Chereads / Nightmare Cinderella / Chapter 37 - Dari Mana Kejeniusan Itu Berasal?

Chapter 37 - Dari Mana Kejeniusan Itu Berasal?

Seperti biasa.

Typo Bertebaran.

Part belum di revisi.

***

Malam ini, entah angin dari mana, Kenzie menatap deretan cincin pertunangan yang baru saja datang di meja kerjanya. Matanya menyipit dalam, memperhatikan deretan cincin tersebut. Tampak berkilau dengan kerlap-kerlip briliant yang bersinar. Semua terlihat mewah dan di desain dengan sangat apik.

Dalam ketelitian, ia meraih sebuah cincin yang terlihat sangat biasa. Cincin itu sangat halus dan kecil. Di taburi berlian kecil-kecil yang di rancang dengan pola melilit lalu bertemu dengan taburan berlian berwarna rubi yang membentang. Jika bola lampu menerpanya, cahaya dari berlian itu saling tumpang tindih dan membuat cincin bersinar cantik. Tak ada berlian besar yang menimpa di atasnya. Tak seperti cincin lainnya yang menawarkan kemewahan mata. Cincin ini terlihat seperti cincin mainan karena tak menunjukkan hal istimewa. Namun semua orang yang tahu akan kualitas berlian, mereka akan menunjuk cincin yang sama dengan yang Kenzie pegang.

"Lander,"

Lander yang berdiri di luar ruangan segera masuk. "Ya, Tuan." matanya menyipit saat melihat deretan desain cincin yang ada di atas meja Kenzie.

Apa ini? Bukankah Tuan mengatakan bahwa tak akan ada pertunangan atau pernikahan? Lalu dari mana datangnya semua cincin berlian ini? Apakah ada rencana yang berubah?

"Singkirkan semuanya,"

Lander mengangguk. Dia melangkah dan meraih sebuah tas lalu menutup semua kotak cincin satu persatu. Memasukkan ke dalam tas dengan acak. Saat tangannya menutup sebuah cincin yang terlihat biasa saja,  tangan Kenzie lebih dulu menutup kotak itu dan meraihnya.

"Tuan," ujar Lander tak mengerti. Ia melihat kode yang tertera di cincin tersebut, dan langsung tahu harga dan kualitas yang di suguhkan. Itu cukup untuk biaya hidupku selama satu tahun.

"Lewatkan yang ini. Aku akan mengurusnya,"

Lander tak membantah. Hanya membersihkan kotak cincin lainnya dan kembali keluar dari ruangan. Namun pikirannya jelas terasa berat. Ia sudah menduga-duga bahwa Kenzie tak semudah itu. Jika tak ada pertunangan yang akan terjadi esok malam, lalu cincim itu untuk siapa?

Hooo, aku benar-benar tak tahu semua ini. Namun sudah pasti, akan ada badai besar antara Tuan Muda dan rumah utama Reegan.

***

Malam ini Ellina kembali berkutat di depan layar laptopnya. Tangannya bergerak cepat dengan sangat teratur.

"Nona, aku sudah mengirim semua gaun yang kau pilih ke alamat yang kau minta."

Ellina menoleh saat seorang pelayan datang dan membungkuk. "Terimakasih atas bantuanmu,"

Pelayan itu mengangguk dan undur diri.

"Gaun pesta?"

Kini tatapan Ellina beralih pada pria di depannya. Ah, dia hampir saja lupa bahwa dia tak sendiri. Empat pria tampan yang biasa bekerja bersamanya kini juga berada di villanya.

"Kenapa kalian selalu datang ke villaku?" tanya Ellina mulai gerah. Ia merasa bahwa pria-pria ini selalu saja datang tanpa di undang.

"Aku memiliki urusan besok, jadi harus absen ke kantor," ujar Nero memberi alasan.

"Aku harus ke kampus," kini Alvian ikut menjawab.

Lykaios ikut setuju dengan kata-kata Alvian dengan menganggukkan kepalanya. Kini tatapan semua mata tertuju pada Ethan, sedangkan pria itu tertawa kikuk karena tak memiliki alasan yang sesuai.

"Apalagi? Pulang sana!" perintah Alvian ketus.

"Pintu rumah masih berada di tempatnya, kau tak lupa 'kan?" kini Lykaios ikut bicara. Senyumnya terkembang tipis membuat tatapan matanya menyipit.

"Haruskah kuantar?" tawar Nero di anggukki oleh lainnya.

Ethan memelototkan matanya. "Persetan kalian! Begitu kejam,"

Ellina tertawa tipis melihat itu semua.  Suasana itu mencair setelahnya. Mereka semua bekerja dengan sangat giat, hingga Nero yang sangat penasaran bertanya sesuatu.

"Kenapa kau mengirim Gaun untuk Ariella?"

Ellina tak menoleh, tapi bukan berarti tak merespon. "Ucapan terimakasih,"

"Saat acara nanti, karena itu pertemuanmu dengan keluarga Rexton, kurasa kau harus tampil cantik?"

Ellina menhentikan tangannya yang menari di atas keyboard dan menoleh pada Ethan. "Apakah aku buruk?"

"Tidak," jawab empat pria itu kompak.

"Maksudku, kau cantik, tentu saja." jelas Ethan lagi agar tak terjadi salah paham. "Namun, bukankah kau harus lebih dari adikmu? Maksudku, kabar mengenai tentang keluarga Reegan yang membuangmu, dan berita banyaknya wartawan yang akan datang. Bukankah mereka juga akan menyorotimu? Itu adalah pertama kali kau muncul dan menampakkan diri secara suka rela di depan media."

"Ethan benar," Nero mengacungkan jempolnya. "Aku tahu kau cantik, namun Lexsi adalah artis."

Alvian tersenyum. "Kau butuh sesuatu yang merubah penampilanmu. Dan mematahkan semua asumsi bahwa Kenzie memilih Lexsi karena dia lebih cantik."

Ellina paham yang mereka bicarakan. Dia hanya tersenyum penuh arti. "Tenang saja, kali ini aku tak akan membuat kesalahan."

"Apakah kau butuh bantuanku? Aku memiliki kenalan tentang yang biasa mengurus seperti itu."

Mata Ellina berbinar. "Bisakah?"

"Bukankah kau bisa memintanya pada Ernest?" tanya Ethan tak setuju pada Lykaios. "Kau hanya perlu menyebutnya."

"Aku akan mengirimnya langsung ke sini esok,"

Ellina dan Lykaios sama sekali tak mempedulikan kata-kata Ethan yang terlontar. Membuat pemiliknya jengkel setengh mati.

"Yah, apalah daya. Aku tak pergi bersama kalian." desah Ethan jelas membuat tawa kecil di antara mereka. "Tapi ngomong-ngomong Ell, sejak kapan kau bisa meretas?

Keadaan tiba-tiba berubah sunyi. Namun semua mata menatap wajah Ellina. Sedangkan Ellina hanya mulai berpikir.

Itu benar, sejak kapan aku bisa dan terbiasa dengan dunia teknologi? Meretas, pemograman, dan ....

"Kau tak ingat?" sela Alvian merasa Ellina berpikir terlalu keras.

"Dari mana kau belajar sebelumnya? Melihat kemampuanmu, aku yakin kau belajar lebih lama dari kami." terang Ethan lagi. Dia hanya tau bahwa Ellina adalah seorang mahasiswa jurusan IT yang belum tamat.

"Itu," ucap Ellina ragu. Ia mencoba mengingat semua kenangannya. Dari kehidupan dulunya hingga kehidupan di kesempatan kedua ini. Namun dia tak menemukan jawabannya.

"Apakah Ayahmu yang mengajarimu dari kecil?" tebak Alvian kemudian. "Karena kau mampu mengalahkan peretas terbaik di kota ini hanya dalam waktu hitungan menit. Kau tak mungkin mengatakan bahwa baru belajar saat kau masuk  jurusan IT 'kan? Kau tahu, kepintaranmu itu telah memasuki tahap jenius."

Semua orang mengangguk setuju.

"Aku...," ucap Ellina sambil berpikir jelas. Benar, sejak kapan aku bisa pandai semua itu? Dalam kehidupan sebelumnya aku sudah tahu bahwa aku bisa meretas. Aku tahu kepandaianku tapi aku mengabaikannya saat itu. Lalu, sejak kapan aku belajar? Kenapa aku tak bisa mengingatnya?

"Atau Ibumu?" kini Lykaios pun ikut menyerang dengan ragam pertanyaan yang sama. Ia juga sangat penasaran.

Namun Ellina masih terdiam. Matanya menyipit dan mencoba memgingat sesuatu dengan keras. Hal itu membuat ke empat pria di sekitarnya menyipitkan mata.

"Kau baik-baik saja?"  kini Nero merasa sedikit khawatir. "Tak apa jika kau ingin merahasiakannya. Kami tak memaksa,"

Ucapan itu di angguki tiga pria lainnya.

"Aku tak mengingatnya. Sejak kapan aku mulai belajar meretas, membuat sebuah perangkat lunak atau ... masa kecilku."

Alvian menaikkan satu alisnya. "Apa kau memiliki masalah dengan ingatanmu? Maksudku kau pernah kecelakaan sebelumnya atau kepalamu terbentur benda yang keras?"

"Tak mungkin kan kau tak mengingat masa kecilmu? Atau kenangan penting dalam hidupmu," kini Lykaios ikut menambahkan.

"Aku hanya ingat," ujar Ellina menggantung. "... aku datang ke rumah Ayahku saat berumur tujuh tahun. Saat itu semua terasa asing untukku, dan hal selanjutnya yang kukenal sebagai keluarga adalah Ibu Vania dan Lexsi,"

"Bagaimana dengan wajah Ibumu?" tanya Ethan penasaran. "Apakah kau masih mengingatnya?"

Ellina tertegun. Ia tak pernah memikirkan semua ini sebelumnya. Tapi kini, saat teman-temannya menanyakan itu semua, dia seakan tersadar. Ia tak pernah ingat itu semua. Wajah Ibunya, siapa Ibunya, dan sejak kapan dia tak mengingat kenangan masa kecilnya. Sekuat apapun dia mencoba mengingat itu semua, ia hanya mendapati kenangan kosong yang putih. Dan kini, ia menjadi penasaran, tentang siapa dirinya dan keluarga ibunya. Kenapa Ayahnya begitu membenci Ibunya hingga tega mengeluarkannya dari keluarga Rexton.

Apakah ini masuk akal? Aku anak kandungnya! Tapi dia lebih memilih percaya pada Lexsi dan Ibunya. Semakin di pikirkan, semua semakin aneh. Dan aku yakin, ini pasti sesuatu yang harus kuungkap.

"Aku tak ingat wajah Ibuku, atau kenangan saat aku kecil. Aku ...,"

"Kau kehilangan sebagian ingatanmu. Aku yakin itu," ujar Alvian sangat yakin. "Kau tak dapat mengingat apapun sebelum kejadian kau datang ke rumah utama Rexton."

Yang lainnya hanya terdiam. Mereka tak menyangka bahwa akan menemukan kasus seperti ini.

"Lupakan, lupakan, lupakan. Kau tak perlu mengingatnya jika kau tak ingat. Itu hanya akan menyakitimu,"

"Nero benar. Lupakan, kami tak butuh cerita masa kecilmu," ujar Ethan sambil tersenyum. "Kau tak perlu memikirkan semua kata-kata kami barusan."

Ellina mengangguk. Tapi pikirannya masih terganggu. Hingga menjelang malam, saat semua telah pulang dan dia hanya menatap kegelapan luar dari kaca jendela kamarnya. Pikirannya terasa berat, semua hal yang coba ia ingat, seperti lubang hitam yang dalam. Semakin ia mencoba masuk atau memikirkannya semakin kenyataan kosong yang ia terima.

Ia tak ingat apapun!

"Ibu," ujarnya lirih. "Itu benar, aku bahkan tak pernah menanyakan keberadaanmu atau seperti apa dirimu. Kenapa aku melupakan hal sepenting ini? Kenapa aku tak dapat mengingat apapun tentangmu?"

Semakin ia berpikir, semakin ia membenarkan kata-kata Alvian.

"Hilang ingatan? Aku? Benarkah?"

Maka aku akan mencari tahu. Kematian Ibu, wajahnya, dan kenangan kita.

Ellina tersenyum tipis. Ini akan menjadi target utama setelah masalah yang telah ia susun sebelumnya selesai. Mengenai rencana itu, Ellina tersenyum penuh arti saat memikirkannya.

"Orang asing. Yah, kau akan dapatkan itu, tepat di depan semua orang. Akan aku tunjukkan, bahwa semua hal yang kau miliki adalah milikku. Milikku yang telah kau rebut secara paksa. Dan kini, saatnya kau untuk mengembalikannya padaku,"