"Bukannya dia pacar sahabat lu, Sya?" Tubuhku langsung tersentak; akibat terkejut dengan kehadiran Dirga yang tidak tahu datangnya dari mana.
"DIRGA!!! NGAPAIN LU DISINI?" teriakku yang kesal bukan main. Bukannya menjawab ia menyengir tanpa dosa.
Aku mendengus dan memutuskan berjalan masuk ke dalam rumah karena masih sebal dengan dirinya. Ia yang tak terima karna aku acuhkan kembali bertanya, "gue tadi nanya, Sya ... bukannya dia pacar sahabat lu?"
Tak berniat membahasnya lebih lanjut, aku hanya menganggukkan kepala dan kembali berjalan menuju kamar. Ah ... rasanya badanku ini sudah lelah begitu juga pun dengan hatiku. Jujur ini bukan yang aku mau dan ini bukan aku yang sebenarnya. Tapi, semuanya sudah terjadi dan sedang berjalan seperti ini. Aku gak mungkin berhenti ditengah jalan, bukan?
Saat hendak menghempaskan tubuh ke atas kasur, aku merasakan sebuah siluet seseorang sedang berdiri di belakangku dan terentak aku membalikkan badan. Ya Tuhan, aku harus mengelus dada melihat tingkah dosen absurd ini. Bagaimana bisa, dia jadi dosen? Kalau tingkahnya aja seperti lelaki pengangguran? Aku pergi dari tempat tidur lalu berkacak pinggang menatapnya dengan sengit. Bukannya merasa terintimidasi ia malah menyunggingkan senyumnya. Ya Tuhan, bagaimana bisa ada manusia seganteng malaikat maut?
"Ehem ... mengangumi saya, Mbak?" Kali ini senyuman manis itu berganti menjadi senyuman jahil yang buat moodku langsung berubah seketika.
Aku hanya balas mendengus. "Kenapa lu ikutin gue, Bapak dosen terhormat?" tanyaku yang terengar sarkas.
"Aku pengen ikut kamu masuk ke dalam," ucapnya dengan jelalatan memandangi isi kamarku.
Responku yang terkejut tak bisa aku tutupi, aku melongo tak mengerti. "Mau ngapain?"
"Mau dengerin cerita kamu?"
"Sayangnya gue lagi gak mood cerita, Dirga. Mendingan lu pulang deh!" usirku sambil bersedekap.
Dirga yang tak merasa takut sedikit pun malah menggelengkan kepalanya sembari seenaknya duduk di sofa kamarku. Ia kembali menatapku tanpa dosa, dengan tampang polosnya.
Ntah sudah berapa kali aku menghela napas, sejujurnya aku sudah capek berdebat dengan terpaksa aku pun memutuskan buat mengalah saja, ingat hanya untuk kali ini. Dengan malas aku mengambil tas yang ada dikasur lalu melemparkannya ke atas meja belajar. "Gue mau ganti baju dulu," ucapku yang langsung diangguki olehnya.
Setelah mengganti baju dengan stelan yang lebih santai dan nyaman aku kembali menghampiri Dirga.
Loh mana sih tua keladi?
"Dirga ...?" teriakku. Karena aku tak kunjung menemukannya di dalam kamar, aku pun keluar, mencari Dirga. Aku takut saja kalau dia maling sesutatu di kamarku. Walau pun atar belakangnya yang bagus, gak menutup kemungkinan dia punya penyakit klepto 'kan? penyakit yang suka mencuri barang. Buktinya saja dia sudah mencuri sesuati dariku, yaitu hatiku, ea.
"Yun duduk sini!" Akhirnya aku menemukannya setelah mendengar suaranya. Aku pun menghampirinya yang duduk di anak tangga. Ia menarikku untuk duduk, lalu ia juga memberikan dua cangkir green tea. Mau tak mau aku mengambilnya, kali ini tidak ingin curiga dulu ada sesuatu yang di masukkannya ke dalam minumanku, bisa jadi dia benar tulus 'kan?
Keadaan rumah yang ntah kenapa sepi, membuat kami merasa cangung satu sama lain. Salah satu dari kami tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Yang terdengar hanya suara seruput teh yang dibuatkan oleh Dirga dari bibirku. Tak selang lama, Dirga akhirnya bertanya,"kenapa?"
Aku berkerut tak mengerti. "Kenapa apa?"
Dia hendak mengatakan sesuatu namun terhenti, terlihat ia sedang ragu-ragu. Keadaan pun kembali hening. "Kenapa ... kamu ...," ujarnya menggantungkan kalimat.
Aku hanya bisa menunggunya melanjutkan kalimat tersebut dengan jelas.
Dirga mengulum senyumnya, lalu berkata, "kenapa kamu cantik banget sih, kalo lagi serius?" Ia menoel pipiku gemas sambil tertawa.
Padahal aku sudah benar-benar serius mendengarkannya, tetapi dia lagi-lagi bercanda membuatku kesal saja, sehingga membuatku berniat untuk membalasnya.
"Dir," panggilku dengan lembut.
Dirga yang masih tertawa langsung terdiam dengan wajah menyimak.
"Kenapa?" kubertanya dengan sendu.
"..."
"Kenapa, Dir?"
"..."
Kali ini isakan berhasil keluar dari bibirku, dan mataku berhasil berkaca-kaca. Mampus lo gue tipu!
"Kenapa apa Resya?" ucap Dirga khawatir.
Kutundukkan kepala sembari memainkan mulut cangkir dengan raut sedih, lalu aku kembali mengulang pertanyaan yang sama.
"Kenapa Dir ... kenapa ...?"
Walau pun saat ini aku tak lagi menatap Dirga, aku tau dia sedang menatapku penuh khawatir sekarang. Dengan pelan ia mengambil cangkir yang aku pegang dan meletakkannya dilantai lalu aku tersentak saat dia tiba-tiba membawaku ke dalam pelukannya.
"Kenapa, Dir? Kenapa harus gue yang ngerasain ini, Dir?" Aku kembali bertanya di dalam pelukkannya dengan tersenyum namun tak menghilangkan nada suara yang sudah aku buat sesedih mungkin.
"Ssssttt ...," desis Dirga sambil mengelus punggungku. "Cerita ke aku, kenapa apa?" Ia bertanya dengan sabar.
Dengan tawa yang sudah tak tertahankan lagi, aku akhirnya mengeluarkan suara. "Kenapa sih, Dir. Lu jelek banget, nyebelin pula! Hahahahahahahaaha"
Kenaa lu tua bangkaaaa!
"Kampret gue dikerjain," sungutnya yang langsung melepaskan pelukan.
"HAHAHAHAAHA kena lu! Satu sama wle ... wle ...," ledekku kesenangan sambil memukul-mukul lantai sangking gelinya.
Namun tiba-tiba tanpa diduga aku kembali tersentak saat Dirga kembali menarik aku kedalam pelukannya.
DEG
Darahku berdesir, jantungku berdegub lebih cepat.
"Kok diem?" tanya Dirga dengan suara yang tersirat mengejek.
Dag dig dug dag dig dug jeder dwar
Tenang Yuna, tenangkan diri! Fokus! Lu harus sadar Yun! Selaw Yun kita ikuti permainanan Dirga.
Tanganku yang tadinya menggantung membalas pelukan Dirga dengan tak kalah erat. Aku merasakan tubuh Dirga menegang sejenak dan selanjutnya tanpa menghiraukan keterkejutan dia, aku menyenderkan kepalaku di bahunya dengan nyaman.
"Gue nyaman gini." Aku tak tau aku sedang berbohong atau jujur, tapi memang ini yang aku rasakan sebenarnya.
Tanpa aku sangka Dirga pun mengatakan demikian. "Gue juga."
Aku sudah tidak bisa mengendalikan diri ini lagi, bersama Dirga aku terhanyut dalam dekap hangat ini.
•••
Setelah kepulangan Dirga aku kembali berkutat dengan tumpukan tugas kuliah yang sudah menggunung, keningku langsung mengernyit saat mendengar sebuah bunyi decitan pintu kamarku yang di buka.
"Yun ...?"
"Eh lu Sha kenapa?" tanyaku saat ia duduk di hadapanku, dengan tiba-tiba saja datang ke rumah.
Marsha langsung mencipika cipikiku. "Gue butuh bantuan lo, Yun."
"Bantuan? Tumben," tanyaku yang langsung mengajaknya pindah duduk di sofa.
"Iya ... nyokap gue 'kan ulang tahun tuh, bulan depan. So please help me," mohonnya dengan menangkupkan kedua tangganya.
Tidak mungkin sebagai sahabat aku tega menolaknya, tanpa pikir panjang aku langsung mengangguk setuju. "Oke, gue bakal bantuin lo. Apa nih yang bisa gue bantu?"
"Lo datang aja nanti sehari sebelum nyokap gue ultah. Gue 'kan mau ngasih kejutan tepat jam dua belas, tuh. Jadi ... pacar gua, lo dan sahabat kita yang lain harus bantuin gue, okey?"
"Oke."
"Oiya, gue mau pergi lagi nih, mau bilang ke sahabat kita yang lain," ia beranjak dari duduknya dan aku pun ikut berdiri.
"Eh gak usah," tahanku. "Biar gue aja yang bilangin gak apa apa kok," tawarku padanya.
Marsha menatapku penuh antusias. "Seriussss?"
Aku pun mengangguk dengan wajah serius.
Marsha yang terlihat senang langsung memelukku. "Thank you so much my sisterrrrrrr muahh," ucapnya yang berhasil membuatku memekik kaget karena kecupannya pada pipiku.
"Ew ... lesbong!"
"Ih gue mah normal, lu tuh yang patut dipertanyakan! Jomblo mulu galmov ya? Atau jangan jangaaaaaan ...."
"Apaaa?" Ku pelototkan mata dengan ganas.
"Jangan jangan lu nungguin Gadha sama Dera putus yaaaa," godanya yang buat aku langsung mencibir
"Ew ... sorry aja, bekasan dia gak level. Udah ah ... pulang lo, gue mau ngerjain tugas!"
"Ih jahat deh, ngusir! Dah ah, gue mau jalan sama Ayang. Dah ... Yuna si Jombloewati sejatieeee," ledeknya dengan melambai pergi.
Aku tersenyum jahat menatap kepergiannya.
Selamat datang di permainanku episode 2 Dera Marsha~
•••
Bisakah kenyamanan ini disebut cinta
Jika bisa buat aku mencintaimu.
-Yuna Resya Tirka
•••