Hari berganti dan ini adalah hari ke sembilan setelah nifas. Aku terlihat seperti orang normal sekarang. Tak akan ada yang mengira aku baru saja hamil dan melahirkan seorang anak perempuan.
Satu-satunya bukti yang ada, hanyalah bekas jahitan diperut yang mulai pudar.
Hari ini, Servine akan membawaku kembali ke rumah mereka. Tapi aku menolaknya. Aku ingin segera pergi dari sini kembali ke negaraku. Pulang dan menghilang dari hadapan mereka selamanya.
Melihat keigihanku, akhirnya Tuan dan Nyonya Servin menyerah. Mereka menyetujui keinginanku.
Agar tak menimbulkan kecurigaan pihak rumah sakit, Jacob memaksaku untuk menggendong bayi perempuan dari ruang incubator. Jean, suster jaga pagi itu membawanya kehadapanku. Ini pertama kalinya aku melihat wajah mantan penghuni kecil dalam perutku. Ia sedang tak tidur. Mungkin ia sedang senang karena akan bertemu dengan ibu dan nenek serta kakeknya setelah ini.
"Nice baby, what is her name?" pertanyaan Jane mengagetkanku.
Aku menerima bayi itu dan Jane mengulangi pertanyaanya.
"The name….?"
Ia tak mau menyerah rupanya.
"Servine Junior" jawabku.
"The first name?" Tanya nya penuh keheranan padaku.
Aku baru sadar, bahkan setelah hampir 10 hari datang ke dunia ini Servins kecil masih belum punya nama panggilan. Aku hanya tersenyum sampai Jane meninggalkannku begitu saja sambil geleng-geleng kepala.
Setelah berpamitan pada dokter dan beberapa perawat, kami berjalan meninggalkan rumah sakit ini. Jacob memastikan, Frada tidak termasuk dalam daftar tim penjemput. Hanya ada Tuan dan Nyonya Servin. Itu pun mereka akan berada di mobil yang berbeda denganku.
Tuan dan Nyonya Servin menyambutku di halaman dekat mobil mereka terparkir. Mereka terlihat sangat senang. Ia melihat bayi yang ku gendong dan menciumnya. Sama dengan Jane sang perawat bayi. Nyonya Servin menanyakan siapa nama yang aku berikan pada cucu mereka.
Aku hanya tersenyum.
Melihat reaksiku, mereka menjelasakan bahwa aku boleh memberinya nama depan. Bagimana pun juga, aku adalah ibuny dan tetap akan menjadi orang yang melahirkan anak itu. Mereka juga tak akan memutusakan hubungan dariku jelasnya.
Aku membeku medengar pernyataan mereka.
Memecah keheningan, nyonya Servin meminta Arna mengambil bayi itu dariku.
Tangan Arna sudah sembuh total dan ia mulai bisa menjalankan tugasnya sebagai baby sitter bagi Servin kecil. Ia berada di bangku belakang bersamaku. Jacob mengemudikan mobil dan Ficaso berada di sampingnya.
Tuan dan Nyonya Servin berada di depan dengan mobil sport yang dikendarai sendiri oleh Tuan Servin. Kami akan menuju bandara dan terbang ke Indonesia dengan jet milik mereka.
Menurut GPS, kami akan tiba dibandara dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Ini baru sepuluh menit. Servin kecil tak mau menutup mata dan tidur. Ia terus melihat ke arahku. Dalam usia ke sepuluh harusnya ia mulai bisa mengenali cahaya. Arna membujuknya tidur dengan susu formula. Namun, Servin kecil terlihat keras kepala dan menolaknya.
"Apa ayahnya orang yang keras kepala?" tanyaku pada jacob.
Ia terseyum dan tak menjawab pertanyaanku.
Di depan lampu merah akan ada terowongan. Jalan di sini sangat legang. Sehingga aku dengan mudahnya bisa melihat mobil sport putih yang di kendarai Tuan dan Nyonya Servin, Mobil mereka tetap berjalan, sedangkan mobil ini, terhenti karena lampu merah.
Mungkin akan butuh waktu satu sampai lima menit sebelum lampu hijau menyala. Musik di mobil ini, diputar cukup kencang oleh Ficaso. Namun apa pun itu, bunyi ledakan tetap bisa ku dengar. Suaranya keras sekali. Ledakan itu berasal dari mobil putih di depanku. Mobilknya terbakar dan terbalik tepat sebelum memasuki terowongan.
Lampu merah ini menyelamatkan kami. Seandainya lampu hijau yang menyala, pasti mobil hitam ini juga akan terkena dampaknya. Jacob segera memarkir mobil di kiri jalan. Di situ ada tanda dilarang berhenti. Ia sudah tak menghiraukan mobil tanda tersebut. Ledakan kedua terdengar. Ini pasti karena bahan bakar mobil terus mengalir.
Mobil-mobil yang hendak melintas terpaksa berhenti. Mereka tak boleh mendekati mobil yang meledak itu. Tak lama kemudian, polisi dan pemadam kebakaran tiba di lokasi. Mereka berusaha memadamkan mobil itu. Dari kondisi yang terlihat dilapangan, seluruh penumpangnya secara kasat mata bisa di pastikan tidak selamat.
Aku berusaha keluar dari mobil, tapi Ficaso menahanku. Jacob keluar dan memanggil seseorang dari ponsel pintarnya. Arna berteriak-teriak menangis ketakutan. Ledakan tadi rupanya membuatnya ketakutan. Hal ini rupanya juga berdampak pada Servin kecil yang terjaga. Ia menangis tak karuan. Ia menjerit sekuat tenaga.