Chereads / Apakah Dunia Ini Dunia Lain? Ataukah Mimpi? / Chapter 4 - Chapter 04 : Kota Mhairoe dan kediaman keluarga Facla

Chapter 4 - Chapter 04 : Kota Mhairoe dan kediaman keluarga Facla

"Huaaaah... umm.. udah sore ya? Hmm." Perempuan itu meregangkan tubuhnya dan memalingkan wajah nya melihat ke arah ku. Aku yang terlanjur menatap nya tidak bisa memalingkan wajah ku kearah yang lain.

Perempuan tersebut justru melihatku dengan mata penuh rindu seakan-akan dia mengenaliku. Dan berkata. "Aaa!... siapa ya?"

"Dia Rei, tadi adikmu menemukannya tiduran di rumput tadi." Jawab ibu itu menunjuk ke arah ku.

"Rei ya? Kayaknya kamu mirip sekali seperti ayah."

"Ayah? Maksudmu ayahmu?"

"Ya, tapi warna matanya hitam sedangkan kamu warnanya biru."

Jadi begitu, pantas saja anak kecil ini memanggil ku papa dari tadi. Kira-kira kemana ayah mereka berdua? Apakah sudah... nggak, gak boleh. Aku tanyakan hal itu nanti saja takut nya bisa memperburuk suasana.

"Ngomong-ngomong rombongan ini kenapa ke kota Maro apa ada sesuatu?"

"Maro?" Tanya perempuan muda itu kebingungan.

"Mhairoe." Jawab ibu itu membenarkan kata-kata ku yang salah.

"Ah iya yang itu."

"Itu karena kota kami mau di serang monster. Kemungkinan di sana bakal jadi medan perang, makanya para warga di pindahkan sementara ke kota tetangga."

Diungsikan? Karena monster?

Aku yang heran kemudian bertanya. "Segitu berbahayanya kah monster di dunia ini?"

"Eh.. kamu gak tau?" Jawab perempuan muda itu.

"Rei ini bukan dari dunia ini loh, katanya dia dari dunia yang berbeda dari dunia kita."

"Dunia lain? Serius?"

"Ya begitulah."

"Pfftt..bha.. bhwahahahhaha.. dunia lain, hahahaha... ha..." perempuan itu tertawa terbahak-bahak mendengar kalau aku dari dunia lain dan dia lalu melanjutkan perkataannya. "Ha~ maaf, kalau mau bercanda yang bener dong, gak lucu tau."

Kalau gak lucu terus kenapa kamu ketawa coba.

"Serius aku ini dari dunia lain." Aku mencoba menyakinkan nya dan dia mendekatkan dirinya dan menunjuk wajahku. Dia berkata. "Kalau begitu buktikan kalau kamu dari dunia lain."

Huh? Bukti? Apa yang bisa di jadikan bukti?

"Mmmm... apa yang bisa di jadi in bukti coba?"

"Apa saja yang bisa membuatku percaya kalau kau dari dunia lain."

Ibu itu tersenyum dengan memejamkan matanya karena melihat kami berdua dan berkata. "Kalian berdua akrab sekali ya! Seperti saudara saja."

Anak kecil yang ada di pangkuanku pun hanya bisa tersenyum dan tertawa kecil melihat kami bercanda gurau.

Sesaat kereta berhenti sejenak dan kemudian mulai berjalan lagi ku lihat kereta mulai masuk ke dalam kota, melintasi dinding besar kota tersebut terlihat para prajurit berdiri di dalam bagian dinding tersebut.

Kereta yang tadinya berjalan bersamaan mulai berpencar. Sepertinya tujuan mereka berbeda beda, mungkin ke tempat kenalan atau kerabat mereka.

Kereta yang ku tumpangi pun masih terus berjalan melintasi banyak sekali warga yang beraktivitas. Dan akhirnya berhenti di depan sebuah rumah besar.

"Nah! Sepertinya sudah sampai ayo turun semuanya." Kata ibu itu.

Sambil menggendong anak kecil yang di pangkuan ku tadi, aku turun dari kereta kuda di susul perempuan tadi dan kemudian ibunya.

Ada 4 orang yang menyambut kami di depan pintu gerbang kecil setinggi pundak ku seperti gerbang pada umumnya. Dan salah satu dari mereka berkata.

"Selamat datang nyonya Facla, kami telah menanti kedatangan nyonya sekeluarga. Kalian bertiga angkut barang yang ada di kereta ke dalam."

"Baik." Jawab ketiga pelayan lainnya dengan sigap.

Pelayan yang menyambut tadi langsung bergegas mengambil barang yang ada di kereta kuda dan membawanya masuk ke dalam satu per satu.

Aku yang melihat nya kemudian bertanya ke bu Facla. "Apa ada yang bisa ku bantu? Umm... nyonya Facla.. bawain barang misalnya?"

"Itu tidak perlu Rei, kamu diam saja. Dan biar mereka melakukan tugas mereka. Ayo masuk ke dalam habis itu kita bicara."

"I-iya."

"Ibu! aku mau langsung mandi saja, sudah lama gak mandi nih." Tanya perempuan muda itu.

"Kalau begitu ibu dan Rei langsung ke ruang tamu. Kamu ajak adik mu mandi bareng sana."

"Ok, yuk Vivi!"

Aku menyerahkan anak kecil yang ku gendong tadi ke perempuan tersebut. Kemudian pelayan itu mengantar kami masuk hingga ke ruang tamu sementara perempuan bernama Ruimela tadi pergi ke kamar mandi bersama adiknya untuk membersihkan diri mereka.

Sesampainya di ruang tamu para pelayan menuangkan teh hangat ke cangkir ku dan ke cangkir nyonya Facla. Lalu mereka pergi dan menyisakan kami berdua saja.

*slurrp*

Dia dengan tenang meminum teh hangat itu dan berkata. "Nah nak Rei haruskah aku memanggil mu apa? Rei itu bukan nama asli mu bukan?"

Perbincangan serius nampaknya baru saja di mulai, aku langsung sadar hanya dengan melihat tatapan mata serius nyonya Facla. Dan aku balik bertanya. "Dari mana nyonya tau kalau itu bukan nama asli ku?"

"Gak usah terlalu formal panggil saja seperti biasanya."

"Kalau begitu bu Facla, dari mana anda tau kalau itu bukan nama asli ku?"

"Cuma menebak saja, dan di tambah dengan reaksi mu tadi sepertinya memang benar itu bukan namamu yang sebenarnya."

Iya juga ya, kalau aku gak menanyakan dari mana dia tau kalau itu bukan namaku asli ku. Dan menyangkal kalau itu memang benar namaku, pasti dia gak bakal sadar.

"Jadi kau benar-benar lupa tentang dirimu?"

"Iya, sebenarnya ini adalah nama dari tokoh utama di dalam manga."

"Manga?" Tanyanya dengan mengeluarkan ekspresi heran.

Astaga aku lupa kalau ini dunia lain.

"Umm... itu seperti cerita bergambar. Dimana menceritakan seorang tokoh yang mempunyai tekad yang kuat."

Astaga apa yang aku bicarakan. Aku berbicara seperti orang kikuk yang sedang gugup saat presentasi di hadapan teman sekelas.

"Oh cerita salah satu pahlawan ya?" Jawabnya.

"I-iya kurang lebih seperti itu." Syukurlah dia mengerti apa yang aku bicarakan.

Dia kemudian bertanya kembali saat aku meminum teh nya. "Coba kau ingat lagi apa yang terakhir kali terjadi padamu, mungkin ada sebuah petunjuk alasanmu di panggil ke dunia ini."

Terakhir kali? Yang ku ingat adalah cuma tidur di kasurku yang empuk.

"Sudah ku bilang di kereta tadi aku benar-benar tidak ingat apapun kecuali sedang tidur di kasurku. Lagipula sepertinya anda tahu tentang diriku."

Bu Facla kemudian menyeruput teh nya dan berkata. "Ya! cuma sedikit, suamiku pernah menyinggung pembicaraan tentang pemanggilan orang dari dunia lain. Katanya "suatu saat mereka akan memanggil orang dari dunia lain untuk menyelamatkan dunia ini. Bukan, ....untuk memperbaiki dunia ini.""

Menyelamatkan? Memperbaiki? Dari apa? Monster?

"Aku minta maaf tapi aku ini hanya manusia biasa, dan juga kalau berkenan bisakah aku bertemu dengan suami anda?"

"Sangat di sayangkan tapi suami saya sudah tiada."

Apa? Haduh sial serasa aku menginjak ranjau kenapa aku langsung berkata seperti itu?

"A!... maaf aku bukan bermaksud menyinggung."

"Nggak apa-apa Rei, sudah sewajarnya kau ingin menemui suamiku setelah kujelaskan seperti tadi."

"Ya." Aku terdiam menunduk melihat ke arah teh yang memunculkan bayangan wajahku.

*sluurrpp*

Dia meminum kembali teh nya dan bertanya kepadaku. "Jadi nak Rei, apa rencana mu selanjutnya."

"Hmm ..... gak ada kayaknya. Mungkin aku akan mencari penginapan terlebih dahulu."

"Kau ada uang?"

"Uang? Nggak ada sama sekali." Aku berkata seperti itu dan menghela napas melihat bayangan ku di teh tersebut berpikir betapa sialnya nasib ku ini.

"Kalau berkenan kenapa tidak tinggal di sini saja."

"Disini? Maksudnya rumah ini?" Aku menjawabnya melihat ke arah bu Facla.

"Ya... sampai kau memutuskan melakukan sesuatu, kau boleh tinggal di sini."

"Tapi... apa gak apa-apa, takut nya bisa ngerepotin."

*tok tok tok*

Suara seseorang mengetuk pintu dan bu Facla membalas nya dengan berkata. "Ya."

Suara pintu terbuka dan itu adalah pelayan yang menyambut kami tadi dan dia berkata. "Nyonya Facla makan malam sudah siap."

"Apa Ruimela dan Vivi sudah ada di meja makan?"

"Putri Ruimela dan putri Vivi masih ada di kamar mandi nyonya."

"Baiklah kalau begitu, Rei! Kau mandi saja dulu. Bersihkan dirimu, dan kalau selesai langsung ke ruang makan. Kotra bisakah kau cari pakaian yang pas untuk Rei."

"Baiklah nyonya, kalau begitu mari tuan Rei."

"Iya." Aku menjawab nya dan berdiri kami berdua keluar dari ruangan tersebut meninggalkan bu Facla sendirian. Pelayan tadi menuntun ku ke kamar mandi.

Saat menuju ke kamar mandi ada sedikit pembicaraan kecil antara aku dan pelayan tadi, dia bilang kalau aku ini mirip dengan tuan mereka. Yaitu tuan Facla.

Serasa deja vu.