Chereads / Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu / Chapter 4 - Part 4-Kecemasan

Chapter 4 - Part 4-Kecemasan

Sepulangnya Bara dari kantor, ia melihat Kakaknya sudah kembali ke rumah dan terlihat tengah berbincang serius dengan Mamanya.

"Assalamu'alaikum." Bara mencium tangan Mamanya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Afnan dan Mamanya.

"Gimana hari pertama kerja, Nak? Lancar?" tanya Mamanya.

"Lancar Ma. Tapi pegel juga ya kerja di kantor itu. Kebanyakan duduk."

"Lah iya. Orang kamu biasa ngayap Bar. Nanti juga kamu bakal terbiasa," ujar Mamanya.

Bara hanya menganggukan kepala.

"Pulang jam berapa, Bang?" tanya Bara pada Kakaknya yang tengah sibuk berselancar di ponselnya.

"Jam 4," jawab Afnan santai.

"Gimana tadi ketemu camer? ditolak mentah-mentah, ya?" goda Bara pada Kakaknya.

Afnan menyunggingkan senyum tipis.

"Apa mungkin, orang setampan abangmu ini bakal ditolak? Ya nggak Ma?" Afnan melirik Mamanya.

Mamanya tersenyum simpul.

"Sudah jelas toh. Mana ada sih yang berani nolak anak-anak Mama. Gantengnya kelewatan. Baik-baik lagi."

"Tapi masih lebih gantengan Bara kan, Ma?" ucapnya bangga sambil memainkan poninya.

Afnan hanya tersenyum dan menggelengkan kepala melihat kelakuan adiknya.

"Iya, sayang. Kamu anak Mama paling ganteng, paling ngegemesin." Mamanya mencubit gemas dagu anaknya.

Bara menjulurkan lidah pada Kakaknya. Afnan gemas dan melemparkan kertas yang diremas-remas ke Bara. Bara tertawa puas dan membalas melempar balik kertas-kertas itu.

"Udah-udah. Jangan berantem mulu ah. Kayak masih anak kecil aja kalian ini. Malu. Masa nanti udah punya istri masih berantem aja."

Bara dan Afnan langsung menghentikan aksi saling melempar kertasnya.

"Gimana orang tuanya, Bang? Ramah nggak?"

"Hhmm. Ramah banget. Suasanya kampungnya juga enak, adem. Diapit bukit-bukit," tutur Afnan.

"Orang tuanya langsung setuju gitu, pas abang utarain tujuan abang?" tanya Bara penasaran.

"Awalnya sih, nggak. Tapi aku berusaha keras buat yakinin mereka kalau aku ini serius, Nggak main-main. Aku janji nggak akan pernah ngecewain mereka."

"Abangmu ini sampe bersimpuh sama calon mertuanya loh. Biar dapet persetujuan mereka," tambah Mamanya.

"Good job Bang!" Bara mengangkat dua jempol tangannya ke atas. "Usahamu patut diacungin jempol kaki." Bara terkekeh.

"Namanya juga usaha, sayang. Segala cara harus dilakuin buat dapetin gadis pujaan. Bener, kan?" Mamanya tersenyum menatap Afnan.

"Trus kapan rencana lamarannya bang?"

"Hari senin."

"Senin? 3 hari lagi dong."

Afnan menjawab dengan anggukan kepala.

"Terus, terus ... Dari lamaran ke akad nikahnya nunggu berapa bulan?" tanya Bara antusias.

Mamanya tertawa mendengar ucapan anak bungsunya itu.

"Boro-boro nunggu berbulan-bulan, Bar. Kalau calonnya Afnan setuju, 2 hari dari lamaran juga bakal langsung akad sama resepsi di sana," terang Mamanya.

"Seriusan, Ma?" Bara membelalakkan mata tak percaya.

"Dua rius malah. Abangmu takut keburu diambil orang katanya. Nggak bisa tidur tenang," ucap Mamanya setengah berbisik.

"Walah ... Walah ... Ternyata abangku ini bucin tingkat dewa." Bara tertawa keras.

"Kebelet ya, bang? Eaa ...." Tawa Bara makin menggema di ruangan.

Mamanya ikut tertawa mendengar celotehan Bara. Sedangkan Afnan sedang berusaha terlihat menahan senyum di bibirnya. Rasa malu sekaligus bahagia tak bisa ia sembunyikan lagi. Wajahnya pun sudah merah merona bak kepiting rebus. Mamanya yang melihat ekspresi Afnan langsung menghentikan tawanya.

"Udah, sayang. Jangan digodain terus abangnya. Kasian. Malu." Mamanya mencolek pinggang Bara.

Bara melirik Afnan dan mencoba menahan tawanya.

"Nggak nyiapin undangan buat relasi sama temen-temen di sini, Bang?"

"Ini lagi pilih-pilih modelnya." Afnan menunjukan beberapa model gambar undangan di galeri ponselnya.

"Kalo ternyata ceweknya nolak, gimana, Bang?" tanya Bara setengah berbisik.

"Kawin paksa!" jawab Afnan ketus.

"Ckckck ... Sadis bener." Bara menggelengkan kepala dan beranjak pergi dari sofa.

"Bara! Kamu nggak mau liat foto calon adik iparmu dulu?" tanya Mamanya setengah berteriak.

"Nggak usah. Nanti aja liat pas acaranya langsung," jawabnya santai.

"Loh, kenapa?" tanya Mamanya.

Bara menghentikan langkah kakinya di tangga.

"Kalau nanti Bara suka gimana? Bahaya! Bisa-bisa Bara nekat merebutnya dari Bang Afnan," ujarnya dengan santai lalu kembali melangkahkan kaki ke kamarnya.

Afnan yang mendengar ucapan Adiknya langsung terkejut. Matanya membelalak dengan mulut sedikit terbuka. Keningnya pun berkerut. Jelas ada raut kecemasan di wajahnya.

Bagaimana kalau Bara nanti benar menyukainya? Trus Bara nekat merebutnya? Haruskah ia membawa gadis itu menjauh dari sini setelah menikah?

Mamanya menyadari perubahan pada raut wajah Afnan,  kemudian mencoba memanggilnya.

"Afnan ...." Hening tak ada jawaban.

"Afnan ...," panggil Mamanya lagi.

Namun Afnan tetap bergeming. Afnan sedang bergelut dengan kecemasan dalam pikirannya. Mamanya pun segera menghampirinya.

"Afnan ... Sayang." Mamanya menyentuh bahunya lembut. Afnan tersadar dari lamunannya.

"Jangan kamu anggap serius ya, kata-kata adikmu. Kamu kan tau, dia itu anaknya ceplas ceplos kalau ngomong. Suka usil. Jadi nggak usah kamu terlalu pikirin, ya."

Afnan mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna setiap kata-kata dari Mamanya.

"Lagipula ... kemarin malam kan Bara bilang, kalau dia sudah punya calon. Kamu inget nggak?"

Afnan mengangguk pelan.

"Makanya, kamu fokus aja sama pernikahan kamu, ya. Jangan mikir yang aneh-aneh. Kamu harus mulai belajar mengontrol diri, sayang. Kamu itu kalau cemas selalu berlebihan. Mama khawatir, Nak."

"Iya Ma. Afnan ngerti," jawab Afnan seraya tersenyum.

"Ya sudah. Mandi sana. Udah mau maghrib."

Afnan mengangguk dan beranjak pergi ke kamarnya.

🌸🌸🌸

Setelah menunaikan ibadah shalat Maghrib, Bara terlihat sudah rapi dengan penampilannya. Jeans Hitam plus kaos putih, dipadu padankan dengan kemeja motif garis-garis yang digulung lengannya sampai siku. Ia bergegas keluar kamar.

"Kamu mau kemana, Bara?" tanya Mamanya yang tengah mempersiapkan makan malam dibantu asisten rumah tangganya.

"Bara ada janji sama temen, Ma."

"Nggak makan dulu?"

"Nanti Bara makan di luar, Ma. Assalamu'alaikum." Bara mencium tangan Mamanya dan berlalu pergi.

"Wa'alaikumsalam."

"Bara mau ke mana, Ma?" tanya Afnan yang baru keluar dari kamarnya.

"Mau ketemu temen, katanya."

"Ooh." Afnan mulai menyendokkan nasi ke piring.

"Sebentar lagi anak Mama yang satu ini mau nikah. Perasaan kamu sekarang gimana sayang?"

"Afnan seneng mah, tapi ...."

"Tapi kenapa?" Mama bertanya bingung.

"Afnan deg-degan mah," ucapnya malu-malu.

Mamanya tersenyum simpul.

"Itu hal yang wajar sayang. Kamu itu sebentar lagi akan memulai kehidupan baru. Tugas dan tanggung jawabmu pun akan lebih besar lagi. Kamu itu akan menjadi kepala rumah tangga. Pemimpin dalam keluargamu nanti. Ibarat sebuah kapal, kamu itu Nahkodanya. Apapun nanti masalah yang kalian hadapi, kamu harus bisa lebih bijak lagi dalam menyelesaikannya. Jangan mengedepankan emosi. Terlebih lagi usia calon istrimu itu masih muda kan? Kamu harus bisa membimbingnya. Apalagi kamu sama calon istri kamu itu belum saling kenal satu sama lain, belum tau watak dan karakter masing-masing. Kamu harus bisa lebih bersyabar lagi ya, Nak," terang Mamanya panjang lebar.

"Iya, Ma. Makasih nasihatnya. Insya Allah Afnan akan berusaha jadi suami yang baik. Mama do'ain Afnan, ya."

"Pastinya sayang. Mama selau do'ain kalian."

★★★