Part belum di revisi.
Typo bertebaran.
Happy reading.
***
Sebuah Apartemen A di kawasan elite kota Z itu tampak sunyi. Dalam sebuah ruangan gelap, sebuah api tersulut di ikuti asap yang mengepul pelan. Desahan napas berat menandakan ada hal yang berbeda dari pemilik ruangan tersebut. Lalu puntung rokok yang masih menyala itu teremas dan padam.
"Kenapa? Kenapa aku seperti ini?"
Bayangan dalam gelap itu kini terlihat nyata saat sebuah cahaya menerobos masuk melalui celah-celah jendela. Meski jendela kaca besar itu tertutup gorden, cahaya-cahaya itu masuk memberi penerangan. Ini telah lewat dari 18 jam. Dan sosok itu masih mengenakan baju yang sama. Ruangan itu tampak pengap dengan asap rokok yang masih terasa di udara lengkap dengan botol minuman yang tergeletak. Namun sosok itu masih terdiam, terduduk dengan ekspresi yang tak dapat di ekspresikan.
Helaan napas berat terdengar sekali lagi. "Ada yang salah dengan diriku,"
Sekali lagi, bayangan sosok cantik itu terlintas di pikirannya. Lalu seakan nyata di depan matanya. Kenzie mengerutkan keningnya, mencoba berpikir rasional namun lagi-lagi sebuah senyum lembut dengan suara dan ekspresi manja yang baru ia ingat menghancurkan segalanya.
"Kenapa! Apa yang tak dapat kuberikan dari semua yang telah dia berikan!"
Teriakan keras itu menggema dengan melayangnya asbak kaca ke sebuah dinding dan pecah. Kenzie mengeratkan genggaman tangannya hingga urat-urat nadi di wajahnya pun ikut terlihat. Ini adalah petama kali baginya. Ia tak dapat menerima apapun dari penolakan yang ia terima.
Tidak, ia tak akan pernah bisa. Ia tak mengerti, kenapa gadis itu begitu takut padanya. Kini ia mulai mengingat, dari awal pertemuan hingga hari ini. Semua itu bermain layaknya kenangan pahit nan manis yang tak dapat terlupakan.
Awalnya, ia hanya merasa bosan dengan keluhan kedua orangtuanya untuk menjodohkannya. Semua itu terjadi karena ia tak pernah tertarik pada wanita manapun. Lalu dia menerimanya, mendatangi keluarga Rexton dan bertemu untuk pertama kalinya dengan gadis bermata jernih tersebut. Sebuah ekspresi terkejut yang sangat jelas dengan riak ketakutan, ia masih mengingat semua. Dengan mengendap, gadis tersebut sama sekali tak peduli pada kedatangannya dan tak mau mengakui dirinya. Menyerahkan orang lain untuk menjadi dirinya yang sialnya itu mulai menarik sedikit perhatiannya.
Seorang gadis yang tak ingin mengenalku?
Itu adalah pemikiran awal. Lalu pertemuan keluarga kedua datang. Ia telah memikirkan ini dengan sangat hati-hati hingga akhirnya menerima perjodohan itu. Ia telah memutuskan memilih gadis bermata jernih tersebut, namun sebuah kejutan ia terima. Ia mendengar dengan jelas, gadis tersebut menolaknya! Menolak untuk menikah dengannya.
Hal ini adalah awal dari segalanya. Saat ia memilih untuk pertama kalinya, itu berujung dengan penolakan. Ini adalah pertama kali baginya, selama ini ia tahu, banyak wanita yang menginginkannya namun semua di matanya terlihat sama. Namun kini pandangan terhadap seorang gadis itu berbeda.
Dia, Ellina! Ellina Aracelia Azzuri. Gadis mungil yang terlihat biasa saja di matanya. Tapi berani menolak lamarannya! Tatapan jernih dengan ekspresi terkejut yang sangat menarik di matanya. Hal itu menjadi sedikit hiburan untuknya. Lalu pada akhirnya pertemuan kedua itu. Saat ia melihat senyum tulus yang sangat lebar dengan tas belanjaan yang penuh di kedua tangan gadis tersebut. Ia menariknya, karena ingin tahu, kenapa ia menolaknya? Kenapa dia tak datang pada pertemuan keluarga kali ini.
Namun ekspresi takut itu kian terlihat jelas di matanya. Lalu akhirnya hatinya bertanya, hal apa yang membuat gadis itu takut hingga tak sadarkan diri di pelukannya. Ia tak mempunyai pilihan selain membawa gadis itu ke dalam apartemennya. Penjelasan doktet yang tak ia mengerti, lalu sebuah sentuhan lembut yang tiba-tiba merengkuh tangannya hingga berlabuh dalam sebuah pelukan hangat.
"Selamatkan aku. Selamatkan aku. Kumohon, selamatkan aku. Aku tak ingin mati."
Kata-kata itu jelas masih ia ingat. Gadis itu terlihat sangat ketakutan hingga akhirnya ia memeluknya. Tanpa ia sadari, saat itu juga hatinya mulai tertarik, mulai merasa hangat dengan sebuah kenyamanan yang terasa asing. Atau lebih tepatnya, sebuah sentuhan yang Ellina berikan itu mengejutkan. menghanyutkan hingga ia sendiri tak menyadari. Ia hanya tahu, bahwa ia hanya sangat penasaran, kenapa gadis itu memohon agar dia menyelamatkannya.
"Aku akan menyelamatkanmu," gumam Kenzie tanpa sadar. "Aku akan melindungimu,"
Lalu saat ia terbangun, sisi tubuhnya terasa kosong. Ia tak dapat menemukan Ellina di manapun. Ia mencari, dan hal yang lebih mengejutkan, sejak hari itu, Ellina menghilang. Tak dapat di temukan meski ia mencari setengah mati. Ia berusaha untuk mencari, mengerahkan seluruh orangnya namun selama itu tak membuahkan hasil. Dan hal yang ia ingat dari terakhir kali mereka bertemu, adalah permintaan Ellina untuk menyelamatkannya.
Dan sejak hari itu, ia terus mencari. Hingga tanpa sadar, ia selama masa pencarian, ia mulai mengenal dan mengetahui banyak hal tentang Ellina. Yang paling ia tahu adalah keluarga Rexton seakan tak peduli padanya. Itu membuatnya merasa prihatin. Selalu bertanya-tanya, sesulit apakah kehidupan gadis itu? Kenapa gadis itu sangat ketakutan namun terlihat bersinar dalam waktu yang sama?
Pemikiran-pemikiran ringan itu tanpa sadar menyeret hatinya secara halus. Bahkan hingga saat ini, ia masih tak menyadari dari hal yang ia rasakan. Kemudian satu tahun berlalu, dan sosok itu kembali muncul. Itu sangat mengejutkan. Ia sangat tak menyangka, tapi ia merasa ada hal yang berubah dari gadis pilihannya.
Tatapan gadis itu terlihat lebih hidup, senyumnya, dan seluruh tentangnya. Itu sangat berbeda dari sebelumnya.
"Cantik? Yah, kau jauh lebih baik."
Ucapan tanpa sadar itu menghadirkan senyum tipis di sudut bibirnya. Namun itu perlahan tergantikan aura dingin yang mencekam. Saat ia melihat Ellina terlihat akrab dengan seorang pria. Ya, pria yang sama dengan yang memukulnya hari ini. Itu tak seberapa, perasaanya kian memburuk saat melihat Ernest dan Nero memperebutkan Ellina. Kedua pria itu seakan bebas memeluk gadis yang satu tahun mampu membuatnya memikirkannya.
Emosinya melonjak, jika itu dengannya, kenapa dia sangat ketakutan? Lalu bagaimana dengan pria lain? Kenapa pria-pria itu bebas memeluknya. Kenapa dia menyentuh seseorang yang telah ia pilih dan akan menjadi calon istrinya?
"Apa yang hebat dari mereka?"
Tekanan batinnya terasa berat saat mengingat Alvian bahkan Lykaios pun dekat dengan Ellina. Hal hebatnya adalah mereka semua terlihat akrab tanpa beban. Itu adalah hal yang tak bisa ia dapatkan. Lalu kenapa orang lain bisa mendapatkan?
"Tak ada yang tak bisa kumiliki. Jika mereka dapat memilikinya, maka aku pun bisa!"
Ingatannya bergulir pada pertemuan hari ini. Saat ia memilih menemui gadis itu karena sangat terkejut dapat bertemu di E. V. Company. Gadis itu terlihat cantik dengan gaya imut yang selalu menggemaskan. Sikap hangatnya bahkan mampu membuat Putra dari keluarga Canuto itu terlihat sangat melindunginya dengan intim. Dan hal itu sangat tak ia sukai. Ia tak suka jika calon miliknya merasa nyaman dengan yang lain. Ia tak suka jika gadis itu tersenyum hangat pada pria lain. Tidak, ia tak terima!
Ia mencoba menekan semua rasa dingin dan tak sukanya. Mencoba bersikap hangat untuk mencari tahu sebuah alasan. Kenapa gadis itu selalu berusaha menjauhi atau takut padanya? Apa salahnya? Kenapa ia merasa itu adalah tindakan yang tak adil?
Aku bukan penjahat, pikirnya.
Mata cantik itu, kelembutan dan kecantikan yang tak membosankan. Membuatnya merasa nyaman hingga tanpa ia minta, jiwa lelakinya menuntunnya untuk merasakan bibir tipis yang menyuguhkan rasa manis yang aneh. Aroma napas dan kelembutan bibir gadis itu. Ia menyukainya,
Ia bisa merasakan detak jantung mereka berdua berdetak kencang. Ia bisa merasakan deru napas hangat di permukaan kulitnya dengan kilatan pandangan yang jernih. Seakan ia bisa melihat bintang-bintang dan dunia yang berbeda dari mata gadis cantik di hadapannya. Dan ia ingin menciumnya lagi. Lagi dan lagi. Terus dan terus.
Namun siapa yang menyangka, bahwa semua akan berubah. Saat lamarannya lagi-lagi ditolak.
"Kenapa? Aku sangat tahu, bahwa jantungmu berdetak sama kencangnya denganku. Kenapa kau masih saja menolakku!"
Kini perasaanya benar-benar sangat buruk. Ia tak terima. Ia tak terima jika ia tak dapat memiliki hal yang ia pilih. Egonya sebagai lelaki terluka hingga ia merasa semua hal yang ia miliki dapat di berikannya pada gadis yang mulai memperakporandakan pikirannya. Namun gadis itu sekali lagi mengatakan dengan jelas.
"Aku tak inginkan apapun darimu! Kau tak termasuk dalam kehidupanku!"
Kata-kata itu jelas ia ingat.
"Kenapa? Kenapa aku tak bisa masuk dalam kehidupanmu! Aku bisa memberikan semua hal yang mereka berikan!"
Teriakan itu menggema. Hatinya sangat kesal. Ia melempar sebuah botol wine yang tergeletak tak jauh darinya hingga pecah. Pikirannya saat ini sangat kacau.
"Apa kau tidur dengan mereka? Kenapa kau sangat manis padanya! Kau pikir aku tak berhak padamu! Aku berhak! Aku berhak untuk mengatur hidupmu! Karena sejak aku memilihmu, kau hanya akan menjadi milikku dan hanya milikku!"
Tidak! Aku tak akan membiarkan siapapun memilikimu. Senyummu, tubuhmu, dan seluruh tentangmu! Itu adalah milikku!
Hingga akhirnya ia melakukan itu semua. Memaksakan kehendaknya hingga tak menyadari bahwa gadis yang ia inginkan tak bergerak. Gadis itu tak sadarkan diri dan dengan bejatnya ia masih saja berpikir untuk memilikinya secara utuh. Hanya dirinya. Namun kini hal itu menjadi hal yang sangat ia sesali. Ia sangat menyesal hingga rasanya ingin gila karena memikirkan ini semua.
"Kenapa aku bisa lepas kendali? Kenapa aku menjadi seperti ini?"
Ini adalah hal yang baru ia alami. Itu juga adalah hal yang tak bisa ia pahami. Ia sangat tahu akan dirinya selama ini. Ia tak akan pernah lepas kendali meski ratusan wanita merayunya hingga mati. Namun gadis itu berbeda. Gadis itu mampu menarik minatnya tanpa melakukan apapun padanya. Tanpa merayu, tanpa kedipan mata atau tanpa lelukan tubuhnya.
Ia merasa seperti akan remuk kapan saja saat sebuah suara penolakan itu terdengar. Ia bisa merasa nyaman dengan sangat cepat hanya dengan melihat wajahnya. Ia bisa merasakan normalnya dunia dan lebih parahnya ia bisa menyadari bahwa jiwa lelakinya menuntut untuk hal lain. Lebih dan lebih seakan tak terpuaskan. Seakan dahaga itu hanya bisa terisi jika ia memilikinya!
"Sebenarnya apa yang terjadi padaku?"