Chereads / Antara Aku & Kakak / Chapter 4 - episode 4

Chapter 4 - episode 4

Berebut Kamar Mandi.

Pagi hari menyapa, sinar matahari terlihar remang-remang di jendela kaca. Aku mendengar suara berisik di dalam kamar mandi, berdesir seperti orang sedang menyikat lantai dengan keras.

Aku pun bangkit dari tempat tidur dengan beralas karpet gulung seadanya. Semalam kami tidur berempat di tikar yang sama, dengan desakan dan terdengar alunan musik dari Abi membuat kami susah untuk tertidur nyenyak.

Aku berdiri dengan tubuh masih terhuyung, pusing. Terlalu lama di dalam mobil membuat Aku masih merasakan seperti ingin terbang melayang, bergoyang-goyang seperti ada gempa kecil.

Dengan hati-hati Aku berjalan mendekati suara itu, sambil menerogoh tembok untuk menjaga keseimbangan berdiri tegakku.

Langkah demi langkah Aku hampir sampai di dekat kamar mandi, jarak di ruang tamu ke kamar mandi pun tidak begitu jauh, karena kontrakan rumah ini sedikit kecil dibanding rumah di kampungku.

Dengan mata masih terasa pedas karena kekurangan tidur, aku menyapa orang di dalam kamar mandi tersebut.

"Sopo iku? Adek arep kebelet iki." Tanyaku sambil menahan pipis dan bersenderan di ujung tembok dekat pintu kamar mandi.

"Iyo, sabar. Iki Umi, dek!" Teriak Umi di dalam kamar mandi, suaranya terdengar bergemang.

"Cepet tah Umi, iki Adek wes ora kuat iki loh!" Balas teriakku sambil menahan pipis. Kaki pun Aku rapatkan.

Tiba-tiba Kak Tery terbangun dari tempat tidurnya dan berjalan sambil mengucek-ucek kedua matanya. Terlihat jelas, kak Tery pasti ingin masuk ke kamar mandi juga, karna kebiasaan di setiap pagi hari adalah setor kriditan.

"Dek, nonggoni opo?" Tanya Kak Tery sembari menyender di tembok berdampingan denganku.

"Umi,," Jawabku singkat, sambil berpaling ke arah pintu kamar mandi.

"Lah, emang Umi ngendi toh." Tanya Kak Tery, lagi.

"Opo seh Mbak, aku iki nahan pipis wes ora nguati loh. Sampean kok takon wae. Umi ono neng jero iki loh." Jawabku sembari menunjuk pintu kamar mandi, akupun sedikit kesal, karena Aku tidak kuat lagi jika menunggu Umi berlama-lama di dalam kamar mandi.

Kak Tery hanya membalas dengan wajah datar sambil sedikit memuncis di bibirnya, dan meledekku. Dia pun pergi ke ruang tamu, kembali duduk di lantai.

Akhirnya Aku menggedor-gedor pintu kamar mandi lagi dengan pelan sambil berteriak Umi untuk cepat keluar. Umi hanya membalas teriakanku dengan menjawab "Iya".

Cetak!

Terdengar suara kunci pintu terbuka, itu menandakan bahwa Umi sudah selesai membersihkan kamar mandi.

Aku pun mulai mendepani pintu kamar mandi dengan sigap, tetapi Kak Tery yang tadinya masih duduk di ruang tamu, ia langsung bangun dan berlari menuju ke arahku sambil mendepani pintu kamar mandi, saat Umi keluar, kak Tery langsung menyerobot masuk ke dalam dan mengunci pintu itu kembali.

Aku hanya terdiam sejenak, sambil melongo sebentar dan masih berusaha menahan pipis. Tidak lama Aku langsung berteriak memanggil nama Kak Tery dengan mata berkaca-kaca.

Abi yang tadinya masih tidur pulas, kini terbangun kaget oleh teriakanku dan Umi yang sedang melanjutkan berbereskan barang pun kaget bersamaan.

"Ono opo dek, kok koe nangis gitu?" Tanya Abi berjalan mendekatiku.

"Iku loh, bi. Mbak Tery main nyerobot wae masuk kamar mandi. Adek kan wes ngenteni suwe." Jawabku sambil menangis.

"Loh kok,, mbak Tery. Wes dereng!" Teriak Abi menggedor pintu kamar mandi dengan kebingungan.

"Bentar bi, mbak tesih mules!" Teriak Kak Tery bergemang memenuhi ruangan kamar mandi.

"Iyo wes, cepet yo. Kasian iki loh adekmu!" Jawab Abi, santai.

Aku yang masih berusaha menahan pipis, sekarang lebih terasa sakit. Menahan begitu lama dengan Umi, bertambah lagi dengan Kak Tery yang tidak mau mengantri, aku benar-benar kesal dan marah sekarang.

Sambil duduk di pinggir, menyender ke tembok. Aku duduk dengan bersilang dan masih menahan pipis.

Umi melihatku dari jarak lumayan jauh, ia pun menghampiriku sambil tersenyum. Lagi-lagi tersenyum yang Umi modalkan untuk Aku yang sedang kesal ini. Mendekatiku hanya tersenyum dan bilang sabar, sabar dan sabar.

Aku sedikit menghela nafas dan beristighfar sebentar. Walaupun hati sedikit tenang dan tangisku sedikit membaik, tidak di sangka Kak Tery lumayan cepat di dalam kamar mandi.

Dia keluar dengan wajah riang sedikit menyengir. Aku hanya membalas kesal sambil menggelembungkan pipiku, seperti Kak Tery lakukan saat kesal denganku.

Umi terdiam, dan tertawa bersamaan dengan Abi dan Kak Tery yang jelas meledekku hanya karena berebutan masuk lebih dulu di dalam kamar mandi.

15 menit, aku merenungkan diriku di dalam kamar mandi, sambil bernyanyi, aku sedikit tenang.

Tidak terbayangkan, kak Tery tiba-tiba menggedor pintu kamar mandi sambil berteriak seru mengingatkan Aku bahwa menyanyi di dalam kamar mandi akan di temani oleh syaitan.

"Adek, ning kamar mandi ora oleh nembang, koe nanti di konconi setan gelem po ora!" Teriaknya sambil menggedor pintu.

"Astaghfirullah, klalen Mbak!" Jawabku mengelus dada.

"Hei. Neng kamar mandi iyo podo wae ora oleh nyebut, adek." Kak Teru berseru kembali sambil mengingatkan.

"Iyo-iyo maaf Mbak, adek iki iyo klalen toh" Teriakku kembali berseru kesal.

Cetak! Krieettt!

Suara pintu kamar mandi terbuka lebar, aku keluar dengan wajah riang senang karena sudah tidak menahan sesuatu yang benar-benar membuatku gelisah.

Aku menghampiri Umi dan Abi yang sudah menungguku sedari tadi di ruang tamu untuk menikmati sarapan bersama. Karena rumah baru ini masih kosong, jadi kami hanya sarapan seadanya.

Abi dan Kak Tery pun tidak protes hari ini, biasanya merekalah yang paling riweh saat sarapan pagi, memang sudah dasarnya anak-bapak itu terlihat sama jelas sikap dan perilakunya.

"Adek, awan iki gelem opo ora melu Abi lungo?" Tanya Abi menatap lamat-lamat kepadaku.

"Lungo mendi, Bi?" Jawabku menatapnya kembali dengan penuh pertanyaan.

Abi hanya tersenyum dan kembali menyuap makanannya dengan lahap, aku masih menunggu jawabannya padahal. Tapi Aku dengan penuh keyakinan bahwa Abi akan membawaku ke suatu tempat yang begitu indah, yang belum pernah ku kunjungi sebelumnya.

\\\*

Terik matahari kian memanas menyelimuti Jakarta, aku dan Abi pergi bersama untuk menjelajahi Jakarta. Kak Tery yang tidak mau di ajak akhirnya hanya terdiam diri di kontrakan yang masih kosong.

Rencananya Abi ingin pergi ke suatu tempat, dan janjian dengan salah satu yang katanya adalah teman baiknya saat Abi masih remaja.

Aku tidak menyangka bahwa Abi memiliki sahabat lamanya di sini. Umi tidak ikut bersama kami, ia lebih memilih duduk manis sambil menyiapkan barang-barang yang kami bawa dari Jogja.

Abi menggunakan ponselnya untuk memanggil ojek online . Aku kira Abi akan memanggilnya menggunakan motor, tapi justru Akulah yang salah mengartikannya.

Saat ojek online itu datang, aku berseru senang karena bisa berkeliling Jakarta bersama Abi.