"Ba-Bast, a-aku sudah selesai mandi. A-apa kamu mau mandi juga?" Yalena berbicara dengan kikuk di depan suaminya sambil meremas jemari yang gemetar. Dia merasakan ketakutan pada sosok Bastille yang tampak berwajah galak dan bertubuh tinggi besar.
Pertanyaan Yalena berhasil membangunkan Bastille dari terpukau. "Hhrrmm." Dia mendehem dan menjawab dengan tenang. "Iya." Singkat, Bastille pun bangkit dari duduknya. Dia meraba jalan menuju ke kamar mandi. Bastille sudah terbiasa melakukan akting seperti ini. Sandiwaranya terlihat amat natural seolah pria itu benar-benar buta. Seharusnya Bastille menjadi artis saja, bukannya CEO. Cukup lama dia melakukan perannya ini. Hanya dia dan beberapa orang kepercayaannya yang mengetahui kebenarannya kini.
"Ma-mau aku bantu, Ba-Bast?" Yalena melihat Bastille berjalan kesulitan menggunakan tongkat. Namun, dia ragu untuk langsung mendekati dan membantunya.
"Tidak perlu." Bastille mencoba dengan keras menahan hasratnya. Bagian bawahnya sudah terasa penuh sesak. Selesai mandi nanti, dia akan langsung meminta pertanggungjawaban Yalena untuk apa yang sudah perempuan itu lakukan terhadapnya. Awas saja kau nanti! Batinnya menggerutu sambil memasuki kamar mandi.
Setelah selesai mengeringkan rambut, Yalena pun berbaring di petiduran. Dia merebahkan tubuhnya untuk melepaskan penat. Yalena merasa sangat lelah hari ini setelah menahan gangguan panik dan kecemasannya sepanjang hari. Dia merasa amat tekanan di acara pernikahannya tadi. Pernikahan Bastille dan Yalena dilaksanakan di kota Glaslow Skotlandia. Tepatnya di City Center Suites Renfrew Street hotel yang merupakan hotel milik kakak dari Bastille, yakni Tommy Labrinth Timothy.
Keluarga Timothy mengatakan bahwa hanya akan mengadakan pesta biasa kecil-kecilan. Namun, ini tidak kecil dan biasa bagi Yalena. Tamu yang datang pun bukanlah orang-orang sembarangan. Ada Presiden Amerika, Perdana Menteri Jepang dan yang paling membuat Yalena terkejut adalah kedatangan Pangeran William dan istrinya Chatherine Middleton. Ya Tuhan. Mimpi apa dia semalam sampai-sampai Pangeran William dan Putri Chatherine menyempatkan datang ke pesta pernikahannya? "Siapa Bast sebenarnya?" gumam Yalena. Kemudian dia menarik selimut menutupi seluruh tubuh. Seharian menyembunyikan gangguan panik dan kecemasan membuat tubuhnya kelelahan karena dipaksa bekerja dengan lebih keras. Sekarang Yalena merasa sangat mengantuk dan lemas, lalu perlahan dia pun menutup manik hitamnya dan terlelap pulas. Di wajahnya terlukis dengan jelas kelelahan yang telah dialami seharian ini.
Bastille dan Yalena tengah berada di sebuah mansion milik keluarga Thimothy. Mansion mewah di pinggiran kota, tepatnya di pedesaan Loch Lomond. Menempuh perjalanan selama empat puluh lima menit dari Glaslow menggunakan mobil melewati pinggiran lembah batu pasir. Tempatnya asri dan sejuk dengan pegunungan berkabut dan hutan yang berbukit serta ada danau yang indah. Cukup jauh dari kota Glaslow yang padat dan ramai riuh orang. Yalena agak menyukai tempat ini karena sunyi dan damai.
Tak selang lama, Bastille pun keluar dari kamar mandi lalu berjalan mendekati ranjang dengan hanya memakai handuk. Dia sudah siap untuk malam pengantinnya. Namun, tiba-tiba saja dia merasa kesal bukan main kala mendapati istrinya sudah tertidur pulas. Bedeb*h gila ini benar-benar sudah keterlaluan. Batinnya dengan wajah mencongak dan mata terpejam. Basttile merasa amat frustasi dengan kelakuan Yalena yang bodoh. "Bagus! Aku di tinggal tidur di malam pengantinku," desisnya. "Dasar wanita licik! Setelah menggodaku kamu langsung tidur begitu saja," gerutunya sambil mendengus kesal. "Gadis sialan!" makinya disambi mengepalkan tangannya kuat. "Argh!" Dia memukul dinding dengan keras dengan napas memburu.
Namun, sesaat kemudian tatapannya terkunci pada sosok istrinya yang tidur meringkuk seperti anak kecil. Bastille memandangi wajah Yalena yang terlihat cantik dan polos. Lalu perlahan dia naik ke atas ranjang mendekati gadis itu dan mengecup bibirnya sekilas. "Lain kali, aku takkan melepaskanmu, gadis bodoh." Dia menyeringai dengan gigi gemeretak, kedua bola mata nyalang menatap sang istri intens.
***
Pagi pun datang tanpa Bastille bisa melakukan apa-apa. Dia kesulitan tidur semalaman karena menahan hasrat yang bergejolak kian hebat dalam dirinya. Bastille kesulitan mengendalikan lib*no-nya. Dia sangat berharap Yalena cepat bangun supaya bisa menuntaskan birah*nya. Bastille merasa lelah setelah menahan golakan nafsu dalam tubuhnya semalaman. Meski sebenarnya bisa saja dia melahap gadis itu kala masih terlelap. Namun, setiap kali melihat wajah tidur damai Yalena. Seketika dia selalu merasa tak tega hingga membuatnya mengurungkan niatnya lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali dia melakukan hal tersebut sepanjang malam tadi. "Dasar pengecut!" maki Bastille pada ketidakberdayaannya. Ini sungguh bukanlah dirinya. Biasanya dia tak terlalu memikirkan keadaan. Yang dia mau harus selalu dia dapatkan. Namun, semua itu berbeda saat ini. Mungkin karena status Yalena sebagai istrinya. Jika saja wajahmu jelek, aku sudah membuangmu ke danau semalam, gadis bodoh. Bastille membatin.
Matanya tak henti-hentinya menjelajahi wajah Yalena. Bahkan sesekali tangannya akan mengelus pinggang, lengan hingga paha sang istri. "Kapan kamu akan bangun? Dasar bangkai!" Bastille mendengus kesal. Tiba saat pukul tiga pagi, dengan bersusah payah akhirnya Bastille pun bisa tertidur meski tidak terlalu pulas.
Tiba kala beberapa jam kemudian, Yalena pun bangun dari tidurnya saat merasakan cahaya matahari yang menggelitik kelopak mata. Dia mencoba menghalangi silau dengan kedua tangannya. Namun, tidak berhasil, jendela besar yang terbuka secara otomatis itu, terbuka dengan sempurna. Kemudian Yalena memaksakan bangun. Perlahan dia membuka matanya. Yalena merasa segar pagi ini. Dia mengucek-ngucek manik kecoklatannya lalu merenggangkan tubuh. Bola beningnya masih berkunang-kunang karena baru bangun tidur. "Hoam." Dia menguap. Tubuhnya yang semalam kelelahan kini telah pulih, sudah kembali bertenaga. Yalena hendak bangun dari pembaringan tetapi, tertahan saat merasakan punggungnya menyentuh benda keras. Lalu dia pun menoleh ke belakang hendak melihat. Rupanya itu tubuh sang suami yang memeluknya dengan erat. Yalena mencoba melepaskan tangan yang melilit perutnya tetapi, pelukan Bastille malah bertambah erat.
"Aduh, bagaimana ini?" gumam Yalena dengan suara parau khas orang baru bangun tidur. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Yalena membalikan tubuhnya menghadap ke arah sang suami. Dia mencoba mendorong tubuh pria yang keras bak batu itu dengan hati-hati. Namun, Bastille malah merengkuhnya semakin rapat hingga membuat dada mereka bertemu dan kini wajah mereka amat sangat dekat. Yalena bahkan bisa merasakan hembusan hangat napas suaminya. Dia mendongak menatap wajah sang suami yang terlihat masih tertidur pulas. Yalena terpaku, kala melihat wajah Bastille dari dekat. Baru kali ini Yalena bisa melihat dengan jelas garis wajah suaminya. Sebelumnya, gadis itu tidak pernah berani memandanginya. Ah, wajahnya sangat biasa. Yalena membohongi hatinya.
Yalena menatap nanap pria di hadapannya. Matanya beberapa kali mengerejap, dia yang merasa gugup pun hanya mampu menelan saliva dengan susah payah. Lalu Yalena kembali berusaha mengendalikan kecemasannya. Dia menghela napas panjang berkali-kali mencoba mengendalikan diri. Detak jantungnya telah terlanjur terpacu. Kemudian tanpa diduga, Bastille membetot tubuhnya dan membuat bibir mereka akhirnya bertemu.
Manik Yalena menjenggil, dia terbengong-bengong tatkala bibir mereka saling bersentuhan. Yalena termangu tak berani bergerak, tubuh seketika mematung. Yalena merasakan ketakutan yang luar biasa, ketegangan yang teramat sangat, dan kegelisahan yang menyiksa batinnya. Entah kenapa hatinya merasa sakit saat merasakan lumatan rakus Basttile. Dia merasa sedang kacau. Yalena tidak bisa menerima semua ini. Dia belum siap.
Segera raut wajahnya berubah sendu dengan bulir air mata yang seketika muncul di setiap sudut iris kecoklatannya. Tidak, Bast. Tolong hentikan semua ini. Aku mohon. Dia membatin.
Bastille sangat menikmati ciumannya pagi ini sampai-sampai tidak menyadari keadaan sang istri yang begitu ketakutan. Dia mengangkat rahangnya lebih lebar agar bisa lebih leluasa menjelajahi rongga mulut Yalena. Bastille menjulurkan lidahnya dan menghisap dengan penuh semangat.
Bastille mencium Yalena dengan rakus meski tak kunjung mendapatkan balasan. Dia tidak peduli akan semua itu. Yang dia inginkan saat ini ialah memuaskan rasa penasarannya akan tubuh Yalena yang begitu menggoda.
Yalena mengerutkan kening saat merasakan tangan kokoh pria itu menyusup ke balik pakaiannya. Dia mencoba menarik keluar tangan suaminya. Yalena sudah tak kuasa menahan semua gejolak buruk yang terasa menekan batinnya. Hingga sebutir air mata pun sukses menuruni pelipisnya. Yalena berusaha mendorong tubuh Bastille untuk melepaskan pagutan pria itu. Namun, kedua tangannya segera dicengkram erat dan ditekan kuat. Lalu dia mencoba melepaskan tangan kanan dan kirinya yang dipegangi Bastille, tapi sulit. Tekanan pria itu terlalu kuat. Yalena tidak mampu melawannya. Ya Tuhan, tolong bantu aku. Doanya di dalam hati. Yalena tak sanggup lagi menahan semua ini. Gangguan paniknya kian menyerang dengan hebatnya.