Part belum di revisi.
Typo bertebaran.
Happy reading.
***
Ruangan pertemuan itu terlihat damai. Saat percakapan inti itu selesai, dua keluarga masing-masing pergi. Menyisakan Lexsi dan Kenzie yang masih duduk berhadapan. Lexsi tampak malu-malu dengan senyum lembut namun menggoda. Sedangkan Kenzie menyesap tehnya pelan lalu meletakkan gelas itu tenang.
"Aku tak tahu bahwa undangan lebih dulu di sebar," ucap Lexsi menyembunyikan rasa senangnya dengan mimik yang terlihat enggan.
Hening sesaat. Kenzie sama sekali tak menatap Lexsi saat dia berkata, "Bukankah kau senang?"
Tak bisa menutupi rasa bahagianya, Lexsi memilih bertanya lagi. "Bagaimana denganmu? Keluarga kita sudah merencakan hubungan kita sangat lama. Kurasa ini adalah takdir bahwa kita bisa bersama."
Kenzie menatap Lexsi sesaat. Auranya tenang dan menekan rasa dinginnya. "Itu rencana keluargaku, bukan rencanaku!"
Kata-kata itu dingin dan menusuk. Membuat Lexsi sedikit peka namun dia mencoba berpikir lain.
Tak mungkin kan, dia akan menentang keluarganya? Undangan sudah disebar.
"Presiden Kenzie, apa maksudmu? Itu sudah jelas tentang kita. Kita bahkan telah mencoba gaun pernikahan kita. Lalu, kau juga menyetujui permintaan orang tuamu,"
"Aku tidak!" ucap Kenzie dingin dan kian dingin. Cahaya di matanya tampak berbahaya. Hingga membuat Lexsi tertegun takut. "Aku tak berniat membantah mereka karena dari awal pilihanku tak berubah. Dan hidupku bukan di tangan mereka. Aku yang akan menentukan segalanya dari awal,"
Merasa kosong. Lexsi tertegun untuk beberapa saat. "Jangan bilang kau ingin membatalkannya. Undangan sudah di sebar," tekannya mencoba negosiasi.
"Dan satu lagi. Hentikan semua sandiwaramu di media. Aku mulai lelah,"
Tak dapat menjawab apapun karena terlalu terkejut, Lexsi bagai di tampar keras. Ia mencoba mencerna kata-kata Kenzie dengan sangat jelas. Mencoba mempercayai pendengarannya dan mencoba sadar.
Tidak, dia tak mungkin kan? Semua telah sejauh ini. Dan aku ....
"Jadi selesaikan ini sendiri, karena aku tak akan masuk pada rencana siapapun!" tukas Kenzie menyelesaikan pikirannya.
Kenzie mulai bangun tanpa menatap Lexsi sedikitpun. Tak dapat menerima itu semua, Lexsi ikut bangkit dan mencoba menahan tangan Kenzie. Namun jarak yang cukup jauh antara tubuh mereka, membuat Lexsi terhuyung dan ambruk di pelukan Kenzie. Aroma segar nan lembut tercium ke indera penciumannya. Namun Kenzie sama sekali tak tergerak untuk membalas pelukan itu atau menyentuh Lexsi sedikitpun.
"Sangat menjijikkan," ucap Kenzie rendah namun tajam.
Mendengar itu Lexsi merasa terhina. Dia adalah seorang artis yang terjebak cantik. Banyak pria yang akan melemparkan dirinya padanya. Tapi belum pernah ada yang mengatakan kata-kata tajam seperti itu padanya. Seolah olah dia seonggok kotoran yang tak layak. Hatinya teremas sakit dengan tatapan marah. Ia mendongak menatap Kenzie dan melihat mata hitam Kenzie yang dingin. Tatapan itu dalam, dan anehnya, hanya dengan tatapan itu Lexsi bergerak mundur karena takut.
Melihat Lexsi yang mundur selangkah, Kenzie mengibaskan tangan membersihkan jasnya. Tatapannya tenang dengan garis ekspresi yang sama. Tak tersentuh dan merasa jijik karena sesuatu. Tangannya bergerak cepat untuk menghubungi Lander.
"Siapkan setelan pakaianku di kantor sekarang,"
Lexsi tertunduk. Ia meremas ujung bajunya kuat. Air matanya mengalir pelan, menciptakan garis halus di pipinya. Ini telah lebih dari satu tahun ia mencoba mendekati Kenzie. Tapi ia paling merasa sakit saat tatapan jijik yang membuat harga dirinya terluka.
"Selesaikan sendiri, atau kau tanggung sendiri akibatnya!"
Lexsi mendongak, saat Kenzie mengatakan itu semua sebelum tubuh pria itu menghilang. Dengan jeritan pelan, ia meraung dan menghancurkan semua hal di sekitarnya. Amarahnya memuncak, karena semua tak semudah yang ia kira.
"Menjijikkan? Kau pikir dirimu siapa! Kenapa kau berbuat sesukamu! Arrrghh...!"
Hatinya begitu terluka. Ia sangat yakin bahwa pertemuan kali ini telah mencapai kesepatakan yang melegakan. Pria itu, Kenzie, awalnya tak menunjukkan penolakan sama sekali saat keluarganya mengatakan itu semua. Tapi siapa yang menyangka, bahwa itu semua karena dia merasa tak ikut campur dalam urusan keluarganya. Meskipun itu menyangkut tentang dirinya, pria itu sama sekali tak tertarik pada rencana dua keluarga yang telah di sepakati.
"Kau menyuruhku menyelesaikan ini sendiri? Baik, kau akan lihat hasilnya. Sayangnya gadis yang menjijikkan ini tak dapat berhenti disini, sebelum aku dapat berdiri di sisimu! Aku, Lexsi, tak akan menyerah hingga menjadi istrimu!"
Lexsi dengan sangat yakin menghubungi beberapa wartawan. Lalu manager dan agensinya. Bibir lembutnya dengan sangat yakin memberi perintah mutlak.
"Kabarkan pada seluruh media dan surat kabar. Bahwa besok, hari ulang tahun Ayahku juga merupakan pesta resmi pertunanganku dengan Putra Muda keluarga Reegan. Aku ingin seluruh wartawan datang untuk meliput hari bahagiaku,"
Bibir Lexsi membentuk sebuah lengkungan tipis. Ia menggengam erat handphonenya dan berujar pelan. "Kita lihat, siapa yang akan tepat pada kata-kata dan rencana. Aku akan memastikan bahwa hari itu adalah hari kita bersama,"
Usai dengan rencananya, Lexsi membenarkan make-up-nya sedikit dan mulai keluar dari ruangan. Ia mengenakan kaca hitam untuk menutupi matanya. Ia telah menentukan, bahwa ia tak akan mundur. Meski Kenzie telah memperingatkannya.
***
E. V. Company, tampak tenang saat. Divisi IT lebihnya. Ruangan itu sangat sunyi meski anggotanya lengkap. Semua terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Hingga saat Ellina menyelesaikan sesuatu, tangannya melambai dengan suara yang ringan.
"Lykaios, coba program yang baru saja aku sempurnakan ke semua Handphone yang baru kau dapat kemarin."
Lykaios yang mendengar itu mengangguk. Mengeluarkan semua contoh Handphone dan mengistal perangkat lunak yang mereka kerjakan. Tak ada yang bersuara, hanya perintah Ellina yang sesekali terdengar saat merasa ada yang kurang sempurna dengan pekerjaannya. Lalu jam makan siang pun datang. Mereka semua berkumpul di sebuah cafe untuk menikmati makan siang.
Duduk berhadapan, Ellina berada di antara empat pria yang sangat memperhatikannya. Mereka semua duduk di sebuah bangku paling belakang dan menjadi sorotan para pengunjung yang baru datang.
"Oh, aku tak menyukai kacang mete," ujar Ellina mengeluh saat mendapati kacang mete dalam hidangan makan siangnya.
Nero yang berada di samping Ellina menoleh. "Kau mau bertukar piring denganku? Kebetulan aku sedang tak ingin makan yang berat. Saladmu kurasa cukup segar,"
Ellina menoleh pada steak daging sapi yang terlihat mengepul menggiurkan. "Lagipula, siapa yang akan makan salad di jam segini," tatapannya mengunci Alvian yang terkikik.
"Hei, kupikir kau akan diet. Kebanyakan wanita selalu seperti itu kan?"
Ellina hanya memutar bola matanya. Ia berdiam diri saat tangan Nero menarik piringnya lalu menggantikan dengan steak milik Nero.
"Terimakasih," ujar Ellina bahagia dengan garpu yang langsung masuk dalam mulutnya. Jempolnya terangkat sempurna saat merasakan steak itu nikmat.
"Apa kau juga tak suka jus ini?" kini Lykaios bertanya dengan penuh kelembutan.
Ellina menggeleng tanpa menjawab. Ia sibuk pada makanannya hingga tak memperhatikan pandangan Ethan pandanya.
Oh Tuhan! Aku benar-benar tak percaya bahwa Ellina mulai menjual mereka. Mereka terlihat akan melakukan apa saja untuknya.
"Ethan," panggil Ellina tiba-tiba.
"Y-ya," jawab Ethan terkejut karena sibuk pada pemikirannya sendiri.
"Bisakah kau ambilkan aku sebuah kopi dengan cream yang banyak? Mesin kopi sangat dekat dengan dari tempat dudukmu,"
Mendengar itu, Ethan meletakkan garpunya di piring. Lalu mengangkat kopi di sisi kirinya dan meletakkan di depan Ellina.
"Kau bisa minum punyaku. Aku belum meminumnya sama sekali. Dan semua sesuai permintaanmu," Oke,kini aku pun juga dijual olehnya.
Ellina tersenyum manis dan mengucapkan terimakasih. Tiba-tiba seluruh pengunjung terlihat sibuk karena sebuah berita di televisi. Hal itu membuat Ellina ikut menoleh. Dan matanya tertegun dengan berita tersebut. Bibirnya tak dapat menahan senyuman, ia dengan refleks meletakkan sendoknya dan merasa kenyang meski makanan di piringnya belum habis.
"Bukankah dia adikmu?" tanya Ethan hati-hati.
"Kita orang asing sekarang," jawab Ellina dingin. Matanya berkabut dan mengerjap sesekali. Membuat semua orang tahu, bahwa gadis di depannya bisa berubah menjadi sangat dingin dan berbahaya.
"Oh, akhirnya pesta pertunangan," ujar Alvian.
"Bisakah kita datang bersama?" tanya Nero kemudian.
Semua mata menatap Ellina. Mereka semua tahu bahwa keputusan ada di tangan Ellina. Namun gadis itu hanya diam, dengan sisi dingin yang membekukan. Ekspresinya tampak manis dengan senyum tipis yang terukir tapi kilatan mata itu berbeda. Seakan dapat membekukan semua hal yang ia tatap.
"Aku tak akan ikut karena aku tak mengenalnya," ujar Ethan memberi pendapat. "Tapi, apa kau akan baik-baik saja?" tanyanya pada Ellina.
Ellina mengangguk pelan. "Karena itu hari ulang tahun Ayahku, sebagai anak yang berbakti, bukankah aku harus datang?"
Saat kata-kata itu keluar, Alvian dan Lykaios saling menatap sesaat. Mereka bisa merasakan aura berbahaya dari senyum dan pandangan Ellina. Karena mereka telah begitu biasa dengan persaingan antar keluarga, hal itu tak membuat mereka terkejut. Mereka hanya merasa bahwa Ellina sangat menarik. Terlihat lembut, hangat dan sangat cantik. Tapi siapa yang menyangka, bahwa gadis itu penuh dendam, tatapan membunuh dan aura berbahaya. Seakan dapat meremukkan semua hal yang ia lihat. Dapat menemukan apapun sedalam kau menyembunyikan perasaanmu.
"Kau ingin aku menjemputmu?" tawar Nero.
Ellina menggeleng. Saat ini ia butuh seseorang dengan level yang lebih tinggi dari Nero. Karena Ernest belum juga kembali, ia tak dapat pergi bersamanya. Tapi ia juga tak akan pergi sendiri, karena saat ini, ia ingin semua hal berubah.
"Bagaimana jika aku menjemputmu?" tawar Lykaios.
"Dan aku akan pergi bersama Nero," ujar Alvian. "Kami akan menunggu kalian di pintu masuk,"
Ellina menatap Lykaios. Pria itu masih terlihat sibuk dengan sendok dan makanannya. Tapi ia sadar satu hal, pria itu adalah Tuan Muda keluarga Calisto. Keluarga besar yang termasuk berpengaruh di kota Z.
Tepat! Bukankah ini akna sempurna? Mari kita lihat, apa yang akan kau lakukan saat aku mulai merebut kembali hal yang aku miliki.
"Oke, aku setuju," ujar Ellina sambil mengangguk.
"Dan aku kini merasa asing," keluh Ethan merasa kesal karena tak dapat bergabung.
Semua tertawa, membuat perhatian publik kembali tertuju pada mereka. Nero terlihat sangat santai, tapi dia tahu bahwa Ellina punya rencana. Alvian dan Lykaios tak lebih hanya bersikap sebagai penonton. Mereka sangat penasaran dengan hal yang akan Ellina lakukan. Sedangkan Ellina ia tak bisa tak tersenyum. Kepalanya penuh dengan rencana picik yang telah ia susun rapi.