah iya-iya."

Loh? Ini kan kopi bukannya tadi aku minta teh?

"Kenapa ini kopi sementara aku memilih teh tadi?" Dia berbicara seperti itu dengan melihatku yang mau meminum kopi.

"Eh nggak kok cuma kaget aja lagian kopi dan teh itu sama hahaha."

*slurrp*

Aku meminum kopi itu dan rasanya pahit sekali. Ini gak di kasih gula apa? Karena tidak ingin di lihat seperti membenci nya jadi ku minum saja kopi itu dengan sepenuh hati layaknya kopi yang manis.

"Gimana enak?" Tanya nya sambil menatapku.

"...ah~ ya terasa sekali kopi nya ini pasti kopi mahal."

"Begitu? Padahal gak ku kasih gula sama sekali, syukurlah kalau kamu suka."

Eeehh!! Sengaja ternyata.

"Jadi, apa yang membawamu kesini?"

"Aku mulai dari mana ya? Baiklah jadi begini...."

Aku menjelaskan tentang apa yang aku lakukan tadi bersama dengan ibu dia mendengarkannya sambil meminum kopinya saat aku melihat dia minum ku pikir hanya kopi ku yang tidak di berinya gula.

"...jadi begitulah dan kemudian ibu menyuruhku untuk menemui anda."

"Begitu ya oleh karena itu kau kemari dengan mata seperti itu?"

"Ya."

Dia kemudian menaruh kopinya di atas meja dan berkata. "Apa yang Leina katakan tentang ku?"

"Tentang anda? ... tidak ada dia cuma menyuruh ku untuk menemui anda."

"Begitu kah."

"Jadi elemen apa yang bisa kau gunakan?."

"Elemen?"

"Ya."

"Elemen ya...."

"Jangan-jangan kau tidak tau elemen mu sendiri."

"Y-ya."

Ya aku memang tak tau elemen ku lagipula aku baru belajar sihir hari ini.

Dia menghela napas nya dan berkata. "Perempuan itu tidak pernah berubah dari dulu. Seenaknya saja dan suka memerintah tanpa alasan."

"Di dunia ini sihir memiliki 7 elemen di antaranya adalah air, api, bumi, angin, cahaya, gelap, dan tanpa elemen. Setiap elemen memiliki kelebihan masing-masing. Sihir yang kau gunakan itu adalah sihir tanpa elemen."

Begitu ya. Dia kemudian berdiri dan mengambil sesuatu dari dalam lemari itu adalah bola kaca seperti yang ku lihat di tv. Dia meletakkannya di atas meja di depan ku dan dia kembali duduk.

"Sentuh bola itu dengan tangan kanan mu."

Langsung saja aku menyentuh nya dan dia mulai melihat bola itu. Dia terlihat sedikit terkejut

"Sudah cukup lepaskan tangan mu dari bola itu."

Aku melepaskan tangan ku dari bola itu secara perlahan.

"Kau bisa menggunakan 3 elemen sihir dan sepertinya kau bisa mengaktifkan nya tanpa rapalan. Selamat untukmu."

"3 elemen? Apakah itu hal yang luar biasa?"

"Gak terlalu, penyihir bisa menguasai 1 bahkan bisa 4 elemen sekaligus."

"Begitu ya."

Aku di beritahu kalau aku bisa menggunakan 3 elemen dan itu adalah elemen angin, elemen air dan sihir tanpa elemen. Dan sepertinya aku juga bisa langsung mengucapkan mantra nya tanpa harus melapalkan mantra yang panjang. Ini cukup berguna.

"Jadi kalau aku bisa menggunakan sihir kenapa sihir nya tidak sempurna?"

"Ada gangguan mana di tubuh mu apa kau terkena serangan monster atau hal lainnya?"

"Nggak, nggak ada sama sekali."

"Ya lama kelamaan itu akan pulih dengan sendirinya, mungkin. Jadi kau tidak perlu khawatir."

"Ngomong-ngomong sampai kapan kau terus seperti itu." Sambungnya.

"Heh! Apanya?"

"Menggunakan sihir insting. Jangan-jangan kau juga tidak tau cara menonaktifkan nya?"

"Y-ya... gimana ya."

Dia menghela napas nya lagi ini sudah 2 kali aku melihatnya. Dia mengajarkanku dasar-dasar sihir bagaimana cara menonaktifkan sihir berkepanjangan seperti sihir insting dan hal-hal lainnya.

Hari menjelang malam dan aku pun berpamitan pulang dia mengantarku sampai ke depan toko nya. Aku mengucapkan terima kasih banyak atas pelajarannya dan dia juga mengizinkan ku untuk sering-sering mampir ke tokonya.