Hari itu juga Bastille langsung menghubungi Antony. Dia memerintahkan asisten pribadinya itu untuk mempersiapkan Jet kesayangan Airb*s tiga delapan puluh untuk kepulangannya besok.
Pesawat pribadi termewah yang memiliki ukuran paling besar dan juga paling mahal di dunia. Harga pesawat ini mencapai lima ratus juta dollar AS atau sekitar tujuh triliun Rupiah. Pesawat ini didesain khusus untuk seorang Bastille Labrinth Timothy dan dirancang layaknya istana.
Interiornya dilengkapi dengan anak tangga berbentuk spiral yang menghubungkan lantai satu dan dua. Ada empat ruang VIP suite khusus untuk keluarga dan tamu VIP pribadinya, satu ruang gym yang dilengkapi dengan sarana-sarana elektronik canggih dan satu garasi khusus untuk menyimpan mobil Rolls R0yce kesayangan Bastille. Di dalam jet ini juga terdapat kamar mandi bergaya Turki dan seluruh ruangan pesawat di warnai dengan warna emas khas kerajaan.
Bast terpaksa harus mempercepat kepulangannya akibat ulah Mark. Bulan madu santai berduaan dengan istrinya kini hanya tinggal sebuah angan. Selain menyuruh asistennya itu mempersiapkan kendaraan untuk kepulangannya ke Indonesia, dia juga memerintahkan Antony untuk mencari tahu semua hal tentang Yalena. Termasuk menyelidiki kehidupan pribadi sampai riwayat penyakit perempuan tersebut.
Ruangan luas bergaya Victoria dengan cat dinding berwarna krim dan emas itu terlihat megah bak istana. Satu set sofa victorian mewah disusun melingkar di tengah-tengah ruangan. Tampak semua perabotan termasuk bufet bermotif pun berwarna senada dengan dinding. Berbagai lukisan dan pajangan antik tersusun rapi sesuai desain interior.
Bastille tengah duduk di sofa sembari mencoba berkonsentrasi mendengarkan laporan perusahaan dari sebuah voice recorder. Rekaman itu berisi pembahasan rapat antara para pemegang saham satu minggu yang lalu. Saat itu kebetulan sekali dia tak dapat menghadirinya, karena berbagai kesibukan persiapan pernikahan.
Namun, ketika Bastille tengah fokus, tiba-tiba saja dia teringat sebuah chip penting yang dia letakan di dalam lemari. Shit! Itu chip yang sangat penting. Di dalamnya terdapat file-file penting perusahaan dan dia selalu membawa chip itu ke mana-mana termasuk ke kamar mandi sekalipun.
Dua hari sudah dia meletakan chip itu di tempat yang sama. Bastille lekas bangkit dari duduknya lalu bergegas kembali ke kamar untuk mengamankan chip tersebut.
Bastille segera ke kamarnya lalu membuka lemari besar di depan ranjang. Kemudian Bastille mencari chip yang dimaksud dan tak berapa lama akhirnya chip tersebut pun ditemukan. Bastille mengambilnya lalu memasukan ke saku celana jeans pendeknya.
Kemudian Bastille melihat sekeliling. Matanya menyisir ruangan tersebut. Dia tak mendapati keberadaan Yalena. Ke mana perginya gadis aneh itu? Batinnya.
Lalu Bastille membuka gawainya untuk mengecek setiap cctv di dalam rumah. Dilihatnya satu persatu cctv tersebut tetapi, tak satupun menampakan keberadaan Yalena.
Khawatir istrinya menghilang, pria jangkung yang memiliki rahang tegas itu pun mulai mencari. Bastille mengecek setiap ruangan yang berada di kamarnya. Lalu dia pergi ke balkon serta melihat ke bawahnya sekilas, dilihatnya pun tak ada siapa-siapa.
Namun, tunggu! Bastille kembali melihat ke bawah balkon. Netranya menerawang jauh ke tepi danau. Bastille melihat Yalena tengah berdiri menghadap ke danau dengan kedua tangan memeluknya sendiri. "Yalena? Apa yang sedang dia lakukan di sana?" Bastille bergumam.
Jam masih menunjukan pukul dua siang. Namun, suasana di sana masih terasa dingin meski matahari berada di atas kepala. Yalena tengah duduk di sebuah bangku di sisi danau. Danau yang indah dengan pepohonan hijau mengelilingi.
Rumput gajah yang terawat menjadi pijakannya. Yalena duduk dengan kedua tangan memeluk tubuhnya sendiri sembari berselimut sebuah selimut kecil. Beberapa kali angin menerpa tubuh seraya melambaikan surai legamnya.
Riak air tersapu angin beriringan ke tepi menjadi pusat netranya. Burung berbulu putih tak henti-hentinya berterbangan di atas danau sembari sesekali mencelupkan paruhnya mengambil ikan-ikan kecil lalu menerbangkannya ke sarang sungguh menarik perhatian Yalena.
Langit biru memayungi indah Yalena tanpa sedikitpun awan menghiasi rupanya. Begitu tampak luas dan megah angkasa sana. Gadis itu sedikit bisa mendapatkan ketenangan. Kegelisahan dan kegugupan seketika lenyap.
Yalena menghela napas lelah.
"Hhrrrmm." Bastille mendehem yang sontak membuat Yalena berbalik menatapnya.
"Ba-Bast, se-sedang apa kamu di sini?" Yalena kembali merasakan ketidaknyamanan.
"Taman ini masih milikku, aku bebas berada di mana saja."
"O-oh ma-maaf." Yalena menundukan kepala.
"Apa kamu mau jalan-jalan?"
"Ng-nggak usah, aku kembali ke kamar saja."
"Hanya di sekitar sini. Saya ingin menunjukan tempat kesukaanku."
Yalena pun menganggukan kepala dengan ragu. Dilihatnya Bastille mulai mengayuh kaki lalu segera dia ikuti takut-takut nanti terkena semprot lagi.
Bisa jantungan jika sampai kejadian itu terulang kembali. Bastille membawanya ke sisi timur mansion. Mereka berjalan cukup lama sebelum akhirnya sampai di tempat tujuan. Bastille mengajak Yalena ke sebuah rumah kaca yang cukup besar.
Di luarnya terdapat tanaman bunga Rose berbagai macam jenis. Namun, yang paling menarik perhatian Yalena ialah Rose Mr. Lincoln yang berwarna merah tua. Bunga itu mengingatkannya pada film Beauty and the Beast. Kemudian diingatnya Bastille yang berkarakter sangat mirip dengan Beast dalam film tersebut. Pemarah, sombong, suka pamer, dan tukang ngatur. Tapi, apakah penyuka bunga-bunga semacam ini orang yang berwatak keras? Pikirannya mulai memikirkan yang aneh-aneh.
"Indah kan?" tanya Bastille yang menyadarkan Yalena dari lamunan anehnya.
"A-iya." Gadis itu menjawab dengan cepat. Dia pun kembali menundukan kepala.
Bastille melirik istrinya sekilas. Tampak Yalena kembali melamun dengan kepala tertunduk. Pria itu sungguh penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan istrinya tersebut. "Hhrrmm." Dehemannya kembali menyadarkan Yalena dari lamunan. "Kenapa kamu diam? Apa kamu nggak suka bunga mawar dan rumah kaca ini?"
"Ng-nggak, eh- maksudku su-suka." Yalena kembali gugup hingga tergagap.
"Rumah kaca ini adalah tempat favorit saya."
Yalena mengedarkan pandangannya pada tanaman di depan rumah kaca tersebut. Namun, yang terdapat di sana hanya tanaman bunga mawar dari berbagai jenis yang ditanam begitu banyak. Sedikit terasa aneh. Di halaman seluas itu kenapa hanya ditanami mawar? Padahal masih banyak jenis bunga-bunga yang indah seperti Krisan, Anyelir, Anggrek, Tulip, dan yang lainnya. Keanehan semakin terasa. Apa mungkin Bast terobsesi dengan bunga mawar? "Ba-Bast, ke-kenapa hanya ada ma-mawar di sini?"
"Kenapa? Apa kamu berpikir saya ini seorang Beast?" tanyanya iseng tetapi, tepat dengan apa yang ada dipikiran Yalena. Gadis itu memang masih sibuk memikirkan persamaan Bastille dan Beast yang dirasa memiliki watak yang sama.
"Ng-nggak, ma-mana berani aku berpikiran je-jelek tentangmu." Yalena berbohong.
Bastille hanya menyeringai miring saat mendengarkan sangkalan dari Yalena. Dia hanya bercanda tapi, kenapa gadis itu menanggapinya dengan serius?
"Kamu aneh." Bastille tersenyum lalu memetika sekuntum mawar merahnya dan memberikan pada Yalena.
Yalena tampak menatap Bastille bingung.
"Ambillah, ini untukmu."
Yalena seketika terharu. Dia menatap mata abu-abu Bastille dengan perasaan senang yang mengharu. "Terima kasih." Yalena tak menyangka akan mendapatkan bunga mawar dari suaminya
Tanpa peringatan, Bastille menarik Yalena ke dalam dekapannya. "Yalena?"
"I-iya," jawab Yalena ragu.
Bastille menghela napas panjang lalu membenamkan wajahnya pada tengkuk Yalena. "Kita masih belum melakukan malam pengantin kita. Padahal saya sudah sangat menantikannya dari sejak kemarin."
Dag dig dug dada Yalena kala mendengar bisikan Bastille. Bulu halusnya seketika meremang.
Bastille menghirup lembut surai legam yang halus dan panjang tersebut. "Malam ini saya ingin menuntaskannya. Saya ingin malam pengantin yang sesungguhnya tanpa ada gangguan apapun."
Glek!
Yalena menelan salivanya dengan susah payah. Seketika tubuhnya merinding. Apalagi yang akan terjadi malam ini? Kenapa Bast selalu ingin menyentuhku? Hatinya sedih. Shit! Bagaimana Yalena bisa menghadapi Bastille nanti sedangkan, sekarang saja dia sudah merasa lemas begini.
Seandainya keberanian bisa dibeli, Yalena akan membelinya berapapun harganya agar dia dapat menghadapi Bastille dengan tenang. Yalena meremas jemarinya dengan telapak yang sudah berkeringat.
Bastille mengecup lembut pucuk kepala Yalena yang tengah tertunduk.