Bertamu
Mobil yang di pesan Abi sudah di depan mata, sejauh mata memandang kami harus menyeberang jalanan karena mobil tersebut berhenti arah berlawanan.
Abi memegang tanganku dengan erat, dan kami hampir melangkahkan kaki menginjak aspal jalanan itu. Tiba-tiba Kak Tery berlari memanggil kami sambil membawa tas hitam kerja milik Abi.
"Abi, adek Mery!" Teriak Kak Tery menghentikan kami berjalan melangkah maju, dan seketika berhenti di tempat.
Terlihat jelas, kak Tery berlari begitu pasti ada sesuatu yang ingin disampaikannya dengan wajah penuh keringat dan nafas yang tersenggal-senggal, kak Tery pun mulai berbicara.
"Abi iki yoh, robot opo manungso seh. Mlaku weruh-weruh wes anjog dalan iki" Katanya dengan nafas ngos-ngosan.
"Ana opo toh Mbak?" Tanyaku sambil meraih punggung Kak Tery yang meruku, kecapean.
"Iyo, ono opo Mbak! Iki Abi ora oleh kesuen ngenteni mobile, delok kae, wonge wes ngundang-ngundang" Jelas Abi sambil menunjuk salah satu mobil yang berhenti di jalan berlawanan arah.
"Iki tase Abi ketinggalan. Umi mrentah Mbak nyusul Abi sekalian Mbak melok Abi karo Adek. Neng omah yo laka opo-opo" Kata Kak Tery sambil menyodorkan tas Abi.
"Howalah,, abi klalen. Yo wes, yuk Mbak melok." Jerit Abi sambil menepuk keningnya dan mengajak kami menyebrangi jalan bersama.
Setelah Kak Tery menyusul kami, aku turut senang, karna Kak Tery bisa ikut dengan kami. Akhirnya sepanjang jalanan kami bertiga mengobrol sesuatu tentang di Jakarta di dalam mobil, abi lah yang menjadi dalang untuk menceritakan tentang keindahan disini.
Setengah jam sudah berlalu, cahaya matahari pun masih terasa panas. Aku dan Kak Tery keluar di pintu mobil yang sama. Dan Abi pun keluar dengan wajah senyum senang.
Mobil itu pun pergi berlalu meninggalkan kami di tempat tujuan, abi membayar supir tersebut dengan harga sesuai aplikasinya.
Setiba di rumah sahabat Abi, aku sedikit gugup dan merasa deg-degan. Padahal kami bertamu disini sekedar menyapa-salam saja.
Kak Tery pun ku lihat di wajahnya sedikit tegang, seperti orang yang mau menaiki wahana kereta, aku berinisiatif mengutik Kak Tery di pinganggnya.
"Wahh!" Teriak Kak Tery sontak mengagetkan Abi di sampingnya.
"Hahaha!" Tawaku membuat sedikit tenang. Kak Tery menatapku lamat-lamat sambil menggelembungkan pipinya. Lucu sekali.
Abi mulai berjalan mendekati rumah sahabat lamanya itu dengan wajah semringah senang. Aku menggenggam tangan kiri Abi dengan gemeteran-dingin.
Pertama kali juga Aku dan Kak Tery ikut serta bertamu di rumah sahabat Abi, rasanya beda di banding Aku menghadapi anak angsa yang suka mengejar dengan paruhnya itu.
Tok! Tok' tok..
"Assalamu'alaikum!" Ucap salam Abi sambil mengetok pintu.
"Waalaikumsalam..! Ya sebentar!" Seseorang membalas salam terdengar di dalam rumah.
Klotak! Ngekk!
Suara pintu rumah sahabat Abi, seseorang yang terlihat paruh baya itu membuka pintu dengan pelan.
"Ehh,, Ahmad! Ma Syaa Allah. Apa kabar kamu?" Tanya sahabat Abi sambil tersenyum senang dan bersalaman dengannya.
"Alhamdulillah baik, hahaha, bagaimana dengan keluargamu?" Tanya balik Abi sembari tersenyum.
"Alhamdulillah, ayo-ayo sini masuk dulu." Katanya sambil menyuruh kami masuk kerumahnya.
"Ma! Sini dulu, ada tamu nih dari Jojga" Lanjutnya sambil berteriak kecil mengarah keruang TV.
"Iya, yah!" Balas teriak Istri sahabat Abi bergemang seisi ruangan TV.
Aku dengan Kak Tery hanya terdiam sambil tersenyum melihat Abi dan temannya itu begitu akrab tanpa memperkenalkan kami di hadapannya. Kami pun di persilahkan duduk di ruang tamu, dengan sofa yang panjang berwarna maroon.
Rumahnya begitu besar, dan terlihat simple, elegant. Ruang tamu di penuhi dengan foto keluarganya dan memiliki beberapa foto para ulama-ulama NU Nusantara.
Begitu juga ada piala-piala kejuaraan Mengaji dan seni olah-raga. Aku pun begitu kagum dengan rumahnya, yang sejuk tanpa menyalakan AC dan harum, di sertai bunga tulip dan anggrek yang menambah keindahan di ruang tamu tersebut.
Istri sahabat Abi pun datang dengan membawa Minuman dan sedikit camilan untuk kami. Ia juga cantik, begitu juga berpakaian sopan seperti Umi. Namun, bedanya Umi tidak memakai niqob (cadar) sedangkan sang istri sahabat Abi ini memakainya, subhanallah.
Aku memandangnya lamat-lamat begitu lama, tidak terasa juga Kak Tery memanggilku sedari tadi dan membuyarkan pandanganku pada istri sahabat Abi itu, mereka semua menertawaiku dengan candanya sehingga membuatku tersenyum malu.
"Ini anak kamu, Mad?" Tanya sahabat Abi sambil menatap Aku dan Kak Tery.
"Oh iya, kenalkan anak sulungku yang ini namanya Tery Ahmad Larasati berumur 22 tahun dan putri bungsuku namanya Mery Ahmad Putri berumur 20 tahun" Jelas Abi sambil menunjuk kami satu persatu.
"Subhanallah, cantik-cantik anak kamu ini yah, haha." Canda sahabat Abi sambil mengambil secangkir teh hangat yang sudah di sediakan di atas meja.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu dan mengucap salam dengan lembut, orang itu berpakaian baju muslim seperti sehabis sholat ashar di masjid terdekat.
"Assalamu'alaikum, mah! Yah! Putra pulang." Ucapnya sambil menghampiri kami di ruang tamu. Lalu datang lagi sosok pria paruh baya di bilik pintu.
"Assalamu'alaikum" Salam pria itu mewujudkan sosoknya.
Aku tercengang kaget, pria itu begitu bersinar tampan dan senyum yang begitu manis membuat Aku terpana pandangan pertama. Aku sontak kaget, karna yang ku pandang adalah lawan jenis yang akan menimbulkan fitnah untuk ku pandang lama-lama.
Sekilas Aku langsung sadar dan membalikkan pandanganku padanya. Dia berjalan menuju kami yang sedang berkumpul sembari bersalaman memberi hormat kepada Ayah-mamanya dan Abi begitu juga Kak Tery.
Saat dia memberi salam padaku, Aku hanya memalingkan wajahku, dan memejamkan mata, begitu takutnya Aku dengannya.
mereka hanya tersenyum dan bercanda seperti biasanya. Namun, beda dengan Kak Tery. Aku memalingkan muka ke arah Kak Tery tapi dia hanya terdiam mematung memandang pria tersebut.
"Mbak, keno opo toh?" Tanyaku membuyarkan pandangan Kak Tery.
"Astaghfirullah hal'adzim" Ucapnya sambil merem sebentar dan menggosok dadanya tiga kali.
"Opo seh!" Tanyaku lagi sembari berbisik-bisik.
"Enggak, nggak opo-opo" Jawab Kak Tery sedikit gugup.
"Kenalkan, ini anak pertamaku namanya Indra Kusuma Wijaya, umur 23 tahun, dan anak bungsuku Putra Kusuma Wijaya umur 19 tahun." Kata sahabat Abi memperkenalkan anaknya kepada kami bertiga.
Abi hanya tersenyum mengangguk, Dan menatap kedua anak sahabatnya.
Akhirnya kami menghabiskan waktu berbincang-bincang dan membahas masa lalu Abi dengan sahabatnya, oh iya! Sahabat Abi namanya adalah Om Wijaya panggilannya Jaya. Aku turut senang melihat Abi begitu bersorak senang dengan Om Jaya.
Aku hanya mengikutsertakan diri tersenyum walaupun yang di bahas adalah masa lalu mereka. Namun, aku sedikit risih dengan tatapan yang selalu mengganggulu, tetapi Aku tidak tau siapa di antaranya.
Entah prasangka ku atau firasatku saja yang terlalu ke GRan.
Senja mulai muncul di barat, dan 1 jam lebih Abi berbincang dengan Om Jaya. Kami pun berpamitan pulang karena hari mulai menjelang malam. Namun, om Jaya berbasa-basi dahulu dengan kami untuk sering bertamu di rumahnya. Abi hanya membalas tersenyum dan hanya mengucapkan kata "In Syaa Allah".