Pagi pun tiba. Setelah Frada memastikan aku sudah makan pagi dengan baik, Ia mengajakku untuk jalan-jalan di sekitaran tempat kami tinggal. Nyonya Servine kurang setuju dangan ide Frada. Namun, Tuan Servine tak tega melihat menantunya merengek terus. Ditambah lagi bukankan mereka menempatkan beberapa orang untuk mengawasi kami.
Setelah negosiasi, Frada mengajakku berkeliling dengan berjalan kaki. Ia ingin berbelanja di butik-butik di sekitar rumah ini. Ia memakai dress santai warna orange, kacamata hitam dan topi bundar yang besar warna gelap. Ini memang musim panas, ia terlihat begitu sempurna dengan tas senada merek Emerald. Tas bermerek dengan harga rastusan ribu dollar dan limited edition.
Dibelakang kami ada Ficaso Diarka dan Mikha. Mereka tak sedikit pun melepas pandangannya dari kami. Tak peduli, apa yang kami lakukan mereka terus mengikuti kami. Bahkan , saat kami masuk ke sebuah toko, mereka menunggu di sofa sambil mengamati keadaan sekitar.
Seolah tak risih dan memerdulikan mereka, Frada terus berjalan dan mengajakku bicara.
Kami terus berganti dari satu toko ke toko lain. Sejujurnya ini tak buruk sama sekalaiseandainya aku tak sedang hamil besar. Namun, ketika perut kita membesar, ku akui aku menajdi lebih mudah lelah dan berkeringat.
Hari semakin siang. Panas semakin menyengat kami berjalan menuju taman. seorang pengendara motor meyabet tas Frada. Ia berteriak-teriak, membuat beberapa orang disekitar panik dan mendatanginya. Tak berselang lama, seseorang menyekapnya dan menyeretnya entah membawanya ke mana.
Mikha & Diarka langsung berusaha mengejar mobil itu. Ficaso memanggil taxi dan meminta taxi itu mengikutinya. Akhir-akhir ini Perancis memang sedikit tak aman. Orang-orang menunjuk-nunjuk \ku dan saling bicara satu sama lain dalam bahasa mereka.
Aku memutuskan untuk menelepon Jacob. Saat ku tekan nomor panggilan tujuanku. Seseorang membantingnya. Dan mengambil kalung dari leherku dengan paksa lalu meghilang dalam keramaian. Leherku sedikit merah karena tarikan orang itu. Secara reflek aku memengang leher ku sambil menagatur nafas.
Aku tak sempat berteriak atau minta tolong. Aku merasakan ada sesuatu menancap di lengan kanan ku. Saat aku menolah. Seorang pria dengan sweeter dan penutup kepalanya, memegang erat tanganku sambil menyuntikkan sesuatu di lenganku. Jarumnya sangat besar. Berisi cairan bening.
Rasanya seperti di sengat sang ratu lebah. Dengan cepat seluruh isinya masuk ke dalam tubuhku.
Aku ingin mencabut jarum raksasa itu dari lenganku. Saat ku lakukan. Pria tadi menarik lenganku yang lain dan ingin menyuntikan sesuatu.
Beruntung Diarka kembali lalau mencegahnya dan menyuntikkanya ke lengan orang itu lalu memukulnya sampai pingsan. Setelah pria itu pingsan, Diarka menarik tanganku. Ia memaksa sebuah taxi berhenti dan membawaku ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
Ia menghubungi seseorang lewat ponsel miliknya. Ia mulai bicara. Kami tiba di rumah sakit dalam waktu kurang dari lima belas menit. Petugas medis segera melakukan prosedur penyelamatan padaku.
Dokter menanyaiku, apa yang terjadi. Diarka menjelaskan dalam bahasa Peracis. Kurang lebih ia ceritakan bahwa ada sesuatu yang pria jalanan itu masukkan pada darahku.
Mendengar penjelasan Diarka, dokter memutuskan untuk mengambil sampel darahku. Seorang suster menempatkan jarus kosong dan mulai mengambil beberapa mililiter darahku.
"Wish it's not bad", kata Suster itu padaku sebelum aku tertidur.