Berlanjut ketika Kirania bertemu dan berhadapan dengan Rafan di tangga. Gadis itu berdiri di lantai dua sedangkan Rafan menoleh ke atas di lantai satu.
Ada apa dengan Intan dan semua cewek di sekolah, kenapa mereka mengagumi cowok kayak gini. Apa yang bagus dari dia?
Batin Kirania yang menutupi roknya dengan kedua tangan sambil mundur satu langkah menjauh.
"Hmn ...."
Sudut pandang Rafan berkurang karena langkah mundur Kirania. Dia yang sebelumnya bisa melihat isi rok Kirania pun mengubah pandangannya karena hanya bisa melihat bagian atas tubuhnya sekarang.
"Rafan, omongan kamu barusan itu pelecehan, gak pantes banget buat ketua OSIS kayak kamu," kata Kirania yang masih panik menutup roknya.
"Aku cuman penasaran, kamu pakai sempak atau enggak, itu saja."
"Itu pelecehan banget! Memangnya apa yang bikin kamu mikir kalau aku gak pakai daleman!?"
"Aku pikir kamu habis melakukannya di WC barusan."
"Enggak! Gak mungkin, lah. Dan apa lagi hubungannya sama aku gak pakai daleman?"
"Kemarin aku lihat kamu gak lepas sempak dulu, jadi mungkin saja sempak kamu basah dan dilepas gitu."
"A-a-aku bawa gantinya, kok. Te-terus apa barusan!? Jadi, kamu itu kemarin lihat atau enggak!?"
"Huh? Kamu bawa ganti? Jadi, kamu sudah niat dari awal sebelum datang sekolah buat kayak gitu?" tanya Rafan sambil menunjukkan ekspresi bingung.
"Hkh!?"
Respons Kirania terkejut layaknya orang yang cegukan. Dia mulai tersipu malu dan membuang wajahnya dari Rafan.
"Hmn?"
Rafan melihat gadis itu dengan pandangan curiga, dia melihat layaknya pandangan jauh menyipitkan mata menganalisis penampilannya.
*Tak, tak, tak ....
Suara sepatu Rafan terdengar, laki-laki itu berjalan menaiki tangga menyusul Kirania ke atas. Suasana sepi di lorong tersebut membuat gadis itu mendengarnya dengan jelas.
"Enggak sekarang, enggak kemarin ... kenapa kelakuanmu selalu aneh sih, Nia?" ucap Rafan sambil mendekat.
Kirania di sana juga bisa memandang Rafan dengan jelas, batang hidung Rafan setiap detiknya mendekat menaiki tangga.
"A-apanya yang aneh? Semua cewek juga bakal panik nutupin rok waktu dibilang kayak gitu. Kelakuan kurang ajar kamu sekarang sudah cukup buat aku tampar kamu."
*Stak.
Suara langkah kaki terakhir Rafan, lelaki itu cukup keras menghentakkan sepatunya ketika dia tepat berdiri di lantai dua berhadapan dengan Kirania.
"Enggak ..., itu aneh," kata Rafan sedikit menggeleng sambil terus mendekat. "Setahuku, semua cewek waktu dibilang kayak gitu pasti ngejawab, 'eh, kelihatan, yah? Makasih sudah diingetin' atau 'ehehe ... aku malu, tapi kalau kamu yang lihat sih gak apa-apa,' atau perkataan lain yang semacam itu. Jadi, gak pernah aku ditolak kayak respons kamu barusan."
Rafan mengatakan itu dengan serius, suaranya ketika menirukan logat perempuan tidak terdengar imut dan malah terkesan menyeramkan. Getaran atmosfer yang dibuat oleh laki-laki itu membuat Kirania sedikit bergetar.
"Standar anehmu itu aneh, Raf! Reaksi barusan itu gak normal! Sebenarnya ada apa sih di kepalamu!?"
Kirania sedikit menyentak Rafan sambil menahan posisinya menutup rok. Walaupun mereka sudah berhadapan di posisi sejajar, tapi mental Kirania membuatnya refleks membuat posisi tersebut.
Dia sedikit kesal dengan kalimat lelaki itu. Bagi Kirania, apa yang dikatakan Rafan terdengar kalau dia menunjukkan sifat sombong dan tindakan merendahkan.
"..."
Namun, Rafan tidak mempedulikannya. Laki-laki itu masih tidak bergeming menghadapi tindakan Kirania. Ucapan menantang dari gadis itu tidak berefek apapun padanya.
"Setidaknya ... aku masih cukup waras buat bilang kalau cewek yang masturbasi di sekolah itu gak normal," ucap lelaki itu pada Kirania.
"Tungโ" ucapnya terpotong, wajah Kirania mulai berubah, kesalnya barusan tergantikan oleh mata terbalalak kaget, "Ra-Raf, jangan keras-keras, kalau ada yang dengar gimana?"
"Dari tadi cuman kamu yang teriak-teriak di sini."
"Ha-habis kamu juga bilang yang aneh-aneh."
"Aku cuman bilang yang masuk akal bagiku. Dan soal suara, di lorong ini cuman ada WC sama lab komputer yang lagi kosong. Kamu masih bisa lanjut teriak, kok."
"Itu bukan alasan buat aku harus teriakโ. Hn?"
Rafan yang sejak tadi berjalan mendekat akhirnya membuat Kirania terpojok. Laki-laki itu terus melangkah memotong jarak dengan Kirania hingga membuat gadis itu harus mundur.
"Tungโ, Raf? Ka-kamu mau apa?"
Dug, dug ....
Jantung Kirania mulai terpacu, tindakan aneh Rafan membuat gadis itu selalu mengalami hal yang sama. Kegugupan menghadapi ketidakpastian dari tindakan seorang laki-laki, terutama pada Rafan yang terlihat mengabaikan akal sehat.