Nesya menggigit bibir bawahnya, menahan rasa yang tiba-tiba timbul begitu saja. Sebotol minuman kemasan itu, Ia urungkan untuk diberikan. Harusnya Nesya tahu, Erisca masih di sini, Erisca mendampingi Seno. Bahkan jelas-jelas kata Denis tadi pagi di sekolah berkata kalau Erisca akan sekolah di SMU Dirgantara. Yang artinya satu sekolah dengan mereka.
Sore ini, Seno memang sedang latihan futsal. Saat sampai ke lapangan futsal, ternyata Seno bersama Erisca. Cewek cantik dengan rambut panjang lurus itu memang menyita perhatian para cowok. Berpenampilan menarik layaknya cewek anggun yang sangat mengerti fashion. Tubuhnya ideal, terlihat sekali sangat menjaga tubuhnya. Terlihat proposional.
Nesya berjalan menjauh dari lapangan sebelum orang-orang melihatnya iba. Ia menghirup udara sekuat-kuatnya. Berusaha menghilangkan sesak yang tiba-tiba timbul itu.
"Nesya?"
Nesya membalikan badannya, baru saja dia dengar seseorang menyebut namanya.
"Hai, eh... kita ketemu lagi," sapa Nesya balik.
"Masih tahu gue?"
"Rendi kan?"
Cowok itu mengangguk lantas tersenyum. Bagaimana bisa berkata seperti itu, padahal tiga hari lalu cowok itu menghubungi Nesya, mengajak untuk menonton. Sayangnya Nesya tidak bisa. Pada hari itu, Nesya sedang menemani Bundanya.
"Ngapain disini?" tanya Rendi.
"Berenang," jawab Nesya asal.
"Kirain tersesat, tahu jalan pulangkan?" ucap Rendi.
"Kok tersesat? Jalan pulang tahu lah."
"Iya, soalnya tadi di kayangan bidadarinya gak ada satu. Malah ada di sini, mau berenang katanya, siapa tahu tersesat," gombal Rendi.
Nesya tertawa kecil, meski terdengar garing. Gombalan yang sering digunakan para cowok itu ternyata digunakan Rendi juga.
"Bisa juga yah ngegembel," ujar Nesya.
"Ngegombal!!" protes Rendi sambil mengacak rambut kepala atas Nesya.
"Ekhem..." suara bariton milik Denis membuyarkan suasana yang dibuat Nesya juga Rendi.
Rendi menatap Denis, juga disusul beberapa orang yang keluar dari pintu keluar lapangan.
"Gue latihan dulu, Nes. Bye... sampai bertemu lagi nanti," ucap Rendi, "Bidadari," lanjut Rendi sambil berbisik.
Nesya bersemu, bagaimana pun Nesya seorang wanita. Akan bersemu jika digombali. Hal wajar bukan?
Nesya menatap jari yang saling menaut. Dadanya kembali sesak.
"Nanti malem, kita kerjain tugas di rumah siapa?" tanya Nesya.
"Denis," jawab Seno terdengar dingin.
"Lu pada seneng di rumah gue karena banyak makanan Kan? Iya Kan?"
"Bukan karena banyak makanan. Macam mana fungsi mu itu Den, tugas pun tak ikut mengerjakan. Menyediakan makanan tugas mu itu lah," ucap Fajar.
Denis mendengus mendengar penuturan Fajar.
"Pinter aja belagu Lo!"
"Dari pada kamu? Bodoh belagu lagi," hina Fajar.
"Yang penting kaya!" sombong Denis kemudian sambil bersidekap dada. Seno hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya. Sombong-sombong begitu Denis baik. Dia bahkan tidak pelit sama sekali.
"Jemput gue," pinta Nesya.
"Si Seno lah nanti jemput kau!" ucap Fajar.
"Adrian aja, gue gak pernah ke rumah dia."
Miris sekali, Seno menolaknya mentah-mentah.
Erisca hanya terdiam, tak masuk ke dalam obrolan.
"Aku ke mobil duluan yah Kak," ucap Erisca.
Seno menganggukan kepalanya.
Nesya maju mendekati Seno. "Boleh gak ikut sampe halte arah rumah aku?"
Seno menatap Nesya. "Enggak!"
"Please..." Nesya menyatukan kedua tangannya, memohon.
"Gue harus anterin Ica ke bandara. Buru-buru," jawab Seno.
Nesya menghela napasnya.
"Yaudah."
Tapi tunggu dulu, Nesya menangkap ucapan Seno, dia bilang akan mengantar Erisca ke bandara? Itu artinya Erisca akan pergi dari negara ini? Pasti mengurus kepindahannya itu. Huh... pergi sebentar untuk pulang menetap lama. Ini akan sangat sulit bagi Nesya mendekati Seno.
***