"Pertama-tama, aku ingin kalian mentransfer sebesar dua milliar R-U-P-I-A-H, sebagai uang mukanya" Ujarku pada Tuan dan Ny. Servin.
"Aku ingin seorang pengacara untuk berjaga-jaga. Mari kita buat semua ini menjadi legal. Hitam diatas putih" seruku.
"Aku tidak akan menggunakan Julien. Dia tak akan bisa bekerja sama dalam hal sepicik ini. Aku ingin Nathan Ang. Saat semuanya sudah selesai aku ingin sisanya juga di transfer beserta tambahan bonus jika anak itu lahir dengan selamat. Aku minta tambahkan setidaknya satu milliar dalam bentuk saham. Terserah saham apa. Pastikan saja itu slah satu perusahaan kalian. Bagaimana?"
Tuan dan Nyonya Servin saling berpandangan sejenak sebelum akhirnya mereka menyetujuinya.
"Satu lagi, aku tak dalam keadaan bisa ke luar negri. Aku yakin kalian sudanh mengetahuinya. Aku harap kalian tahu bagaimana mengurus semua ini."
"Jangan khawatir, kami tahu apa yang harus kami lakukan" jawab Tuan Servin.
Tak butuh waktu lama, ke-esokan paginya Nathan datang dan menyiapkan semua perjajian hitam di atas putih.
"Ini termasuk tindakan ilegal bagi seorang WNI." kata Nathan memperingatkan aku.
"Jangan khawatir, Klien Kami bukan orang yang suka ingkar janji" sahut pengacara Servin.
Setelah perjanjian kutandatangani, ia benar-benar mentransfer uang muka. Sebagai jaminan aku tak menipu mereka. Dokter Keane menyuntikan sebuah alat ke darahku. Sebuah cairan yang akan bisa di deteksi kemanapun aku pergi.
Kami akan memulai perjalanan ke Perancis secepatnya. Aku tak perlu membawa apapun. Mereka yang akan menyiapkan semuanya. Ficaso, akan tetap menjadi pelayan sekaligus mata-mata bagiku.
Mereka ingin pastikan aku adalah orang yang kooperatif dan tak berniat sedikitpun menipu mereka. Sebelum pergi aku meminta izin untuk menemui beberapa orang.
**********************************
~Di Sebuah Restaurant~
Alfon hanya geleng-gelengkan kepalanya mendengar kesepakatan yang ku buat dengan Tuan Fianka. Dari wajahnya bisa ku lihat ia mencoba membuat dirinya tenang dan bersabar atas semua keputusanku.
Di kursi seberang Julien hanya bisa menunduk serta menggigit pulpen. Ficaso terus berdiri mematung di dekatku. Ia tak mau pergi jauh-jauh dariku. Ia menarik perhatian Alfon. Tapi aku tak jelaskan apa pun padanya.
Tuan Fiankan, terus menatapku sambil sesekali minum. Pengacaranya terus menatap ke arah ku. Mungkin ia berfikir, aku dan kliennya adalah dua orang gila yang bekerja sama demi tujuan tak masuk akal.
Beberapa waktu lalau, kami adalah musah. sekarang kami adalah kawan. Tak Jauh beda dengan keadaan politik. Tak stabil sama sekali.
"Jadi? Kau akan serahkan sekolah ini pada orang yang membuat kita semua bangkrut? Kau berharap dia benar-benar menjadi malaikat penolong kita saat ini? Kita serahkan padanya! Dia selesaikan masalahnya lalu, berharap dia benar-benar kembailakan pada kita tanpa apapun!?"
"Benar ..."
Alfon berdiri dan membating kursinya.
"Kau gila! Tak pernah ku dengar orang sebodoh dirimu!" Teriakkannya membuat pengunjung lain tersontak.
"Kita tak punya pilihan Alfon. Kita hanya bisa percaya pada Fianka Corp saat ini" kata ku padanya.
"Anggap saja aku sedang bertaruh pada takdir. Siapa tahu aku menang!", imbuhku.
"Kalau kau menang. Kalau kalah?", tanya Alfon sekali lagi padaku.
"Setidaknya kalian tak akan kehilangan pekerjaan sampai masa pensiun!", jawabanku membuat semua orang diam.
Alfon kembali ke bangkunya. Tuan Fianka angkat bicara.
"Percayalah padaku~Aku tak pernah ingkar janji", katanya.
"Mungkin kau tidak. tapi istri licikmu itu?"
Aku memberi Alfon kode untuk diam. Aku masih atasnnya saat ini.
"Keluarkan perjanjiannya, mari kita buat kesepakatan." kataku pada Julient.
Akhirnya kami menanda tangani perjanjiannya. Aku segera pamit setelah semua selesai. Alfon bersikeras mengantarku ke mobil. Dia memnita Ficaso masuk ke mobil terlebih dahulu. Ia menahanku sebentar.
"Sejak kapan Reveline punya pengawal pribadi?"
pertanyaan sarkasme Alfon mengandung makna ganda.
"Ini bukan taxi online bukan? Mereka tak pernah memiliki Mobil mewah untuk beroperasi,"
Seolah tak mendengarkannya, aku melangkan masuk ke mobil. Setelah aku masuk, Jacob pergi ke posisi kemudi dan menyalakan mesin.
Aku menutup pintunya dan menurunkan jedela.
"Alfon, jaga dirimu baik-baik. Anggaplah kemungkinan kita tak akan bisa bertemu lagi setelah ini." , jawabku.
"Mengapa?" desaknya menahan jendela. "Jelaskan padaku. Kau tak berbuat sesuatu yang ilegal bukan?"
aku hanya tersenyum.
"Anggap saja aku sedang beruntung dengan pekerjaan baruku."
Aku melepas kalung Mermaid tears yang ku pakai dan menyerahkan pada Alfon.
"Mermaid Tears, nilainya jualnya tinggi tapi barang curian. Carilah orang yang bisa membantu menjualnya."
Aku segera menaikkan kaca.
" Jika aku membutuhkan mu! Bagaimana aku bisa menghubungimu?"
"Tidak ada. Maka sebaiknya jangan membuat masalah dan mulailah bekerja sama dengan Fianka. CEO baru kalian."