Kirania sedikit mematung tidak bisa menjawab, sedangkan Rafan masih tetap tegar dengan wajah datarnya.
"E-Eh?" Kirania sedikit tersadarkan, dia mulai paham dan berpikir, "Jadi ... ah ... kataku juga apa ... bener, 'kan? Kekuatanmu itu curang," ucapnya sambil menurunkan pelan pandangan di wajah.
"Kesampingkan tentang itu," ucap Rafan yang mengembalikan topik. "Pengecualian kekuatanku ke kamu masih gak diketahui sebabnya. Sebarapa kuat aku keluarin auraku, kamu tetap gak bereaksi."
"Memangnya reaksi yang normal tuh kayak gimana?"
"Waktu aku bilang aku lihat sempakmu, kamu harusnya—"
"Sudah, stop, Raf. Kamu gak usah bilang, aku sudah tahu jawabannya," potong Kirania yang tidak membiarkan Rafan menyelesaikan kalimatnya.
"..."
Perasaan kesal Kirania muncul, apalagi ketika Rafan mengucapkan sesuatu yang bersifat sombong seolah semua dunia memihaknya. Tapi, dia juga sedikit malu saat Rafan membahas hal memalukan bersamanya.
"Oke, percakapan jadi muter-muter lagi," kata Rafan sambil jalan berbalik mendekati pintu keluar, lalu kembali berbalik dan berkata. "Apa kamu sibuk sekarang? Setahuku kamu gak ada lomba, jadi gambarmu yang sekarang gak ada tujuannya, 'kan?"
Gadis itu sedikit kesal, lagi-lagi Rafan mengucapkan hal yang membuatnya terlihat sombong. Untuk kali ini, dia tersinggung karena laki-laki itu menganggap gambarnya tidak bertujuan.
"Sibuk! Aku masih lanjut lanjut gambar, sedikit saja aku malas-malasan, skill-ku bisa hilang. Kamu tahu, semua ini dibangun selama bertahun-tahun," katanya sedikit cemberut.
"Oh ... begitu, yah," ucap Rafan yang menaruh tangan di dagu, dia sepertinya berpikir sesuatu karena jawaban gadis itu tidak tidak sesuai dengan pikirannya.
"Memangnya kenapa?"
"Iya ... sebenarnya aku mau ajak kamu ketemu ke orang yang tahu banyak tentang sihirku. Mungkin saja dia bisa jelasin kondisi kamu dan bikin kutukan di kamu hilang."
"..."
Wajah Kirania perlahan-lahan berubah. Seakan Serotonin, Dophamine, dan Endorphins naik ke otak menimbulkan rasa bahagia. Dia mulai tersenyum di hatinya, mendengar sebuah harapan.
"Tapi, kalau kamu sibuk apa boleh buat, mungkin lain kali aku ajak—"
*Grip.
Kirania melangkah dengan cepat dan memegang baju Rafan, dia menahan laki-laki itu untuk pergi.
"Sekarang! Bawa aku sekarang, Raf!"
"Hn? Kenapa tiba-tiba berubah? Gimana soal skill kamu yang—"
"Masa bodoh sama gambar, kalau kutukanku bisa hilang, aku rela kehilangan skill itu."
"Tenang saja ... orang itu gak kemana-mana. Kita bisa ketemu dia besok—"
"Sekarang! Pokoknya sekarang, aku mau sekarang."
"..."
Tindakan gadis itu berubah. Dia memegang Rafan dengan buas dan memaksanya untuk menuruti keinginannya. Sifat manja dan egoisme terlihat sekilas dari Kirania sekarang.
"Oke, oke ... lepasin aku dulu," kata Rafan yang mulai terganggu dengan pegangan erat di lengan bajunya.
"Kita berangkat sekarang!?"
"Iya ... sekarang."
"Yes, yes ... akhirnya ... penderitaanku bisa hilang."
Wajah Kirania terlihat begitu bahagia, layaknya mendapat uang kaget dari suatu acara togel. Hal itu membuat sedikit kekhawatiran di hati Rafan.
"Senang masih terlalu awal ... aku cuman bilang dia tahu tentang sihir, bukan berarti dia bisa hilangin kutukanmu."
"Jadi? Belum pasti?"
"Setidaknya dia bisa jelasin dari mana asal kekuatanku, itu mungkin sudah cukup buat bikin dia tahu cara hilangin kutukanmu."
"Oke, sip ... kalau kamu bilang gitu, kita berangkat sekarang," ucapnya berbalik masuk ke dalam.
"..."
Semangat gadis itu tidak luntur, mungkin semakin menjadi-jadi. Dia sangat gesit bergerak mengumpulkan barang-barangnya untuk bersiap meninggalkan ruang ekskul tersebut.
Rafan mulai jalan menjauh, dia ingin menunggu di luar ruangan sekitar lima meter di depan.
*Dug.
Suara pintu dibanting.
*Ceklek.
Dilanjut dengan suara hentakan kunci.
"Oke, Raf, berangkat ... Eheheh ...."
"..."
Tidak tertular semangat dari Kirania, Rafan cenderung tenang menghadapi gadis tersebut.
"Ayo, Raf, cepat."
*Grip.
"Hn!?"
Kirania mengucapkan itu sambil memegang tangan Rafan, dia mengajak laki-laki itu berlari keluar sekolah agar sampai di tempat itu lebih cepat.
Melalui lorong, gadis tersebut menarik Rafan secara paksa. Laki-laki itu tidak menolak, tapi dia juga tidak antusias, akibatnya dia ikut berlari kecil dengan tenaga seadanya.
*****