"Nia ... kamu masih sakit? Hari ini kamu aneh banget," ucap Intan sambil membuat wajah khawatir.
Kirania menundukkan kepalanya, dia merenung dan sedikit bergumam, "Yang aneh itu kalian."
"Hn?"
Ucapan itu tidak terdengar oleh Intan, terlalu kecil dan tidak jelas keluar dari mulut gadis tersebut.
"Huft ... hah ...."
Kirania mengambil nafas panjang, usahanya kali ini tidak berujung pada hal baik.
Kenapa aku selalu melakukan hal bodoh ketika berhadapan dengan Rafan? Sungguh ... sebenarnya apa yang kuinginkan.
"Nia?" panggil Intan sekali lagi.
"Gak apa-apa, kok, Ntan. Kamu boleh balik ke kelas, maaf aku ngomong yang aneh, kayaknya aku masih pusing dari UKS tadi."
Wajah khawatir Intan memudar, dia sedikit lega walau masih ada rasa asing yang menjanggal. Teman Kirania yang satu ini tidak memandangnya aneh setelah ucapan tersebut.
"Yah, santai saja. Kalau kamu beneran sakit balik saja ke UKS atau langsung pulang, aku bisa bilang izin ke sekolahnya."
"Enggak, enggak apa-apa. Nanti juga baikan, mending kamu sekarang ke kelas saja."
"Aku bakal ke kelas sih ..., tapi kamu gak akan ikut?"
"Sebentar saja, aku masih mau di sini. Kayaknya aku pusing juga gara-gara banyak orang."
"..."
Kirania mengeluarkan aura gelap, bicaranya yang lemas dan lesu membuat rasa khawatir muncul kembali. Akan tetapi, Intan tetap pergi dan menghormati perkataan gadis itu.
Intan berjalan menjauh dan meninggalkan Kirania sendiri. Namun, gadis itu sendiri masih berdiri tidak bergerak dair posisinya di tengah lorong.
"Bodoh ... sangat bodoh ...."
Di saat kesunyian memenuhi lingkungan di sekitarnya, timbul suatu suara berat menghina yang sedikit bergema.
"Baru kali ini aku menemukan orang yang bodoh kayak kamu ..., Nia."
Orang yang mengucapkan itu adalah ketua OSIS Rafan. Dia berjalan menghampiri Kirania setelah Intan cukup jauh untuk melihat.
"Aku gak mau dikatai bodoh dari orang bodoh," balas Kirania yang masih lesu.
"Kalau begitu aku punya izin untuk itu. Nia, ternyata kamu itu bodoh."
"Hmn!?" Respons Kirania yang menggeramkan tangannya, "Yang aku maksud bodoh itu kamu, Raf!" teriaknya pada Rafan sambil mengangkat wajahnya.
"..."
Rafan selalu bisa membuat gadis itu berteriak. Tidak tahu apa itu positif atau negatif, tapi hal tersebut selalu bisa membuat kemurungan Kirania menghilang.
"Apa kamu mau banget keluar dari sekolah?" tanya Rafan.
"Enggak juga, cuman aku mikir saja, percuma aku ada di sini kalau ujung-ujungnya bakal keluar. Kutukan itu pasti bisa ketahuan gak peduli gimanapun cara kamu tutupin itu. Jadi, aku mau keluar secepat yang aku bisa."
"Oh ... jadi itu, yah." kata Rafan sambil membuat wajah mengerti. "Tapi, sayang ... mau gimanapun, aku pasti menang dalam taruhan ini."
"Yah, itu! Sebenarnya apa yang kamu lakukan, Raf!? Kenapa semua orang kayak pura-pura gak tahu gitu?"
"Jawabannya simpel, itu karena mereka gak pura-pura ..., tapi mereka beneran gak tahu."
"Maksudnya ... mereka benar-benar lupa? Kalau satu orang sih mungkin, tapi ini tiga orang di kelas, Raf."
"Hah ...." Rafan menarik napas keluh karena lelah menghadapi Kirania, "Kayaknya yang bener-bener bodoh kamu, aku kira kamu bakal ngerti."
"Huh?"
Kirania sedikit tersinggung dengan ucapan Rafan, tapi karena dia lelah membentak, gadis itu kali ini mengalah untuk diam mendengarkan.
"Jadi, artinya itu gimana?" tanyanya sambil menunjukkan ekspresi bingung.
"Aku percaya kalau apa yang kamu alami itu kutukan, tapi kamu gak percaya sama kata-kataku. Itu sedikit tidak adil ..., tapi terserah, sih. Aku bisa ngerti kalau kamu gak percaya."
Rafan mengucapkan itu sambil melihat langit, berusaha mencairkan atmosfer dengan tidak saling bertatap terlalu lama.
"..."
Kirania memperhatikan dan mengikuti pandangan ke arah langitnya, untuk sementara dia malah bingung ke mana Rafan mengarahkan pandangannya. Jadi, gadis itu pun kembali melihat tubuh si ketua OSIS itu.
"Dengar," ucap Rafan yang mulai berbalik menghadap Kirania. "yang punya insiden sihir itu bukan kamu saja," lanjutnya dengan wajah serius.
"Heh? Jadi?" Wajah Kirania sedikit terkejut dan mulai mengira-ngira.
"Iya ... aku juga punya. Sejenis dengan sihir, aku punya kemampuan untuk membuat semua orang di sekitar menyukaiku."
*****