Chapter 6 - Ra-Rafan 1

Sebagian besar pandangan di kelas mengarah pada Kirania. Gadis itu bisa merasakannya, setiap ruas tubuhnya merespons sensasi merinding dari tatapan di segala sudut.

Ah~ ... jangan, tolong jangan lihat aku.

Kutukan ingin masturbasi membuat segala perasaan berbalik menjadi berahi. Tatapan dari teman sekelasnya sekarang menimbulkan rasa takut, panik, dan cemas. Tapi, semua hal tersebut malah mengarahkan tubuhnya ke kondisi 'bersemangat'.

Kirania sejak tadi menutup mata, menahan denyutan di selangkangan dan berharap semuanya membaik dengan sendirinya.

"Ah ... hah .... hah ...."

Namun, sepertinya itu tidak akan berhasil. Gadis itu sadar kalau hal ini tidak akan berhenti sampai dia benar-benar 'melakukannya'.

"Aa ... I-Intan?" ucapnya terbata-bata dengan suara lirih.

"H-Hn? Kamu kenapa?" tanya Intan yang mendekatkan wajah hingga berdempetan dengan wajah Kirania untuk kejelasan suara kecil barusan.

"Emnth!?"

Guncangan dari Intan yang mendekatkan wajah membuat Kirania semakin gugup. Nafas dan tatapan gadis itu terasa begitu jelas sekarang.

Tubuhnya bergetar cukup hebat, kemampuan bergerak Kirania berkurang drastis. Di saat seperti ini, dia bahkan tidak bisa bicara dengan benar untuk meminta izin ke luar kelas.

Siapa saja ... tolong aku.

Lambat laun gadis itu mulai membuka mata, melihat sekeliling kelas secara perlahan hingga akhirnya pandangan tersebut jatuh pada Rafan.

"..."

Laki-laki itu memandang Kirania dari kejauhan dengan wajah datar tanpa ekspresinya. Berbeda dengan orang lain, Rafan tidak menunjukkan ekspresi penasaran maupun cemas ketika melihat kondisi gadis itu.

Ra-Rafan ....

Batin Kirania yang memanggil namanya. Gadis itu membaut wajah memelas dengan sedikit air mata keluar.

"Huft ... hah ...," tarik nafas panjang Rafan yang mulai membenarkan posisi duduknya. "Bu ...," lalu lanjut dengan mengacungkan tangan tinggi-tinggi memanggil guru di kelas.

Pada akhirnya, suara hati Kirania bisa sampai pada hati Rafan. Sempat gadis itu berpikir dan menyerah tanpa harapan. Tapi, hatinya seketika tercerahkan oleh tindakan barusan. Laki-laki yang tadinya adalah orang terakhir untuk dia mintai bantuan, sekarang telah menjadi penyelamat karena hanya dia yang tahu kejadian masturbasi itu.

"Kirania kayaknya sakit, jadi dia butuh ke UKS sekarang," minta Rafan dengan wajah serius.

"Oh, apa benar?"

Guru perempuan itu menatap Kirania untuk memastikan.

"..."

Akan tetapi, gadis itu diam. Dia tidak bisa menjawab karena kondisinya sekarang. Denyut selangkangan yang begitu kuat akan membuat lemas bahkan ketika dia menggerakkan otot lainnya. Oleh sebab itu, Kirania masih terpaku diam.

"Emhn ... aa ...."

Kirania masih berusaha, dia ingin menjawab dan mengangguk atas pertanyaan itu. Tapi, dia tidak bisa bersuara karena sibuk menahan nafsu berahinya.

"Itu beneran, Bu!"

"...!?"

Kesunyian akibat ketidakmampuan Kirania menjawab dipatahkan dengan seketika. Rafan dari sudut ruangan berteriak keras hingga membuat satu kelas terkejut. Akibatnya, semua pandangan di kelas berganti ke arah Rafan.

"Nia sakit, sakit banget, dia bisa bahaya kalau gak keluar sekarang. Jadi, dia harus ke UKS, dan aku bakal antar dia."

Rafan sedikit memaksakan di kalimatnya barusan. Hal janggal mungkin terasa dari kata-kata yang keluar di mulutnya. Namun ....

"Ya sudah, kamu antar dia sekarang."

Guru tersebut menyetujui ucapan Rafan, tidak ada sedikit pun rasa curiga tentang pikiran buruk untuk membolos. Dengan senyum dan nada ramah, guru itu mempersilahkan Rafan atas keputusannya.

Ketua OSIS itu berdiri keluar dari tempat duduknya, dia berjalan maju ke depan dan menghampiri Kirania.

Eh, eh, eh!? Tu-tunggu, Raf ....

Rafan yang sudah tepat di hadapan Kirania pun langsung sergap memegang tangan Kirania.

*Grip

"Ah~!"

"...!?"

Seluruh orang terkejut. Bagaikan petir menyambar kelas, mereka semua terbelalak dengan apa yang mereka dengar. Suara luar biasa menggoda keluar dari mulut Kirania, mendesah keras layaknya film dewasa.

"Hah ... hah ...."

Dia masih terengah-engah, menahan nafsu berahi yang masih meledak-ledak.

"Wo-woi ... kenapa kamu malah mendesah."

"Ke-keluar dikit, cuman dikit, kok," ucap Kirania yang dipegang tangannya sambil menyembunyikan wajah.

"Eh!? Apanya!?" tanya Rafan dengan sedikit panik. "Ukh—"

Namun, kalimatnya tertahan dengan cepat setelah sadar kalau dirinya ada di depan kelas menjadi tontonan murid.