Suasana kelas begitu riuh, Nesya yang baru saja masuk kelas merasa heran. Ada apa? Tanyanya bingung sendiri.
"Tip-X gue woy."
"Abis Rifki, gue yah!"
Nesya berjalan menuju bangkunya. Disana sudah berkurumun para cowok yang sedang sibuk menulis sepertinya. Sebentar, Nesya melihat lamat-lamat buku yang ditengah itu. Ia membelalakan matanya. Lalu menyuruh orang-orang untuk minggir. Ia langsung menutup buku tulis itu dan memasanag raut marahnya.
"Gue belum selesai," ucap Denis terlihat prustasi.
Dibangku itu ada Adrian, Seno, Fajar, juga beberapa cowok yang sedang terlihat frustasi.
"Kok ngambil buku gue gitu aja?"
"Kan udah dikasih bubur Nes, dianterin Seno lagi," ucap Denis tanpa rasa bersalah.
Ini lebih membelalakan mata Nesya. Jadi cowok itu memberikan bubur hanya untuk ini.
"Ayolah Nesya, saya belum mengerjakan tugas Fisikanya. Kelupaan," bujuk Fajar.
Nesya serba salah, tepat di kursi nya ada Seno yang sedang duduk juga sepertinya menunggu Nesya memberikan jawaban pekerjaan rumah Fisika itu.
"Kamu belum?" tanya Nesya pada Seno.
"Lupa kalo ada tugas," jawab Nesya.
Dengan berat hati Nesya mengulrkan buku tulis itu, harus merelakan jawaban tugas Fisikanya yang dia sendiri susah payah untuk mengerjakannya.
***
Kertas kecil itu membuat Nesya celingukan sendiri. Itu sebuah tiket nonton, ia membaca tiket itu untuk hari sabtu, lebih tepatnya; malam minggu.
"Tiket siapa?"
"Buat Lo."
Suara cowok yang sedang berdiri di ambang pintu masuk kelas itu membuat Nesya menoleh.
"Buat aku?"
Cowok itu berjalan kemudian duduk dibangku sebelah Nesya, memang mereka kadang sebangku kadang tidak. Bagaimana mood Nesyanya saja sebenarnya.
"Karena kemarin Lo udah ngasih contekan buat gue," ucap Seno.
"Ini ada dua, punya Lo satunyakan?"
"Gue gak bisa temenin Lo nonton. Lo ajak aja Denis atau Fajar."
Rasa senang Nesya hancur seketika. Dia fikir akan ditemani Seno, nyatanya cari temen sendiri.
"Yaudah, ngajak Rendi aja kali yah," gumam Nesya sambil berfikir mencari teman yang cocok untuk diajak nonton.
"Gak!"
"Eh?"
"Fajar atau Denis. Gua gak izinin sama Rendi."
"Kenapa?"
"Lo gak perlu tahu. Pokoknya gue gak izinin."
"Gak janji," ucap Nesya yang kemudian duduk di sebelah Seno. Ia kemudian memasukan tiket nonton itu kedalam saku baju seragamnya.
Suara adu mulut Denis dan Fajar sudah terdengar, mengarah ke kelas.
"Cie... pagi-pagi udah pacaran aja."
Seno langsung menatap tajam Denis. Cowok itu langsung menelan salivanya mendapat tatapan mematikan Seno. Sedangkan Nesya hanya tersenyum tersipu mendengar penuturan Denis. Pacaran katanya? Kapan itu akan terjadi?
Tak lama beberapa menit kemudian bel masuk berbunyi.
Oh ya, kini Nesya tak lagi menunggu Seno seperti kapan lalu. Dia akhirnya sesekali diantarkan Bundanya yang sepertinya sedang ada urusan, karena pagi sekali Bundanya selalu harus berangkat yang entah kemana, Nesya selalu lupa untuk menanyakannya.
Jika tak diantarkan Bundanya, dia memiliki supir panggilan. Jadi malam sebelum pagi sudah menelpong Mang Harun, supir yang direkrut Bundanya. Mang Harun jika tak ditelpon Nesya untuk mengantar ke sekolahan, beliau bekerja di perusahan Bundanya sebagai supir antar barang.
***