Chereads / I Don't Care About Love / Chapter 21 - Mantan Hari Jadi

Chapter 21 - Mantan Hari Jadi

Aku menghampiri Dirga dengan membawa dua buah jagung bakar yang dengan sengaja aku buat sendiri untuknya. "Nih," sodorku dengan tersenyum.

Dirga terkejut, dengan mata yang melebar dan bibir yang sedikit terbuka. Dia pun bertanya, "untuk aku?"

"Gak mau? Yaudah, gue kasih orang lain aja," ancamku berpura sambil berancang ancang untuk pergi dari hadapannya.

Itu berhasil hingga membuat Dirga langsung menahan tanganku, ia menarik tanganku yang sedang memegang jagung bakar dan mengarahkannya ke mulutnya.

Aku menatapnya dengan melototinya yang menggigit jagung bakar dengan suapanku. "Enak aja lo nyuruh gue suapin lu!" protesku.

"Aku gak nyuruh kok!" ucapnya ngeles.

Gak nyuruh? Ini buktinya apa Maz?

Aku pun semakin mendelik tajam. "Gak nyuruh pala lu ngetrek. Ini buktinya apa?" tanyaku sambil melirik tanganku yang memegang jagung bakar berada didepan mulut Dirga.

"Lah emang, Sya ... aku gak nyuruh kamu. Aku gak ada tuh bilang 'Sya suapin calon imammu ini dong' gak ada 'kan aku bilang gitu?"

Ah eeqs bener juga ni tua keladi.

"Tapikan lu ngarahin tangan gue kemulut lu!"

Dirga pun menggeleng. "Enggak kok aku gak ngarahin—"

"Iyaaa! Lu ngarahin tangan gue Dirga, pake tangan lu!"

"Mana buktinya?", tanya Dirga yang ternyata sedari tadi telah melapaskan tangannya dari tanganku. "Gak ada tuh. Tangan gue disini, tangan lu aja dari tadi tu didepan mulut gua sambil megang jagung bakar tu tuh." Dirga berdalih dengan menunjuk tanganku dengan mulutnya yang dimonyongin.

"Lu ya ngeselin!"

Dia terkekeh senang.

Dasar tua keladi nyebelin

•••

Ntah sudah berapa lama aku berdiri di sini menatap rak buku yang ada diperpustakaan. Kenapa bukunya ditempat tinggi sih? Aku yang pendek ini pun akhirnya berusaha menyentuh buku yang tinggi; yang mau aku ambil. Namun, tiba-tiba ....

"Nih," sebuah tangan telah lebih dulu mengambil buku itu dan menyerahkannya padaku.

"Gadha?" Aku tersentak saat melihat orang yang pelaku yang membantuku barusan.

Gadha hanya tersenyum. "Makanya jangan pendek Yun!" ledeknya sambil menoel pipiku yang chubby ini.

Dengan sedikit jengkel ku manyunkan bibir. "Lu ngapain disini?" tanyaku dengan penasaran, karena terlalu sering bertemu dengannya di Perpustakaan ini.

Gadha hanya mengidikkan bahu. Sambil berjalan kearah tempat duduk. Mau tak mau aku pun tanpa sadar mengikutinya.

"Eh gue tanya lu—"

Gadha langsung menempelkan telunjuknya di bibirku. "Jangan berisik nanti kita kena usir," bisiknya.

Jantungku tiba-tiba bergetar, aku mersakan hawa panas yang berada di tubuhku. Dengan cepat aku memaksa diri untuk keluar dari perasaan ini.

Aku tidak menyukainya.

Aku tidak menyukainya.

Aku tidak menyukainya lagi.

Ramalku terus-terusan dalam hati.

•••

"Lo traktir gue?" Pertemuan tadi membuat aku dengan bodohnya menerima ajakannya pergi. Dan sekarang aku ada di mobilnya, duduk di sampingnya dengan bodoh. Ia memarkirkan mobilnya di sebuah tempat makan yang sangat aku kenali.

"Lo gak ingat Yun?" tanya Gadha yang membuatku mengerutkan dahi.

Ya, aku ingat sama sekali.

"Gak, ingat apa?" tanyaku berpura.

"Kan ini tempat favorite kita dan—"

"Dan?"

"Hari ni kan tanggal ...," ucap Gadha ragu-ragu menatapku untuk melihat ekspresi yang akan aku berikan.

Aku hanya menaikkan sebelah alis menunggu lanjutannya.

"Kita anniversarry dulu," lanjutnya dengan sangat pelan tapi masih bisa aku dengar jelas.

"Hmm ...," aku cuma bisa bergumam. Sejenak aku berpikir, lalu memiringkan badan menghadap ke arahnya. "Gadha dengerin gue, lu tuh statusnya pacar sahabat gue sekarang. Sahabat gue, Gadh. Dan kita cuma mantan, Gadh. Itu masalalu kan? Gue yang milih putus dan lo yang milih perbaikin hati lo dengan sahabat gue. Jadi ... sebaiknya lu gak usah ingat lagi masalalu kita. Lu dan gue sebaiknya jalanin aja yang sudah terlanjur terjadi ini oke?" Aku berusaha mengingatkannya akan keadaan kami sekarang yang begitu nyata.

Gadha menghela napasnya yang terdengar sangat prustasi. "Rasanya ... gue kangen banget sama lo Yun." Ada nada sedih di ucapannya kali ini.

Ntah apa yang aku pikirkan dengan berbaik hati aku malah merentangkan tangan ke arahnya.

"Gua boleh peluk lo?" tanyanya memastikan.

Aku pun menganggukkan kepala dan Gadha pun langsung melukku.

"Ah ... gue nyaman kayak gini, Yun. Gue berasa pulang," bisiknya tepat di kupingku.

"Pulang? Lu pikir gue rumah," dengusku sambil terkekeh kecil. Tapi tunggu dulu, aku seakan tersindir dengan perkataanya tentang pulang. "Aaa ... lo ngeledek gue ya, badan gua segede rumah? Ah lo ... betee gue!" rengekku yang seakan tau maksud di balik pulang tersebut.

'Drrrt ... drrrt ... drrrt ... drrrt ....'

Gadha langsung melepas pelukan kami lebih dulu. Aku pun sedikit memundurkan tubuhku darinya, memberikan ia jarak untuk mengangkat telfon.

"Halo Der?" ucapnya saat mengangkat panggilan telepon.

"..."

"Kamu dimana?"

"..."

"Jalan?"

"..."

"Oke oke aku kesana, tapi nanti ya? Soalnya sekarang aku lagi ada urusan, Der."

"..."

"Oke tunggu aja di rumah."

"..."

"Iya ntar aku jemput, Der."

"..."

"Gak, jadi kok jadi."

Setelah itu Gadha langsung menutup telponnya dan menatapku dengan tersenyum.

"Gua berasa jadi simpanan lu deh Gad," ucapku ngasal.

Bukannya meminta maaf, Gadha malah terkekeh. "Kan berasa, bukan beneran. Gue gak tega kali ... jadiin lo simpanan gue, Der. Gue pasti jadiin lo yang pertama, bukan simpanan."

"Maksud looo?" tanyaku sambil melotot garang kearahnya.

Senyumnya mengembang terligat begitu bahagia. "Iya lo jadi yang pertama, tapi gue punya simpanan juga," ucapnya menggoda.

"Yeu ... enak aja lu! Dah yuk, ah pulang!"

"Lah kita kan mau makan, Yun."

Aku mengernyitkan dahi. "Tapi kan lo mau pergi sama, Dera."

"Ah ... gak kok. Dera cuma kangen aja gampang mah itu gampang, ntar abis ngantar lu gue kerumah dia," jelas Gadha.

Aku kembali melotot tak terima ke padanya. "Wah ... jahat lu! Sahabat gue lu duain. Duainnya sama gue pula."

"Gak apa-apa lah, lu juga kan mantan gue mana tau bisa balikan," candanya.

"Leh uga," jawabku seolah setuju dengan ucapannya.

Kami berdua pun memutuskan untuk turun, Gadha lebih dahulu berjalan memasuki tempat makan.

"Loh, Yun?"

Aku langsung menoleh. Wajahku mungkin tak bisa menutupi keterkejutanku sekarang. "Eh ... Asha." Namun itu hanya sesaat karena aku tersenyum penuh makna padanya.

Asha memicingkan matanya tajam seolah berkata, 'Jelasin Ke gue, Son!'

Bukannya takut, aku malah acuh pura-pura tak mengerti. Baru aku mau bertanya dia dengan siapa, seseorang di sampingnya membuatku menoleh dan berhasil membuatku kembali terkejut yang lebih parah.

"Eh ... Sha, lu sama El?" tanyaku yang benar-benar terkejut.

Bukannya menjawab, ia malah balik bertanya,"lo sama Gadha, eh?" Ia tak menjawab pertanyakaan dengan balik bertanya menodongku dengan pertanyaannya.

Aku yang sudah mendapat tanda-tanda bom akan meledak beberapa detik lagi. Langsung beralih ke arah Gadha yang datang menghampiriku. "Hmm ... eh Gadh, u laper kan?" tanyaku padanya.

Gadha hanya diam dengan bingung. Aku pun memanfaatkan ini dengan langsung berpamitan dengan Asha. "Oke Sha, gue mau makan dulu sama Gadha. Have fun, ya!" Dengan cepat aku menarik Gadha untuk pergi dari hadapan Asha.

"Asha sama siapa tadi Yun?" tanya Gadha saat kami sudah mendapatkan tempat duduk.

Aku yang lagi melihat-lihat menu menjawab dengan acuh. "Mantannya."

Gadha hanya bergumam, itu yang aku dengar. Lalu ia kembali bertanya, "lo sama Asha sama ya?"

Aku yang sedang bingung memilih makanan yang ada di menu hanya bergumam. "Hmm ...?"

"Sama-sama jalan sama mantan," ucapnya memperjelas ucapannya.

"Tapi ada bedanya." Aku yang sudah memilih makanan beralih menatapnya.

Gadha tampak penasaran. "Apa?"

"Mantannya Asha gak ada pacar, tapi mantan gue ada pacar, pacarnya sahabat gue pula," ucapku sarkas sambil tersenyum manis.

Untuk kali ini Gadha hanya bisa diam dengan senyum yang tak enak hati.

Aku merasa belum puas lalu memberikan pertanyaan menjebak kepadanya, "sebenarnya lo kenapa sih bisa pacaran sama sahabat gue?"

Lagi-lagi Gadha hanya bisa diam. Menatap vas bunga yang ada dimeja. Tak lama sebuah getaran ponsel menyelamatkannya.

'Drrtt ... Drrtt ....'

"Halo der?" jawab Gadha.

"..."

"Belum selesai."

"..."

"Iya iya nanti aku kesana."

"..."

"Jadi kok janji deh. Dah dulu ya? Ntar gak selesai nih."

"..."

"Oke," ucap Gadha yang langsung menutup telpon.

•••

Kami berdua hanya makan sebentar, karena selama makan Dera terus-terusan menelfon. Aku pu meminta Gadha untuk diantarkan pulang saja. Sekarang mobil Gadha memasuki area komplek perumahan rumahku. Sesampainya di depan rumah. Aku langsung membuka pintu mobil. Namun, sebelum aku benar-benar keluar dari mobil Gadha, aku berbalik menolehnya.

"Makasih yah, untuk hari ini," ucapku tulus padanya.

Gadha pun mengangguk sembari tersenyum. Ia memajukan tubuhnya dan menggapai pipiku, dengan lembut di elusnya. "Gue seneng hari ini bisa jalan sama lo. Gue harap kita bisa kayak gini lagi Yun?" Dia menatapku terlihat banyak harapan di matanya.

Aku tak mengiyakan karena aku tak bisa menjanjikan hal banyak kepadanya. Dengan tersenyum menjawab ucapanya, aku melangkah keluar dari mobil Gadha dan menutup pintunya.

Gadha membuka jendela mobilnya, terlihatlah senyuman bahagianya. Ia mengklaksonkan mobilnya setelah itu ia melajukan mobilnya pergi menjauh.

Aku yang hendak masuk ke dalam rumah tiba-tiba di kejutkan oleh seseorang yang berdiri tepat di belakangku dengan ekspresi penuh tanya. "Bukannya dia pacar sahabat lu Sya?"

•••

Jangan cintai aku dengan sempurna

Karna aku tidak lah sesempurna yang kau mau

-Yuna Resya Tirka

•••