Pertama, keracunan Sianida. Kedua ditembaki orang tak di kenal. Sungguh malang nasibku ini. Aku hanya mencoba mencari uang dengan menyewakan rahimku. Aku hanya mencoba untuk menyelamatkan bayak orang dari hasil sewa kontrak rahim ini. Jika di Indonesia ini pasti sudah melanggar hukum dan norma yang ada.
aku akui, keputusanku menerima pekerjaan ini membuat ku nampak seperti orang tak ber-Tuhan. Hukum dan norma sudah tak kuperhitungkan lagi. Tapi pilihan apa yang aku miliki jika menolaknya waktu itu?
Saat pikiranku melayang, aku teringat semua hal yang sudah aku lalui selama hidupku. Setiap fase yang orang lain belum tentu bisa melewatinya. Sebagian orang hanya melihat bagaimana aku bisa meraih semua hal dengan mudah. Berpakaian mahal, tas bermerek, jalan-jalan dan terlihat tak mengalami penuaan.
Semua hanya melihat dari luar saja. Mereka tak pernah melihat bagaiman aku merasakan dan berjuang menghadapi semua ini. Faktanya, banyak yang tidak tahu seberat apa perjuanganku sampai di titik ini.
Semenjak kejadian keracunan dan penembakan brutal, semua makanan haruslah di cek terlebih dahulu. Tak semua makan bisa masuk begitu saja. Pada dasarnya ini cukup menyulitkannku.
Mengingat, wanita hamil tak suka banyak makanan.
Byoya Servin menambahkan dua orang di sisiku. Seorang wanita dan lainya seorang pria bertubuh kekar.
"Bukankah ini berlebihan?"
Tuan Servin menjawab dengan santai, "Tidak ada yang berlebihan. Terlebih, kita belum tahu apa motif mereka mengejarmu. Apakah karena bayi yang ada di dalam kandunganmu atau karena kasus yang telah menimpamu."
"Jangan takut, Diarka dan Mikha akan melindungimu" , sambung Nyonya Servin.
Aku hanya menghela nafas. Bagiku ada Ficaso saja sudah merepotkan. Ditambah ada Diarca, polisi perancis tanpa seragam dan Mikha, body guard wanita berambut cokelat. Mereka akan mengikutiku kemanapun aku pergi. Kebebasanku semakin terampas.
Aku berjalan keruang lain dari rumah ini. Diarka dan Mikha menjelasakn, bahwa mereka tak akan menggangguku. Sebaliknya. Mikha berharap aku bisa sedikit menahan diri untuk tidak berkeliaran di luar rumah sementara waktu.
"I do understand", jawabku.
Hari ini, rumah menjadi sedikit lebih ramai. Menantu mereka akan datang. Ia ingin melihat dan mengobservasi bagaimana proses kehamilan saat memasuki usia ke-enam bulan. Ia bilang ingin lebih menghayati perannya sebagai ibu nanti.
Begitu tiba di rumah Frada langsung mencariku. Wajahnya masih terlihat sangat cantik. Dibalut dengan gaun hijau daun yang membuatnya terlihat lebih menawan.
"It's long time not see you? How are? How's the baby?"
Kami berpelukan sebentar. Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, Frada sudah menarikku duduk di sofa.
Ia bicara panjang lebar tentang nama-nama yang sudah di siapkan untuk bayinya nanti. Ia terus bercerita apa saja yang akan ia lakukan. Apa rencananya untuk membesarkanya nanti. Bahka ia tetap akan memperkenalkanku sebagi ibunya, saat ia lahir nanti. Rupanya ia sudah tidak sabar menunggu anak perempuannya keluar dari tubuhku.
Ia kesini membawa banyak sekali oleh-oleh. Ia bawakn juga perhiasan dan beberapa hadiah kecil untukku. Ia berikan kalung dengan berlian kecil merah untuk ku pakai. Ini terlihat mencolok. Aku meminta agar Frada mengizinkanku untuk tak memakaianya.
"You looks beautiful with this necklace" katanya sambil memaksaku.
Tak terasa waktu berjalan. Saatnya untuk makan malam. Aku, Frada,Tuan dan Ny. Servine berada di ruang makan. Berbincang sambil makan. Namun ruang makan yang semula lebar, menjadi sempit dengan hadirnya dua orang tambahan yang terus berjaga di sekitar kami.