Part belum di revisi.
Typo bertebaran.
***
Saat Kenzie masih terpaku dengan semua logika yang mulai ia kuasai, jiwanya sedikit tenang. Ia mengusap rambutnya dan dengan satu gerakan tangan, ia menyibak tirai gorden jendela hingga terbuka luas. Cahaya matahari yang mulai tinggi memasuki celah dengan sangat cepat. Matanya mengernyit pelan dengan rasa sakit yang mulai terasa di wajah dan tubuhnya.
Ia berdiri tegap dengan dua tangan memasuki sakunya. Pikirannya jelas melayang tertuju pada Ellina. Kesadaran dirinya memuncak saat dia menyadari bahwa dia hampir saja memperkosa Ellina. Rasanya, gadis itu benar-benar di luar batas kendalinya. Hingga ia tak memperhatikan sama sekali bahwa saat itu, Ellina tak sadarkan diri di bawah kuasanya. Bagaikan menyesal, ia merasa udara menghimpit jantungnya. Perasaannya bergejolak cepat. Saat ini, ia harus tahu keadaan gadis itu segera. Karena ia sadar, semua karena ini ulahnya yang tak dapat mengendalikan diri.
"Tuan, laporan yang Tuan minta, telah selesai."
Ketukan pintu di ruangannya lengkap dengan kata-kata yang membuatnya tahu siapa pemiliknya.
"Kau bisa masuk,"
Lander yang berada di luar ruangan membuka pintu ruangan Kenzie. Ia menahan napasnya beberapa saat karena asap rokok masih terasa lengkap dengan aroma minuman keras. Saat mengetahui ini semua, ia hanya bisa berdiri dengan Netbook di tangannya tanpa ingin bertanya lebih lanjut.
Kenzie menoleh, menatap Lander dan menghampiri. "Bacakan,"
Ekor mata Lander tertuju langsung pada lebam di wajah Kenzie. "Tuan, Tuan, terluka."
Satu gerakan tangan terangkat di udara. Membuat Lander diam teratur. "Bacakan,"
Lander hanya menurut dengan membuka Netbook yang berada di tangannya. "Pria yang Tuan maksud adalah, Ethan Cadissanova. 25 tahun, dan saat ini ia tengah bekerja di E. V. Company sebagai divisi IT. Lalu, dia adalah peretas terbaik di kota ini."
Kenzie terdiam. Ia melangkah dan duduk di kursi kerjanya. "Hanya itu?"
"Lamborghini Veneno merah yang Tuan maksud, itu baru saja di beli akhir-akhir ini. Anehnya, itu seluruh total tagihan masuk ke E.
V. Company. Mobil ini di beli dari salah satu bisnis keluarga Canuto."
"Cukup. Bacakan yang lainnya,"
Lander mengangguk. "Nona Ellina Aracelia Azzuri, dia di ketahui baru-baru ini muncul setelah masa pencarian kita yang gagal. Dari catatan medis yang kami dapatkan, Nona saat ini di bawah perawatan dokter terbaik di kota ini."
Kenzie mengangguk. "Di rumah sakit mana?"
Lander terdiam sesaat sebelum akhirnya berujar pelan, "Nona di rawat secara pribadi di Maple Villa."
Kilatan mata dingin Kenzie terlintas. Ia menatap Lander yang terdiam. "Maple Villa?"
Lander mengangguk. "Dari perawat yang kita masukkan secara diam-diam, keadaan Nona tak cukup baik. Lalu, Tuan Muda dari keluarga Prinz, Nero dan Tuan Muda Lykaios saat ini tengah berada di Maple Villa. Tentu, Ethan juga ada di sana. Dari informasi yang kami dapatkan, mereka terlihat sibuk dengan proyek E. V. Company baru-baru ini,"
"Ada yang lain?"
Nero terlihat sedikit ragu untuk memberikan informasi yang ia dapatkan. Namun tatapan dingin Kenzie membuatnya tetap buka mulut. "Tuan Muda Alvian juga berada di sana."
"Alvian?" tanya Kenzie memastikan dengan satu alia terangkat.
Lander mengangguk. "Dia bekerja untuk keluarga E. V."
Kenzie diam. Dan hal itu membuat Lander bernapas sesak. Ia harus hati-hati saat mengungkapkan semua informasi yang ia dapatkan karena tahu suasana hati Kenzie saat ini sangat buruk.
"Tuan, beberapa video tersebar luas dan kini beberapa wartawan mulai memasuki perusahaan."
"Apa yang terjadi?"
Lander tak bicara namun pandangannya terkunci pada layar netbook. Tanganya berselancar sesaat dan akhirnya menyerahkan netbook di tangannya pada Kenzie. Memutar tombol play hingga Kenzie menontonnya.
Kenzie menyipitkan matanya saat video antara Lexsi dan Ellina bermain. Ia mengamati dan mendengarkan percakapan antara keduanya dengan sangat baik. Lalu ekor matanya menyipit saat tubuh Ellina terdorong dan jatuh menyebabkan luka pada lututnya. Beberapa kata dan kejadian selanjutnya membuatnya diam terpaku. Terlebih saat seorang karyawan menyerahkan sebuah kunci mobil.
"Nona Ellina E. V.?"
Senyum tipis Kenzie terukir, dan hal itu membuat Lander mengutuk dalam hatinya.
Tangan Kenzie berselancar di atas netbook dan hal yang ia dapatkan adalah sebuah mesin pencarian yang membuatnya menatap dingin. Di sana, ia dapat melihat bahwa kata utama pencarian terpanas kali ini adalah :
1. Ellina E. V
2. Ellina Rexton.
3. Dewi kecantikan Universitas Hyroniemous.
Dan yang terakhir kabar bahwa Lexsi memiliki saudara.
"Berapa lama sejak video itu di tayangkan?"
Lander yang diam tersadar. "Satu hari yang lalu, Tuan."
Ekspresi dingin Kenzie membuat Lander tak berani banyak bicara. Ia tertunduk dan merasakan sesak seperti udara di ruangan itu membuatnya terhimpit dan susah untuk bernapas.
Demi Tuhan, aku tak tahu apa yang terjadi pada Tuan Muda. Tapi saat melihat ekspresinya tentang kabar ini, itu sudah pasti tentang Nona Ellina.
"Kau bisa keluar,"
Lander mengangkat wajahnya. "Tapi Tuan. Untuk proyek L. V. Technology, kantor kita sama sekali belum--"
"Aku yang akan mengerjakannya sendiri," potong Kenzie.
Mata Lander terbelalak. Ada riak senang di hatinya mendengar kata-kata Kenzie. "Baik, Tuan," ujarnya lalu keluar dari ruangan kerja Kenzie.
Kenzie masih menatap video yang terputar di meja kerjanya. Matanya menatap dingin dengan ekspresi datar. Ia berpikir sejenak.
"Jadi, kau benar-benar di keluarkan dari keluarga Rexton? Itu bagus. Aku tak perlu alasan lagi untuk memiliki hubungan dengannya."
Pikirannya menepi saat kata-kata 'Ellina E. V.' di sebutkan lagi di dalam video. Ia mengangkat tangannya menyentuh bibirnya. Merasakan hal dengan pikiran berat yang melayang.
"E. V. Apakah kau telah menikah dengannya hingga menyandang gelar keluarganya?"
Seketika rahangnya mengeras dengan guratan urat nadi yang tampak menonjol di permukaan. Ekspresi dinginnya tak berubah, hanya ada kilatan emosi yang tersendiri di matanya. Bahkan ia tak menyadari, bahwa semua hal tentang Ellina, mampu membuatya berubah menjadi orang lain.
***
Sedangkan di sebuah ruang pemotretan, Lexsi baru saja selesai melakukan tugasnya. Kini ia tengah duduk di depan meja rias dan terpaku pada bayangan dirinya di dalam cermin. Ia bukan tak tahu, saat ini, seluruh orang di kota Z tengah membicarakannya. Beberapa sponsor bahkan merasakan rugi hingga menuntutnya menyelesaikan semua tugas yang harusnya tak ia lakukan. Semua itu dia lakukan atau ia akan di tuntut dan mendapatkan penalti.
Semua karena dia!
Kepalan tangannya mengerat saat beberapa artis kelas B memasuki ruangan yang sama dengannya. Bisikan halus di iringi dengan sindiran ringan terdengar. Membuatnya menoleh dan menatap tajam tapi bibirnya masih tersenyum ramah. Ya, itu lah dirinya. Imagenya selalu terlihat hangat, baik dan ramah pada siapapun. Lagi pula, itu bukan hal yang sulit untuknya.
Dengan gerakan berat, Lexsi bangkit keluar ruangan. Menuju mobilnya dan melaju meski managernya memanggil namanya. Dia tak tahan lagi. Dia tak bisa di perlakukan seperti ini. Dan saat tiba di kawasan Taman Barat, dia melangkah masuk dengan gusar. Namun ia terhenti saat tatapan Aldric tertuju padanya. Lalu pandangan ibunya seakan memohon sesuatu. Hal itu membuat rasa kesalnya menumpuk, namun wajahnya harus tetap tersenyum.
"Ayah, Ibu, aku pulang. Kupikir tak ada orang di rumah. Jadi aku tergesa-gesa."
Vania berjalan menghampiri Lexsi. "Duduklah, Ayahmu dalam suasana hati yang buruk."
Lexsi mengangguk dan menurut. Duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari ayah ibunya.
"Jelaskan ini,"
Lexsi diam namun matanya tertuju pada sebuah video yang di putar. Hatinya teremas dengan sangat cepat. Bagiamana ayahnya mendapatkan video itu? Ia sangat ingat, bahwa manajernya mengatakan telah menyelesaikan semua kekacauan ini. Hingga ia harusnya tak memiliki kekhawatiran apapun. Tapi kini, ia mulai berkeringat dingin.
"A-ayah, aku bisa jelaskan."
Merasa bersalah dan ketakutan, Lexsi berusaha mendekati ayahnya dan mematikan video itu sebelum terputar hingga usai.
"Ayah, ini tak terlihat seperti yang ada dalam video. Aku ... aku dan Kakak,"
Aldric diam. Dia menatap Lexsi yang mulai bingung dan ketakutan.
"Aku, Kakak, ya, kakak sebelumnya menemuiku dan membuat sedikit masalah untuk karirku. Jadi aku memang tak memberi tahu hal ini karena kurasa kakak tak akan melakukan hal yang lain. Tapi ayah, aku benar-benar tak ingin menamparnya."
"Kau menamparnya!" tekan Aldric dingin.
Wajah Lexsi pias. Dia berusaha mencari alasan yang repat.
"Ayah, itu tak seperti itu," dengan pelan air matanya mengalir. Ia mencoba menyekanya pelan.
"Kakak mengatakan hal yang tak seharusnya."
Kini wajah Aldric bergeser. Dan Lexsi melanjutkan kata-katanya.
"Sebelum pertemuan dalam video itu, kami telah bertemu sebelumnya. Dan Kakak mengatakan bahwa aku hanyalah anak tiri yang tak tahu diri."
Vania yang mendengar itu langsung mendekat. Dia mengelus puncak kepala Lexsi. "Ya Tuhan, aku tak tahu Ellina akan tega mengatakan itu padamu,"
"Dan dia mengatakan di depan kru sata aku tengah syuting." lanjut Lexsi membuat Aldric berpikir.
"Ayah, aku tak akan melakukan hal kejam jika kakak tak keterlaluan. Aku sadar aku memang bukan anak Ayah, tapi aku tak terima jika kakak menghina nama keluarga ini,"
Aldric tertegun. "Apa maksudmu?"
"Video itu telah di potong dan di edit sedemikian rupa. Sebelum aku menamparnya, Kakak mengatakan bahwa ia benar-benar bersyukur telah di keluarkan dari keluarga Rexton. Dia berkata, keluarga Rexton akan mati secara pelan karena akan menuju kebangkrutan!"