"Pagi Sya...," ucap Dirga, saat aku berjalan memasuki ruang makan. Aku meliriknya dengan sebal.
"Hmm," gumamku malas.
"Cie yang semalem habis jadian," celetuk Asha tanpa menyaring perkataanya terlebih dahulu.
"Siapa yang jadian Sha?" tanya Neni dengan hebohnya.
"Ituu si Yuna ...." Asha ngelirik ke arahku dengan senyuman jahilianya.
"Sama Dirga?" tanya Rizty memastikan.
Dirga yang sedang menikmati makanan langsung menoleh ke arahku yang sudah bete setengah mati.
"Gak kok, kita gak pacaran," jelas Dirga.
Lah, ini anak! Tadi malam maksa banget. Sekarang bilang nggak. Yaudahlah kesempatan gak datang dua kali yah maz!
"Begoo!" umpat Asha ke Dirga.
"Gue gak mau maksain kehendak gue As. Biarin aja Resya yang minta gue jadi pacarnya sendiri!" ucap Dirga dengan bijak.
Aku tersentak mendengar ucapan Dirga, ntah kenapa aku jadi kesal lalu tanpa memikirkannya terlebih dahulu aku berteriak, "GAK AKAN!" lalu akul pun langsung bergegas menghabiskan sarapan pagi ini.
•••
"Guys, kita naik outbond yukk?" ajak Asha dengan semangat. Ia berlari lebih dulu menuju tempat outbound.
Yeah, sekarang aku lagi Kampung Rajo salah satu tempat wisata alam yang cukup terkenal di Jambi. "Ayo! Siapa takut?!" ucapku tak kalah semangat. Aku menoleh ke arah Dirga. "Dirga lu pesan tiket ya," perintahku dengan tersenyum miring.
Anehnya Dirga langsung hormat dan berkata, "siap boss!"
Kami bertiga pun memutuskan untuk menunggu Dirga dengan duduk di sekitar area permainan outbond. Enak kan kalo ada kang suruh, jadi bisa duduk duduk aja, sambil rebahan juga bisa.
"So, perasaan lu ke Dirga gimana?" tanya Asha kembali.
Aku terdiam sejenak, ntah kenapa aku malah mencoba mengecek pada hatiku. "Biasa aja," jawabku seolah mendapatkan jawabannya langsung dari hati yang terdalam.
"Masa sih?" tanya Rizty tak percaya.
"Kenapa? Kalo kalian ada yang suka dia, bilang ke gue sekarang! Gue gak mau, ya! Kalo kejadian sahabat gue pacaran sama mantan gue, terulang lagi!" ucapku yang memberikan wanti-wanti kemereka semua.
Asha menghela nafasnya. "Sebenarnya lu serius gak sih sama si Dirga?" tanya Asha lagi dan lagi.
"Liat aja nanti," jawabku yang tak mau memikirkan itu semua saat ini. Tepatnya aku sedang menghindari perasaan yang berjalan.
"Berarti, lu kalah dong! Ingat taruhan!" Rizty memandangku dengan tersenyum menang.
"GAK AKAN! YUNA RESYA TIRKA GAK AKAN TERKALAHKAN!" camku tegas lalu berjalan menghampiri Dirga yang sudah mendapatkan tiketnya.
•••
"Ayooo Nen semangat Nen!!" teriak Rizty.
"Please tali, tolong jangan gooo ... yaaang ...," ucapnya keras.
Kalian pasti sudah bisa nebak kami semua lagi dimana! Ya kami semua udah di area outbond.
"Alhamdulillah nyampe juga gue," syukur Neni yang begitu legah. "Wah ... yang ini gue aja duluan! Gue kagak takut." Dengan semangat ia berjalan di atas jaring-jaring sempit; yang lebih aman dari yang lainnya.
"Lah, anak TK juga bisa kelaus Nen!" ledek Asha.
"Kalian duluan aja, gue terakhir, yang ini!" Aku memutuskan untuk menunggu mereka dengan duduk di salah satu pos pergantian.
Aku suka pemandangan dari atas sini. Damai ... tentram .... menyejukkan jiwa ....
"Lo suka?" Dirga menghampiriku dan duduk disampingku. Dia selalu berjalan paling belakang dan itu kenapa dia di sini.
Aku menganggukan kepala. "Gue suka alam dan keindahan dunia. Pada intinya sih, gue suka traveling. Tapi sayang, gue belum sama sekali punya uang untuk traveling kemana gue mau," curhatku tanpa sadar.
"Gue pengen bisa ngabisin masa muda gue dengan hal yang gue suka dan dengan uang gue sendiri tentunya. Gue pengen kerja tapi gak cuma asal kerja. Gue pengen pekerjaan gue bisa ngasilin sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang. Gue juga pengen bisa sukses. Sukses bukan cuma untuk diri gue sendiri tapi juga untuk orang lain. Gue pengen buat orang termotivasi dari apa yang gue lakuin. Gue pengen buktiin kalau gue, anak yang gak punya kelebihan, anak yang gak pernah ngasilin prestasi satu pun, suatu saat ada masanya ngasih yang lebih dari sekedar prestasi untuk orang tua gue!" tekad gua.
"Mimpi gua aneh ya?" tanyaku dengan tersenyum kaku.
Dirga menoleh kearahku dan berkata dengan tatapan lembut, "jangan jadikan itu mimpi. Tapi jadikan itu planing hidup lo!"
"WOIIII JANGAN PACARAN MULU DONG!" teriak Asha yang telah sampai di sebrang.
"Siapa yang pacaran sih?! Duluan deh Dir."
"Oke!" Dirga pun berdiri menuju area selanjutnya.
•••
Line
M Gadhari
Gadha: Yun, lo tau Dera ada dimana gak? Dari tadi dia gak bisa di hubungin.
Satu chat line masuk dari Gadha. Lah beneran si Gadha gak tau Dera dimana. Aku pun membalas line Gadha.
Line
M Gadhari
Aku: Gak tau Gadh. Oiya lu lagi dimana?
Gadha: Aduh kemana ya dia? Nyokapnya nanyain ke gue juga. Dirumah kenapa Yun?
Aku: Coba lu tanya temen kampusnya aja. Owh dirumah ya. Gue mau minta tolong sih sama lu.
Gadha: Apa?
Aku: Bisa jemput gue gak. Tadi gue gak bawa mobil dan gak bawa motor juga. Gue gak ada yang jemput soalnya.
Gadha: Bisa bisa. Lu dimana?
Aku: Di kampus. Gue tunggu ya.
Gadha: Oke
Gadha: Gue otw Yun.
Aku memandangi langit sore kampus dalam diam, sambil menunggu Gadha menjemput. Ternyata dia lebih mentingin jemput aku dari pada nyari cewenya. Dasar bodoh!
"Sya belum pulang?" tanya Dirga yang tiba-tiba telah berdiri di hadapanku.
"Belum, lagi nunggu jemputan."
"Lah, lu belum dijemput? Gue antar aja," tawarnya.
"Emangnya lu gak ngajar?" tanyaku.
Dirga menggaruk kepalanya yang kelihatannya tak gatal. "Ehm ... ada sih, tapi gak apa-apa kok, telat sedikit."
"Gak! Gak! Gak! Mana bisa begitu. Itu namanya lu korupsi."
"Korupsi?" tanyanya.
"Iya ... korupsi waktu, odong!"
Dirga tersenyum manis. "Gak apa-apa, asal KPK-nya kamu, aku rela Mbak!" Dirga mengedipkan sebelah matanya.
"Gak mempan Maz! Gak mempan! Dah ah, sana ... sana, ngajar lu sana! Gue mau pulang, bye!" Melihat yang aku tunggu sudah tiba aku pun langsung berjalan menuju mobil Gadha yang telah berhenti di parkiran.
"Hai," sapaku dengan tersenyum manis saat mendaratkan pantat di dalam mobil Gadha.
"Kok lo tau, kalau ini mobil gue?" tanyanya dengan heran.
"Apaa sih, yang gak gue tau tentang lu?" Aku menoleh kearah Gadha. "Jangan nge-blush gitu dong. Nanti pacar lu marah loh, kalo lu sampe tergoda oleh bujuk rayu gue hahaha." ingatku sambil tertawa.
Kalian pasti heran kenapa aku ada disini dan bersama dia. Aku kasih bocoran, aku di sini untuk suatu misi yang harus aku lakuin. Dan ada suatu pelajaran yang akan aku berikan.
Gadha hanya terkekeh pelan. "Gue gak tergoda kok, palingan cuma flashback sama cinta lama," ucapnya tanpa sadar.
"CLBK maksut lu?" tanyaku dengan penasaran.
"Cinta Lama Belum Kelar!"
Aku mendekatkan wajah ke arahnya dan menatapnya dengan lekat. "Sebenarnya kita udah putus belum sih?" tanyaku dengan iseng.
"Bukannya lu udah mutusin gue?" Gadha melirikku sejenak.
"Tapikan, lu belum iya-in atau enggak-in. Gue jadinya bingung, kita sebenarnya udah putus atau enggak."
"Hmm ... gimana ya? Lu kan—", ucapan Gadha terputus oleh bunyi nada dering dari handphone Gadha. Gadha pun langsung mengangkat telfonnya.
"Haloo?" ucap Gadha.
"Ya ampun der. Aku nyariin kamu dari tadi. Kamu dimana?" tanya Gadha dengan khawatir.
Aku meletakkan tangankudi atas rem tangan mobil.
"Apa, lu dirumah sakit?" Gadha langsung meminggirkan mobilnya.
Saat dia hendak menarik rem tangan. Tangannya mengenggam erat tanganku yang berada diatas rem tangan mobil. Saat aku mau melepas tanganku bukannya melepaskan, Gadha malah semakin mempererat genggamannya pada tanganku.
Fix aku udah move on. Getaran itu gak ada lagi, gais.
"Oke der. Aku kesana sekarang, kamu tunggu disitu aja," ucapnya kepada Dera yang diujung telepon.
"Yun, kita kerumah sakit dulu ya?" tanya Gadha yang meminta persetujanku
"Aduh ... gimana ya Gadh? Gue gak bisa. Nanti apa kata Dera? Gak enak gue sama dia, kalau dia tau gue minta tolong lu. Gue takut ntar salah paham jadinya Gadh."
"Yaudah deh, gue antar lu aja dulu."
Aku mengangguk, namun aku melirik kearah tanganku yang belum juga dilepaskan Gadha.
"Ehm, Gadh? Bisa lepasin tangan gue gak?"
Gadha langsung melirik tangan kirinya. "Owh iya, sorry Yun," ucapnya yang langsung ngelepas tanganku.
Gadha mengantarkanku sampai depan rumah. "Makasih ya Ghad. Lain kali kalo gue minta tolong sama lu. Lu masih mau kan?" tanyaku hati-hati.
"Oke yun. Iyaa mau kok Yun. Apa sih yang gak buat lo," ucapnya.
"Ah lu bisa aja. Dah ya gua masuk dulu. Lu mau langsungkan?"
"Iya yun." ucapnya.
Aku pun menutup pintu mobil Gadha dan berjalan menuju pagar rumah. Aku berdiri menunggu Gadha sampai ia pergi. Gadha membuka jendela mobilnya, lalu menatapku dengan serius.
"Yun, maafin gue soal ulang tahun lo ya! Maaf gue udah keterlaluan," ucapnya dengan raut penyesalan.
"Iya gak apa-apa."
"Yaudah gue pergi dulu ya bye!!" Mobilnya pun pergi meninggalkan rumahku.
"Gak apa-apa kok. Tapi kalian butuh sedikit pelajaran atas perbuatan kalian," gumamku yang langsung masuk kedalam rumah.
•••
Bukan hati yang ingin ku dapatkan darimu
Bukan cinta yang ku harapkan darimu
Bukan sayang yang ingin kurasakan dari mu
Tapi pelajaran yang akan kuajarkan padamu
Semua orang punya hati harapan dan perasaan
Tak sepantasnya kalian permainkan
-Yuna Resya Tirka
•••