Aku menutup pagar rumah lalu berjalab memasuki mobil berwarna hitam. Gadha tersenyum di balik kemudinya aku pun membalasnya dengan tersenyum manis.
"Lo abis dari mana tadi?" tanyaku membuka pembicaraan saat mobilnya melaju meninggalkan pelataran rumahku.
"Ngantar Dera," jawabnya. "Kita mau kemana?" tanyanya langsung mengganti topik.
"Makan aja deh... gue la...per...," rengekku dengan bersikap manja kepadanya. Aslinya mah jijik binggow gue!
"Dasar ndut makan mulu," Gadha menyubit pipiku dia terlihat gemas sendiri.
"Biarin," ucapku sembari menjulurkan lidah ke arahnya.
•••
"Lo ingat gak sih? Dulu setiap kita habis nonton atau sebelum nonton pasti makan di sini." Gadha sedang membuka kenangan lama, right?
Mau tak mau aku mengangguk. Ikut menyelam ke dalam kenangan lama bersamanya "Iya ... liat tuh!" Aku menunjuk jembatan yang terlihat dari kaca restoran Mall ini.
"Kenapa?" tanyanya dengan mengkerutkan dahi.
"Bagi gue jembatan itu sejarah cinta kita." Please aku juga muak dengan ucapanku barusan!
Gadha mengangguk setuju, seolah mengerti dengan jalan pikiranku yang begitu aku benci. "Iya ... gue baru ngeh, saat dulu waktu kita pacaran. Itu jembatan belum juga selesai, sampailah kita putus-nyambung, tetap belum selesai juga dan selesainya baru tahun kemarin."
"Iya ... tahun dimana lo jadian sama sahabat gue sendiri," timpalku dengan tersenyum miris. Aku mengalihkan pandangan ke pintu masuk restoran. "Gadh, itu bukannya temen Dera?" tanyaku terkejut.
Gadha mengikuti pandanganku. "Iya Yun," jawabnya dengan santai.
"Lo santai banget Gadh, nanti pacar lo marah bisa berabe kali," protesku.
"Tenang." Ia melambaikan tangan ke temannya Dera yang baru saja kami bicarakan. Pas banget temannya Dera sedang menatap ke arah kami, ia pun datang menghampiri. "Kalian ...?" tanyanya menggantung.
"Gak, gue cuma mau minta tolong sama Yuna buat bantuin gue nyari kado anniversary gue dengan Dera, lo jangan bilang-bilang ya ke Dera ntar gak surprise." Seolah mengerti dengan ucapan temannya Dera yang menggantung itu, Gadha langsung menjelaskan secara detail dan berbohong!
"Oke, tapi ada syaratnya, gimana?" tawarnya dengan senyuman iblis.
"Susah ngomong sama cewe matre," gerutu Gadha pelan.
"Gua denger bego!" protesnya. "Bayarin gue makan ya?" ia menaik turunkan alisnya. Tak ingin lama berbincang dengannya Gadha pun langsung menyetujuinya
"Oke," jawab Gadha.
Aku yang sedari tadi menatap temannya Dera itu diam membisu. Biarkan ini menjadi urusan Gadha. Sebelum ia pergi, ia menyapaku untuk berkenalan.
"Hai, gue Risya", ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya. Aku pun menyambut dengan senang hati.
"Hai, gue Yuna."
"Gue tau kok. Lo kan mantannya Gadha dan sahabatnya Dera, ya 'kan?" Tebakannya memang sesuai fakta.
"Sebegitu hitz-nya 'kah gue?" tanyaku dengan bercanda.
Belum sempat Risya menjawab, Gadha mendorong Risya menjauh. "Sana lo, ntar makanan lo gue bayar. Cari tempat lain! Jangan ganggu kita."
"Ih pelit, wuuu." Risya bersorak dengan kesal. "Bye Yun. Hati hati jangan sampai CLBK!" Risya mengerling dan berjalan menuju meja tempat temannya berada.
"Ris?" panggil Gadha yang buatku langsung mengalihkan pandangan ke arahnya.
Risya juga ikut menoleh kearah Gadha. "Kenapa? Mau ngajak gue gabung?", tanyanya dengan bahagia.
"Gak, gue cuma mau bilang kalo lo bilang ke Dera tentang ini. Makanan yang lo makan haram!" ancamnya dengan sadis.
Risya langsung melotot tak terima. "Ih serem lu! Iya deh, gak bakal gue bilang." Setelah itu, ia kembali berjalan meninggalkan kami berdua.
"Mudah banget nyogoknya," ucapku saat Risya sudah duduk manis di tempatnya.
Gadha terkekeh. "Makanya gue santai Yun."
Aku pun ikut terkekeh. "Ah lo mantan gue paling pinter, deh." Dengan tersenyum manis aku menatap mata Gadha. Suasana berubah jadi hening, aku langsung mengalihkan menatap langit.
"Jangan ngeliatin langit mulu," protesnya dengan sedikit manja.
Aku kembali menoleh ke arahnya. "Emang kenapa?"
"Nanti lo nemuin pelangi."
Ya terus? Salah Mak gue kalo gue liat pelangi? "Bagus dong pelangi kan cantik gue suka liatnya."
"Gak boleh, lo pasti bohong kalo bilang cuma natap."
"Lah terus emang gue mau ngapain selain natap itu pelangi?" Ini cowok bener-bener bikin emosi! Mantan siapa sih?
"Lo pasti bakal minta pulang."
"Pulang?" Aku8 benar-benar bingung dan sekarang sedang berpikir keras, sebenarnya apa maksut perkataan Gadha ini.
"Iya pulang, kalo lo natap pelangi pasti lo bakal tau jalan pulang ... ke kayangan," lanjutnya.
Krik ... krik
Sumpah! Ini gombalan paling norak gila.
Karna aku sedang menjalankan sebuah rencana aku pun tersenyum malu. "Aduh ... lo bisa aja sih, Gadh."
Tanpa bisa menghindar Gadha memegang tanganku yang berada di atas meja. "Gadh ... ada temennya Dera. Nanti dia gak percaya kalo kita nyari kado buat anniversary kalian." Walau pun gak bisa menghindar aku mencoba melepaskan tangan Gadha.
"Aish nganggu aja," rutuknya kesal. "Mending, kita pulang aja, yuk?" ajaknya.
•••
"Kata lo mau pulang?" Gadha memberhentikan mobilnya di sebuah Danau.
"Kita disini aja, gue suka dan gak ada yang nganggu kita lagi." Ia mematikan mesin mobilnya.
Gadha membuka pintu untukku, kami berjalan beriringan saat aku sedang mengagumi pemandangan danau ini, Gadha malah mengambil kesempatan untuk menggenggam tanganku.
"Jangan dilepasin gue nyaman," ucapnya sebelum aku protes atau berusaha untuk melepaskannya.
Kali ini aku sengaja diam membiarkannya, walau pun sebenarnya aku risih. Najis banget aku dipegang-pegang pacar orang, apa lagi pacar sahabat yang berkhianat. Pulang dari sini harus ingat, mandi kembang tujuh rupa fix!
Gadha menarikku untuk dudukdi sebuah bangku pinggir danau. "Lo ingat gak? Dulu kita pernah kesini waktu jaman smp." Ia kembali membawaku pada kenangannya, mengingatkanku kepada kenangan kami dulu.
"Iya gue inget. Waktu itu kita baru pulang les 'kan? Terus lu ngajakin kesini." Mana pernah aku lupa, kenangan kita Gadh! Walau pun aku benci lo tapi aku gak benci sama kenangan kita. Karna kalau pun aku rindu, aku bukan rindu lo! Tapi kenangan kita.
"Gua kangen sama masa itu Yun"
Aku enggak, bidadab! Kalo lagi kayak gini, aku jadi kasihan sama Dera. Ternyata cuma jadi pelampiasan selama ini. Si Gadha sentil dikit langsung lengket gini kaya upil.
"Lo sayang sama Dera?" tanyaku mengalihkan. Gadha pun mengangguk.
"Cinta?" tanyaku lagi. Lagi-lagi ia mengangguk.
"Terus kenapa lo jalan sama gue?"
"Karna gue juga masih cinta dan sayang sama lo," jawabnya dengan santai.
"Lo yakin masih cinta sama gue?" Ia mengangguk dan aku tersenyum sinis. "Gadh, bagiku sayang itu bisa untuk siapa aja, siapa pun atau sebanyak apa pun. Tapi cinta ...? Bagi gue cinta itu untuk satu orang, bukan buat dua orang atau lebih. Lo tau 'kan? Tuhan nyiptain setiap orang berpasang-pasangan, Gadh. Berarti satu orang hanya jatuh cinta kepada satu orang Gadh."
"Tapi bukannya dalam islam di bolehin poligami, Yun?" ucapnya membalikkan ucapanku.
"Gue mah ogah dipoligami."
"Berarti lo mau dong nikah sama gue kalo gak dipoligami?" tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya.
Aku memukul bahu Gadha dengan pelan. "Tergantung," jawabku sambil beranjak pergi.
Tergantung aku masih mau apa gak. Kalo sekarang mah, ogah! Najis tralala trilili!
"Gadh ...? pulang, yuk? Udah sore," teriakku yang sudah berdiri di dekat mobilnya.
Gadha menghampiriku dan langsung merangkulku. "Sebenarnya gue masih kangen lo," rengeknya yang membawaku kedalam pelukannya.
Aku langsung mendorong tubuhnya dan berkata, "gue enggak." Aku menjulurkan lidah namun Gadha memencet hidungku.
"Jahat deh," rajuknya.
"Biarin!"
"I love You," ucapnya.
"I love me too"
•••
"Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam saat memasuki rumah. Tak aku sangka ternyata ada Dirga yang bertamu sedang duduk di Sofa ruang keluarga.
"Udah lama?" tanyaku yang menghampirinya.
"Yaudahlah, kamu gimana sih Yun? Ada janji sama cowok malah kelayapan ntah kemana." Mama tiba-tiba datang menjawab pertanyaan aku dengan membawa dua piring spaghetti. Ia memberikan satu piring untuk Dirga dan satunya di bawanya kembali pergi.
"Aku kan gak tau, Ma. Kalo dia mau kesini."
"Alesan kamu!" ucap Mama yang berjalan menaiki tangga.
"Maaaa buat aku mana?" protesku yang gak kebagian.
"Buat sendiri!" teriak Mama dari lantai atas.
"Ih mama pelit!" sungutku dengan cemberut. Dirga di kasih masa aku anaknya enggak! Mama tega!
"Sini makan berdua aja sama gue," ajak Dirga.
"Gak!" tolakku dengan ketus.
"Yaudah kalo gak mau," ucapnya yang bukan ngebujuk malah makan spaghetti itu sendirian malah pake ngilerin lagi.
Slurrpppp ....
"Enyakkkkk," ujarnya.
Sialan kau! Tahan ... Yun, tahan. Kali ini lo pasti bisa buat gak ngiler.
Slurppp ...
"Emmmm enyak enyak enyak." Lagi-lagi ia membuat akukepengen.
Oke fix akugak bisa tahan. Aku merampas paksa garpu Dirga lalu langsung menggulung spaghetti-nya dengan garpu dan memakannya dengan nikmat.
"Aw ... kita ciuman," pekik Dirga saat aku mengigit garpu.
"Ciuman pala lu! Gue lagi makan gini!" protesku.
"Tapikan lu pakai garpu bekas mulut gue. Berarti kita ciuman secara gak langsung dong?"
Teori macam mana pula itu?
Aku mengacuhkannya dengan tetap melahap spaghetti-nya hingga tandas setelah itu dengan tidak tau diriku menyodorkan piring bekas aku makan beserta satu buah garpu ke Dirga. "Nih ambil," ucap gue.
Eerrggghhh .... Gua bersendawa di depan wajah Dirga. "Kenyangggggg," ucapku dengan menyengir.
"Jorok banget nih cewe! Amit-amit deh." Ilfeel ilfeel lo, Dir! Peduli setan jahanam!
"Gue juga amit sama lo. Oiya Dirga piringnya taruh aja dibelakang. Abis tu lu pulang ya! Gue mau bobo." Setelah mengatakan itu aku meninggalkannya.
"Ih dasar tukang usir!" sungutnya tak terima.
"GUA DENGERRRR DIRGA!"
•••
Pesan Masuk
0812344xxxxx
Ingat lo gak boleh jatuh cinta lagi! Permainan belum selesai.
•••
Sejujurnya aku tak ingin
Tapi keadaan memaksaku ingin
-Yuna Resya Tirka