Chapter 14 - Kerja Sama 2

"Apanya yang kutukan? Bukannya enak kamu bisa disukai sama semua orang?"

"Disukai semua orang itu tidak terlalu enak, suatu hari kamu juga sadar, ada beberapa orang yang kamu mau kalau orang itu gak suka sama kamu."

"Memangnya ada?"

"Semua orang itu termasuk laki-laki. Apa kamu tahu traumaku waktu dikejar banci berotot. Itu mengerikan."

"Kalau gitu suruh saja dia pergi, kayak kamu suruh teman-teman di kelas buat lupain aku. Bukannya kamu bisa?"

"Itu gak mempan ke semua orang. Perintah kayak gitu cuman berlaku buat orang yang mengungkapkan rasa sukanya dengan menghargai orang tersebut, layaknya menuruti perintah atasan," kata Rafan dengan sedikit jeda untuk bernapas, dia sepertinya malas karena ingatan tentang banci berotot muncul kembali di kepalanya.

"Jadi, ada yang gak mempan?"

"Kekuatanku masih mempan, tapi ada beberapa orang yang mengungkapkan rasa suka dengan cara ekspoitasi, tindakan egois yang ingin membuatku jadi miliknya seorang, seperti super possesif. Orang-orang kayak gitu bakal bertindak di luar kendaliku, dan kalau kamu ketemu orang itu, kamu pasti berpikir kekuatanku itu sama buruknya kayak kutukan."

"..."

Kirania mulai paham dengan apa yang ingin disampai Rafan. Memang benar kalau cinta yang berlebihan bisa berbalik jadi menyeramkan.

Kalau gak salah istilah itu namanya stalker, yah? Gak kebayang seremnya kalau orang kayak gitu ngikutin aku terus. Rafan mungkin pernah mengalaminya satu atau dua kali, kekuatan itu bisa menarik semua orang termasuk orang berbahaya.

Gadis itu paham akan efek kutukan pada tubuhnya, efek tersebut bisa sangat kuat dan menimbulkan sensasi luar biasa hingga membuat kepalanya kosong. Jika itu diaplikasikan pada kekuatan Rafan, hal mengerikan dalam bentuk lain juga bisa terjadi.

Tapi ..., biarpun begitu ....

"Kekuatan kamu tetap lebih bagus. Kamu masih bisa pakai dengan cara lain, kayak yang kamu lakukan hari ini, bikin semua orang lupa tentang aku," ucap Kirania sedikit cemberut.

"Iya, aku bisa. Tapi, bukan berarti kamu juga gak punya keuntungan dari kekuatanmu."

"Memangnya apa yang bisa diambil dari kutukan—" Kalimatnya tertahan, dia enggan mengucapkan kata kotor seperti 'masturbasi', "... kutukan nafsu berahiku?"

Walaupun kata pilihan Kirania masih memberi kesan mesum.

"Ada yang bilang, cuman 40% cewek di dunia yang pernah mengalami orgasme. Itu artinya kamu masuk dalam 40% dan bisa menikmati—"

"Enggak! Aku gak mau fungsi memalukan itu!"

"Oh, iya? Menurutku bagus saja. Kamu bisa merasakan nikmatnya, 'kan?"

"Jangan bilang 'nikmat'! Aku di sini kesusahan, memangnya kamu mau tiba-tiba 'berdiri' di depan umum."

"Aku bisa berdiri—"

"Maksudnya kamu yang di bawah!"

"..."

Rafan diam sesaat berpikir, mencoba membayangkan hal yang terjadi pada Kirania berbalik menjadi pengalamannya.

"..."

UKh ... merepotkan juga, apalagi sangat parah jika sampai aku dipergoki oleh seseorang.

Batin Rafan kala itu.

"Ra-Raf? Kenapa kamu diam?"

"Ah." Respons Rafan yang mulai menggerakan arah matanya, "Kesampingan tentang itu. Tujuanku sekarang bukan banding-bandingin kekuatan."

"Tunggu, kamu sengaja ganti topiknya, 'kan—"

*Kring ... kring ....

Bel sekolah pertanda waktu istirahat habis.

"Itu maksudku, waktu kita sudah habis."

"Eh? Kebetulan macam apa itu? Jelas banget kayak ini setingan buat kamu menghindar, atau jangan-jangan kekuatanmu juga bisa bikin bel sekolah menyukaimu?"

"Cukup tentang itu, obrolan ini gak bakal habis kalau kamu terus bahas yang aneh-aneh."

"..."

Kirania berkedip dua kali, dia melirik ke bawah sebagai bentuk menenangkan diri. Tarik napas yang panjang dilakukan, setelah akal sehatnya kembali bekerja Kirania pun bertanya, "Terus tujuan kamu itu apa, Raf?"

"Aku cuman mau ajak kamu kerja sama, kekuatanku bisa bikin orang tunduk sama semua perintah. Jadi, kalau misal kamu kambuh lagi, hubungi aku dan aku mungkin bisa bantu. Menggunakan lirikan kayak persentasi tadi butuh waktu buat aku sadar. Itu saja," ucap Rafan sambil berjalan cepat menuju kelas.

"..."

Aku tahu kalau itu sangat membantu dan menguntungkan bagiku. Tapi, melaporkan kondisiku setiap aku ingin masturbasi ... itu sedikit ... tidak, itu tidak sedikit, itu sangat memalukan. Apa kamu tahu aku ingin menangis ketika mengingat kejadian tersebut.

Batin Kirania memandang hal tersebut.

*****