Aku berusaha menggerakkan tanganku tapi tak bisa. Saking beratnya, sampai tanganku terjatuh dan keluar dari tempat tidur. Wanita itu, tanpa banyak bicara mengambil tanganku dan menekuknya di perut. Tepat dimana bross peniti tajam yang kupakai sedikit terlepas. Aku ingat Jacob paling benci jika aku memakai bros peniti ini. Menurutnya, bross palsu in, hanya merusak pakaian karena terlalu besar dan tajam.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, aku berusaha melepaskan kait bross. Aku melakukannya perlahan agar mereka tak menyadarinya. Sekitar lima menit, peniti berhasil lepas dan ku tusukkan ke telapak tanganku dengan cara menggenggam nya. Sama sekali tak terasa sakit, darah mulai merembes dari tanganku. Untunglah pakaian ku ini berwana gelap jadi mereka tak menyadarinya.
Semakin lama, semakin banyak darah yang keluar. Tubuhku pun mulai terasa sakit. Aku mulai bisa membuka mataku, merasakan kaki dan anggota tubuh yang lain walaupun masih lemas. Pramugari kaget, saat ia melihat mataku terbuka. Ia utak-atik infusnya. Namun itu sudah maksimal. Ia mendekatkan wajahnya ke mataku, lalu ia menyadari bahwa pakaianku mulai basah. Ia mengangkat tanganku.
"She is bleeding!" teriaknya kaget menyadari aku berdarah sangat banyak.
Ia mengambil kotak peralatan di ruangan itu. Perban atau entah apapun itu. Ia pun kembali memengang tangaku yang penuh darah. Ia berusaha mencabut peniti besar itu. Aku menggerakkan tanganku yang lain. Tak terluka memang tapi juga di lapisi darah segar. Itu membuatnya kaget, dan menoleh. Ia pun terkejut saat aku ternyata sudah duduk. Aku ambil kesemptan itu untuk mencabut peniti bros jumbo dan menancapkannya ke pungung tangannya.
Ia berterik kesakitan. Namun tangannya tak mau lepas dariku. Aku semakin tak sabar dan menarik peniti itu hingga membuat robekan yang sangat besar. Ia segera melepas genggamannya. Namun temannya, pramugara laki-laki yang tadi berada di dekat jendela datang dan berusaha memukulku.
Ia mengunci tanganku. Aku meronta sebisaku. Tapi gagal! Aku pura-pura sesak nafas dan pingsan. Saat ia mulai meregangkan cengkramannya. Ku arahkan peniti ke wajahnya dan merobek wajahnya. Mungkin sekitar 20 cm. Astaga peniti ini memang tajam dan tak seharusnya di pakai. Apa boleh buat aku masih ingin hidup.
Bagi para awak kabin wajah adalah asset yang berharga. Karena sudah kurobek, tentu saja ia marah dan ingin langung menghajarku. Tapi rasa sakit memaksanya untuk meronta dan memegang wajahnya sejenak. Saat itu aku menarik paksa jarum infuse dari lenganku sambil menahan mual yang hebat.
Ptamugari wanita, tak ingin kehilangan tawanannya. Ia menahan sakit dan menamparku. Ia coba masukkan kembali jurum ke punggung tanganku. Namun nasibnya sial, aku muntah tepat di tangannya dan bajunya. Itu membuatnya jijik dan memberi ruang bagiku untuk lari. Aku turun perlahan dan keluar dengan tertatih sementara mereka luka yang kuberikan.
Ini adalah bandara. Jika sepi pastilah kuburan namanya. Aku tak tahu harus kemana. Ada banyak sekali pengumuman yang disiarkan. Ada papan-papan pengumunan dan orang berlalu lalang. Tapi ini Amerika, tak kan ada yang peduli padamu. Aku hanya bisa terus berjalan pelan sambil jatuh beberapa kali.
Ada polisi di depan. Aku menghampirinya dan meminta bantuan padanya. Saat ia bersuara, aku teringat suaranya sama dengan suara polisi yang kudengar saat mataku tak bisa ku buka lagi. Tentulah ini komplotan mereka.
Menyadari hal itu aku berusaha lari. Ia menangkap dan mengunciku. Aku melihat pramugari dan pramugara yang kucelakai tadi berjalan menuju ke arahku.
Tamatlah aku jika mereka menagkapku lagi. Aku pun menggigit keras-keras tangan polisi ini, sampai ia beteriak keras dan darah mengalir dari tempat dimana aku menggigitnya. Aku terlihat seperti vampire haus darah saat ini.
setelah mereka melepaskan aku , segera aku menyeka darah dari mulutku dengan tangan dan lari meninggalkannya. Ia harus cek rabies setelah ini. Siapa tahu aku vampire sungguhan. Aku berusaha lari dan beberapa kali terjatuh.
"Are You Ok, Mam?", tanya orang yang menolongku bangkit. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan pelarianku.
Aku harus lari. Sampai tak lagi terkejar. Mereka orang normal, tapi aku hamil besar dan sakit. Tentu mereka bisa lebih cepat walaupun terluka.
Beberapa meter di depan seorang artis dari Holywood sedang berpose dan menjawab berbagai macam pertanyaan dari para awak media. Banyak sekali fotografer dan orang-orang yang berkerumun bereriak-teriak kegirangan. Akan ku manfaatkan mereka.
Aku berlari dan menerobos mereka. Aku jatuh tepat dihadapan artis yang berpose itu. Ia kaget dan kamera menyorotku. Ia terkejut .
" Help Me!~They want to kill me!"
Spontan kamera yang menyala menyorot ke arah yang aku tunjuk.
Para reporter itu, mereka mengambil gambar wanita berseragam merah dengan tangan berlumuran darah, dan pria yang wajahnya sobek juga polisi yang memegangi tangannya kesakitan. Sadar bahwa mereka tersorot kamera, merekapun lari.
Artis itu melihat darah masih mengalir dari tanganku. Ia membantuku berdiri dan menanyakan apa yang terjadi. Wartawan-wartawan itupun juga tak mau kalah. Mereka berebut mengambil gambarku dan menayakan apa yang terjadi. Wanita hamil dengan tangan penuh darah, telajang kaki berlari-lari di bandara sendirian.
Rencana ku berhasil. Meraka menyiarkan ku secara live dalam berbagai breaking news. Itu membuat Tuan dan Nyonya Servin menemukanku. Polisi membawa dan melakukan evakuasi padaku. Aku mengucapkan banyak terimakasih pada para reporter dan artis yang membantuku.