Chereads / Apakah Dunia Ini Dunia Lain? Ataukah Mimpi? / Chapter 5 - Chapter 05 : Mendaftarkan diri sebagai petualang

Chapter 5 - Chapter 05 : Mendaftarkan diri sebagai petualang

Setelah selesai makan malam, bu Facla melanjutkan pembicaraan yang terputus tadi, tentang aku akan tinggal di sini dan meminta pendapat dari ke dua anaknya.

Ruimela setuju-setuju saja kalau aku tinggal disini begitupun dengan adiknya yang menjawab iya-iya saja. Aku hargai kebaikan keluarga ini, tapi berbeda dengan ku aku tidak ingin merepotkan keluarga ini.

Mendengar keluhanku berulang-ulang bu Facla memberikan saran. "Bagaimana kalau kau ikut organisasi petualang saja?"

Organisasi petualang? Seperti petualang yang membasmi monster di game dan manga itu?

"Kalau kau berkenan untuk ikut organisasi tersebut Rui bisa menunjukkan tempatnya besok, dia juga salah satu petualang loh."

Wajahku kebingungan melihat ke arah Ruimela. "Gadis cantik dan masih muda ini ikut dalam organisasi tersebut?" Pikir ku.

"Organisasi petualang itu kerjaan nya seperti apa ya? Apa hanya berburu dan membunuh monster saja?"

"Untuk pertanyaan itu tanyakan saja pada Rui besok sekarang kita beristirahat dan tidur, Vivi juga kelihatannya sudah mengantuk."

Ruimela mengantar ku ke kamar yang telah di siapkan untukku, dia mengatakan. "Kalau gitu selamat tidur."

Kelihatannya kamar kami berseberangan satu sama lain. "Ya! Selamat tidur." Jawabku.

******

Tamparan kecil di pipi ku terus terjadi dengan suara samar-samar. "Papa bangun." Berulang-ulang.

"Ummm... Vivi kah, kau datang untuk membangunkan ku?"

"Un, mama yang suruh."

"Mama? Oh bu facla."

Setelah selesai sarapan pagi, bu Facla memberi ku sebuah pedang panjang berwarna putih. Dia bilang kalau pedang ini milik suaminya saat masih di organisasi petualang.

"Apa gak apa-apa? Ini milik suami anda, nanti kalau hilang atau rusak saya jadi gak enak."

"Tenang aja, lebih baik kamu pakai pedang ini daripada di simpan bertahun-tahun dan juga apa kau ada uang untuk membeli senjata? Hmm?"

"Iya-ya." Jawabku malu.

Dan juga bu Facla memberi ku sebuah nama agar tidak sulit untuk memberi tahu orang lain dari mana asal ku.

"Rei Facla!? Ini berarti...." jawabku heran.

"Ya... kau bagian dari kami sekarang, dan juga akan merepotkan bila ada orang lain yang selalu menanyakan dari mana kau berasal. Sampai ingatanmu kembali dan mengetahui siapa dirimu, kau bisa gunakan nama itu."

Iya juga ya, Ruimela aja tertawa waktu aku menjelaskan tentang diriku.

"Baiklah, Terima kasih banyak bu Facla."

"Panggil aja ibu tanpa Facla."

"Baik! Ibu."

Ruimela yang sudah menunggu di luar rumah sedang bercanda gurau dengan adiknya.

"Nah.. sudah saat nya kakak pergi kamu jadi anak yang baik ya Vivi."

Vivi mengeluarkan wajah sedih melihat ke arah ku berkata. "Papa juga mau pergi?"

"Iya! ... jangan sedih kayak gitu nanti papa balik lagi kok, sampai waktunya tiba kamu jangan nakal ya." Aku berkata seperti itu sambil mengelus kepala Vivi, senyum nya pun kembali dengan jawaban "un."

"Nah kami pergi dulu."

Di perjalanan menuju guild aku melihat banyak orang membawa senjata yang bervariasi. Mulai dari pedang, tombak, busur, dan masih banyak lagi. Serta orang yang memakai armor baja melintas di hadapanku.

Kupikir hal yang wajar di dunia ini membawa senjata sendiri, Ruimela pun membawa tongkat.

"Na.... Ruimela, tongkat itu, apa kau seorang penyihir?"

"Iya, aku ini penyihir."

"Apa semua penyihir membawa tongkat sepertimu?"

"Hmm.... nggak juga, ada penyihir yang cukup merapal dengan tangan kosong. Ada juga yang tanpa merapal bisa mengeluarkan lingkaran sihir, tapi aku belum pernah menemukan penyihir seperti itu sebelumnya."

"Kalau bisa merapal dengan tangan kosong kenapa harus membawa tongkat?"

"Ntah lah kenapa juga ksatria membutuhkan pedang?" Dia balik bertanya kepadaku.

"......"

Tanpa jawaban aku hanya melihat wajah Ruimela yang tersenyum, Ku Pikir dia sedang bercanda atau serius?

"Apa aku bisa menggunakan sihir juga?" Tanya ku lagi.

Ruimela melihat wajahku sambil berjalan dan kemudian dia memalingkan wajahnya kedepan dengan jawaban sederhana "entahlah."

Tak lama berbincang, aku melihat bangunan besar di depan mata. Banyak orang yang keluar masuk dari bangunan itu. Kupikir inilah tempat nya.

"Nah kita sudah sampai yuk masuk."

"Baik."

Saat masuk ke dalam, banyak orang yang saling berkelompok berbicara seperti sedang menyiapkan strategi.

Masing masing raut wajah terlihat ada yang khawatir, ada yang kelihatan marah, ada juga yang tidak peduli seperti menunjukkan wajah datar. "Dia sedang serius menyimak atau gimana." Pikirku.

Melintasi banyak orang Ruimela berkata. "Nah disini tempat pendaftarannya."

"Iya." Jawabku langsung.

"Ada yang bisa ku bantu?" Tanya perempuan berambut hitam itu.

"Ah... iya, aku ingin mendaftar sebagai petualang."

"Petualang ya? Kalau begitu isi dulu formulir ini dan kalau sudah kembali lagi kesini." Jawab perempuan itu.

Aku mengambil selembaran kertas itu. Saat mau mengisi selembaran itu, aku tidak mengerti apa yang tertulis disini. "Duh nggak bisa ku baca." Pikir ku.

"Ruimela! bisa kau isi kan ini untukku? Aku gak mengerti tulisannya." Membisik kan ke telinganya.

"Haa! ... kau gak bisa membaca dan menulis?" Teriaknya sambil melihat ke arahku.

Sontak orang-orang yang mendengar nya melihat ke arahku sejenak. Dan perempuan berambut hitam tadi juga berkata. "Eh!..."

"O-oi suaramu kegedean tau."

"Ah... maaf, aku terkejut kau bisa berbicara tapi gak bisa membaca dan menulis."

"Justru aku yang bingung kenapa bisa begitu."

Kami berdua duduk di meja yang kosong. Ruimela mengisi formulir tersebut dengan tenang, kira-kira apa yang di tulis nya? Semoga gak ada yang aneh-aneh mengingat dia seperti orang yang suka bercanda.

"Nama.... Rei."

"Ah! Sebentar! Tambahkan Facla di belakangnya." Salip ku.

"Facla... kau mau jadi keluarga kami?"

"Maaf ya, ibu mu yang memberi ku nama seperti itu, katanya gunakan saja nama itu sampai ingatanku kembali."

"Ingatan? Kau lupa ingatan?"

"Ya begitulah."

"Kalo gitu gak apa-apa"

"......."

"Umur mu berapa tahun?"

"Um... 15 tahun mungkin."

"15 tahun? Kau setahun lebih tua dari ku ya aku masih 14 tahun loh."

"14 tahun? Minimal umur mendaftar itu berapa?"

"13 tahun loh, saat lulus dari academy kau bisa mendaftar sebagai petualang. Tapi kau butuh pembimbing atau ikut kelompok orang lain untuk menjalan kan misi mu. Sampai kau berumur 15 tahun baru kau bebas menjalankan misi sendiri atau berkelompok." Jawabnya sambil mengisi formulir.

Jadi untuk memenuhi syarat menjadi petualang kau harus berumur minimal 13 tahun dan tidak boleh menjalankan misi sendirian sebelum mencapai umur 15 tahun, dan diharuskan ikut berkelompok. Biasa orang-orang menyebutnya party.

Ketua party akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu dengan petualang berumur di bawah 15 tahun yang ikut dalam party nya, misalnya hilang atau mati dalam misi, ketua dari party lah yang akan menjelaskan bagaimana hal itu terjadi dan jika itu kelalaian ketua party, maka ketua party tersebut akan di berikan hukuman.

Oi-oi bukankah gak enak menjadi ketua party.

"Nih sudah selesai." Menunjukkan selembaran itu kepadaku.

"Makasih!... Ruimela kau kan masih 14 tahun jadi kau ikut party siapa?"

"Kalau itu rahasia." jawab nya. "Nanti juga kakak tau kok." Sambungnya.

"Kakak ya ... kalau begitu aku kesana dulu mau kasih selembaran ini ke perempuan yang tadi."

"Eh!.. gak ada reaksi!" Dia terkejut sambil mengatakan itu. Mungkin dia pikir aku akan bilang. "Eh! kau menyebut ku kakak tadi!" Gitu.

Aku menyerahkan formulir itu ke perempuan tadi.

"Coba ku lihat dulu ya... hmm .... ok gak ada yang salah. Tolong bayar biaya pendaftarannya sebesar 2 koin perak."

"Eh! Tapi aku gak punya uang."

Sialan lah setidaknya kasih beberapa uang kek kalau aku mau di transfer ke dunia ini. 'Mereka' yang di bilang ibu memang gak bertanggung jawab seenaknya manggil doang.

"Kalau mau pinjam uang ku saja dulu gimana? Kalau kamu sudah punya uang baru kembalikan nanti." Tawar perempuan itu dengan senyum.

"Serius? Kalau begitu ku terima tawarannya, maaf jadi merepotkan."

Perempuan itu mengambil surat itu lalu berkata. "Baiklah kalau begitu tunggu sebentar."

Tak lama menunggu perempuan tadi kembali membawa kartu.

"Baiklah ini kartu petualang milik mu." Menyodorkan kartu itu ke arah ku.

"Kartu ini berguna sebagai identitasmu, dan juga sebagai syarat pengambilan quest jadi jangan sampai hilang ya." Jelas perempuan tersebut.

"Baiklah aku mengerti dasarnya, ngomong-ngomong kalau boleh tau nama mu siapa ya?"

"Mirri, panggil saja Mirri."

"Mirri ya.... makasih ya Mirri nanti uang nya ku ganti."

"Ya."

Aku kembali ke meja tempat Ruimela duduk tadi.

"Gimana sudah selesai?"

"Udah... kau gak kasih tau kalo ada biaya daftarnya."

"Eh!.....oh.. aku lupa yang itu jadi kakak bayar nya gimana?"

"Perempuan tadi minjamin aku uang buat pendaftaran nya."

"Syukurlah kalo gitu, aku juga cuma ada 1 koin perak."

Tak lama kami berbicara di meja itu, datang segerombolan orang dari pintu masuk. Di lihat dari seragam mereka yang sama semua, mungkin mereka 1 party menurutku.

Semua mata tertuju ke arah mereka, dan mulai membicarakan tentang mereka. Aku juga secara tidak sengaja mendengar desas-desus tentang mereka.

"Lihat itu, pasukan khusus pemburu monster yang rela mempertaruhkan nyawa."

"Heh! Lebih tepatnya pasukan bunuh diri."

"Hoi! kalau mereka mendengar mu kau bisa di hajar."

"Ada yang bilang kemarin anggota mereka ada yang terluka sampai sekarang belum sadarkan diri."

"Hentikan kalian semua, kalau tanpa mereka siapa lagi yang bisa menghentikan keganasan monster di luar sana."

Para petualang lainnya sepertinya ada yang mencap buruk tentang mereka ada juga yang mengakui kehebatan mereka.

"Ruimela! Kau tau tentang mereka?"

Menanyakan nya dengan suara pelan.

"Mereka itu pasukan khusus pembasmi monster kak. Dan juga panggil saja aku Rui."

Menurut penjelasan Rui, 50 tahun

Yang lalu sebuah portal muncul di

Di salah satu desa.

Dari portal tersebut keluar monster-monster yang tak seperti monster biasanya.

Mereka menghancurkan desa tersebut dalam sekejap dan setelah menghancurkan desa, para monster itu berpencar ke berbagai arah.

Hampir seluruh desa dan kota yang di datangi monster tersebut hancur berantakan. Lalu, tak lama dari kejadian tersebut. Pasukan khusus di bentuk untuk di kerahkan menumpas para monster itu.

Pasukan khusus itu terdiri dari para petualang dan prajurit kerajaan yang berbakat.

Berkat mereka, para monster tersebut bisa teratasi. Tapi tak sedikit dari anggota mereka yang menjadi korban.

Dan sampai sekarang mereka terus berupaya melawan para monster tersebut.

Rui bilang kalau mereka pindah ke kota ini juga karena saran dari mereka, agar tidak ada warga yang menjadi korban.

"Ngomong-ngomong kakak gak mau ngambil quest?"

"Mau nya sih gitu, tapi aku gak bisa membaca tulisan nya."

"Kalau gitu mau ku carikan?"

"Yeah tolong ya."

Rui bergegas ke tempat seperti papan pengumuman, banyak sekali kertas yang tertempel pada papan itu.

******

Di sebuah ruangan yang terlihat biasa-biasa saja, hanya ada 2 rak buku di samping ruangan itu. Di lengkapi dengan meja dan sofa untuk bersantai di tengah ruangan tersebut.

Pria tua itu melihat ke arah luar jendela. Jendela yang terkena sinar matahari sore menyinari tubuh pria tua itu tapi tidak dengan wajahnya.

"Jadi masih belum ada kabar apapun tentang orang yang di pilih tersebut?"

"Regu kami sudah mencari apakah ada orang yang mencurigakan di kota dan desa sekitar, tapi belum ada laporan tentang hal itu tuan."

Jawab pria berbaju hitam yang sedang berlutut di belakang pria tua itu.

"Perluas pencarian, tidak perlu ber regu cukup tempatkan 1 orang tiap 1 desa dan kota."

"Sudah hampir 3 hari tapi belum ada kabar apapun, aku khawatir kalau dia gagal." Sambung pria tua itu.

"Baiklah dengan segera tuan."

Pria berbaju hitam tersebut berdiri dan pergi keluar meninggalkan ruangan itu.