Happy Reading...
***
Ada kabar baik untuk Nesya, sesudah dari bioskop itu Erisca terpaksa harus pulang dan dia jemput oleh orang tuanya. Seno yang tadinya akan mengantar Erisca pun tak jadi.
Seno di paksa untuk tetap bersama mereka karena Erisca sudah di jemput.
"Mau ngapain lagi? Lagian Erisca udah pulang."
"Ya biarin dia pulang, Lo tetep di sini bareng kita. Gak asik Lo mah ah," jawab Denis.
Mereka pun memutuskan untuk bermain timezone. Suara berisik dari orang-orang yang sedang bermain itu membuat Nesya sumringah ingin ikut main. Ia membeli saldo terlebih dulu.
Ia mencoba berbagai mainan. Seno sepertinya kurang tertarik, ia hanya memperhatikan tanpa minat.
Ia melihat Nesya memainkan alat pencapit itu. Ia tersenyum remeh ketika melihat Nesya selalu gagal.
"Ngeledek, emang situ bisa?" ucap Nesya tak terima dengan tawa remeh Seno.
"Sini biar gue yang main."
"Beli saldo sendiri!"
"Ck, pelit Lo!"
"Biarin, wle!!" ejek Nesya sembari menjulurkan lidahnya.
Setelah membeli saldo Seno mulai beraksi dengan mesin pencapit itu.
PLUK...
Boneka itu jatuh tepat kotak pengeluaran.
"Waw..."
Seno mengambilnya sembari dengan sombongnya memperlihatkan kepada Nesya.
"Nih buat Lo."
"Serius?"
"Yaiyalah, lagian gue buat apaan?"
"Siapa tahu aja kamu suka boneka."
"Idih."
***
Setelah menghabiskan saldo mereka pun memutuskan untuk makan. Di sebuah cafe dengan gaya khas anak muda. Musik masa kini mendominasi ruangan. Berbagai harum makanan mengambang di udara.
Mereka sembari menikmati makanan bercengkrama membicarakan futsal dan segala hal berbau laki-laki. Nesya sendiri hanya diam mendengarkan sembari memakan ice cream yang baru saja di pesannya. Ia seorang wanita yang kurang mengerti dengan apa yang dibicarakan.
"Truth or Dare yuk," ajak Denis tiba-tiba karena mungkin melihat Nesya yang tak masuk kedalam obrolan.
"Ayo, aku setuju setuju saja," jawab Fajar.
Seno mengangguk dan Nesya pun terlihat senang karena mereka peka dirinya bosan mendengarkan obrolan yang tak menarik menurutnya.
Sebuah botol yang berada di meja itu pun dijadikan Denis sebagai penunjuk.
Botol itu pun di putar.
"Truth or Dare?" tanya Nesya pada Denis.
"Truth dulu deh."
"Kamu suka pada Nesya?" tanya Fajar langsung.
"Kok nanya gitu?"
"Kamu terlihat peduli sekali dengan Nesya."
"Peduli bukan berarti suka juga," jawab Denis
Seno melirik Nesya.
"Kalau suka bilang aja kali Den," Nesya menimpali.
"GR banget Lo!"
Nesya tertawa kecil.
Botol itu di putar kembali. Kini giliran Fajar.
"Truth juga lah aku."
"Kenapa masih jomlo?" tanya Seno.
"Kau nanya begitu, mau mati kau?"
"Lo homo?" tanya Nesya langsung.
"Sembarangan mulut mu, aku bukan homo. Aku suka sama seseorang tapi dia suka sama orang lain."
"Nyindir?" tanya Nesya dengan nada rendah.
"Memang faktanya begiti, tapi aku tidak seperti kau agresif ngejar-ngejar," ucap Fajar yang sepertinya gereget dengan Nesya yang terus-terusan mengejar Seno.
"Ih, Lo mah. Itu tuh proses berjuang namanya."
Denis memutar botol itu.
"Truth or Dare?"
"Truth dulu juga," ucap Nesya.
"Sampai kapan Lo kejar-kejar si Seno?" tanya Denis.
"Sampai Seno benar-benar terbukti bukan jodoh gue," ucap Nesya kemudian melirik Seno. Seno hanya menatapnya malas. Ia mengangsurkan badannya memperbaiki duduknya.
"Tinggal kau Sen, truth or dare."
"Truth."
"Cewek yang kau suka Sen," tanya Fajar langsung.
Seno menatap Nesya yang juga menatapnya.
"Erisca."
Nesya tersenyum, dugaannya benar. Seno memang menyukai Erisca.
"Kenapa tak kau pacari?"
"Belum saatnya."
Fajar melihat Denis yang juga Denis melihat Fajar keduanya seperti saling memberikan kode dan kemudian melihat Nesya. Secinta itukah Nesya?
Permainan itu terhenti karena jam yang menunjukan sudah sangat larut sekali. Masalahnya Nesya seorang wanita dan dia tak baik pulang selarut ini.
***