"Nia ...."
Rafan menjulurkan tangannya mendekati pipi Kirania, tapi gadis tersebut tidak bisa mundur lebih jauh. Saat ini, kedua orang tersebut semakin dekat, arah tangan Rafan juga terus bergerak dengan pasti. Sampai akhirnya ....
Plak.
"Hn?"
Hah ... hah ... hah ....
Kirania menampar tangan Rafan yang menjulur tersebut, membuat tubuh Rafan sedikit bergoyang mengikuti gaya yang diberikan.
"..."
Laki-laki itu mengurungkan niatnya yang entah apa itu, berjalan mundur satu langkah untuk membuat ruang pada Kirania. Ekspresi Rafan sekarang terlihat terkejut, mata sayunya kini terbelalak menerima tindakan Kirania barusan.
"Benar-benar aneh," ucap laki-laki sambil melihat telapak tangan yang ditampar barusan.
"Sudah aku bilang, yang aneh itu kamu, Raf!" teriak Kirania kesal akan sikap santai dan tidak tahu malu Rafan.
Hah ... hah ... hah ....
Situasi barusan cukup memacu adrenalin, kini badan Kirania lemas menerima efek pembakaran gula karena kepanikannya.
Aku benar-benar bingung, apa yang ada di kepalanya? Apa maksud tangan barusan? Apa dia mau menyentuhku? Lalu, apa reaksinya tadi? Kenapa dia seolah tidak terima jika aku melakukan penolakan?
Batin Kirania dilanda pemikiran serentak tersebut. Hal tentang kepergok masturbasi masih terus membayang, dan tindakan Rafan jauh di luar perkiraannya.
Inilah isi lamunannya sejak awal, memikirkan arti tindakan laki-laki itu tidak cukup dihabiskan untuk satu hari.
"..."
"..."
Atmosfer canggung terbentuk, Rafan yang diam tidak mengeluarkan kata-kata malah membuat komunikasi mereka terputus.
"... Eh, kalian nanti gimana? Siap buat persentasi?"
"... Materinya sudah siap, kok. Malah aku mau dipanggil pertama saja biar ke sananya santai."
"... Kalau gitu kelompokmu saja yang langsung maju, gak usah tunggu ditunjuk."
Suara Riuk perempuan-perempuan teman sekelas mereka kunjung mendekat. Dari volume dan arah sumbernya, mereka sepertinya akan datang melewati tangga.
"Kayaknya aku harus pergi, bakal repot kamu kalau ketemu berduaan di sini. Jadi, pura-pura saja tidak tahu," ucap Rafan yang berbalik arah menuruni tangga dan meninggalkan Kirania.
"..."
Kirania tidak menjawab, dia masih shock bercampur bingung dengan kejadian barusan. Otaknya tidak bergerak secepat Rafan yang santai dengan semua ini.
Namun ....
"Ah, soal yang barusan ... aku minta maaf. Bukan berarti aku punya niat jelek."
Kalimat terakhir Rafan membuat gadis itu tersadar kembali. Pikiran yang berputar-putar di kepala tentang kemungkinan yang ada akhirnya dibulatkan dengan satu pernyataan.
Huft ... hah ....
Rafan ... sekarang aku berpikir kalau kamu bukan cuman bodoh, tapi kamu juga gila.
Mereka pun akhirnya berpisah, Kirania yang sudah berganti pakaian akhirnya berpapasan dengan teman-teman perempuan di kelasnya. Suasana tegang barusan terganti oleh keceriaan obrolan gadis, itu membuat Kirania bergabung dan ikut menunggu setiap orangnya berganti pakaian di kamar mandi.
*****
Sekolah berlanjut, setelah jam olahraga berakhir, Kirania dan teman-teman sekelasnya berkumpul di kelas hingga guru selanjutnya datang. Siswa perempuan lebih cepat menyiapkan diri berganti pakaian dan berkumpul di kelas, akibatnya mereka punya waktu bebas lebih lama dibandingkan laki-laki yang asyik bermain di lapangan kala itu.
Sekitar sepuluh menit setelah laki-laki datang, guru IPA yang ditunggu pun datang ke kelasnya. Semua murid di kelas langsung memposisikan diri untuk menyambutnya, mereka duduk rapi dan memberi salam.
"Ada yang gak masuk?" tanya guru tersebut.
"... Enggak~." jawab beberapa orang dengan nada kekanak-kanakan.
"Ya sudah, kalau gitu langsung saja kumpul per kelompok, biar langsung ke persentasi saja."
Kelasnya kali ini diharuskan mengharuskan muridnya melakukan persentasi per kelompok. Ketika mereka semua melakukan pengundian, grup milik Kirania lah yang terpilih. Gadis tersebut ditunjuk maju bersama teman-temannya untuk menjelaskan materi yang mereka siapkan.
"..."
Namun, tepat ketika gadis tersebut berdiri di depan, gejala tersebut muncul lagi.
Hah ... hah ... hah ....
Tangannya bergetar, seluruh tubuhnya memanas, detak jantungnya bertambah cepat, dan yang paling parah adalah ....
Selangkanganku ....
Selangkangannya berdenyut hingga menimbulkan rasa besar ingin masturbasi.
Bagaimana ini, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Rasanya ... rasanya aku ingin melakukan itu sekarang.
Hasrat tersebut semakin besar, nafsu berahinya bergejolak secara tiba-tiba dan memaksanya ke dalam hipnotis.
"Hn? Nia? Kamu kenapa?" tanya salah satu teman yang berdiri di samping Kirania.
Sejak tadi, berdirinya Kirania terganggu. Posisinya sedikit membungkuk karena menahan rasa denyut di selangkangannya. Hal tersebut mulai disadari oleh beberapa teman di kelas.
Kenapa ... kenapa harus sekarang? Apa yang akan terjadi? Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu sekarang. Ah~ ... aku benci sekali kutukan ini.
*****