Chereads / To infinity and Beyond / Chapter 3 - CAKRAWALA

Chapter 3 - CAKRAWALA

takdir kita dibentang bagaikan cakrawala yang tidak pernah hanya menjadi tempat satu bintang

-selfi-

*********************

Balikpapan, 2019

TOK TOk Tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Alaska. Dia memalingkan tatapannya dari jendela kamar ke arah pintu. Suara hujan yang begitu deras meredam suara lainnya sehingga Alaska tidak yakin apakah suara ketukan itu benar-benar nyata atau hanya ada dalam benaknya saja. Dua detik berlalu, pintu itu bergeming dan tak terdengar suara apapun selain suara hujan yang menghantam atap rumahnya dan tergelincir dipermukaan jendela kamarnya. Ternyata suara ketukan itu hanya bagian dari imajinasinya. Alaska kembali memusatkan perhatiannya kearah kebun belakang rumahnya yang terlihat jelas melalui jendela. Dari tempatnya meringkuk memelu lutut, alaska melihat sekawanan bebek berjalan pulang ditengah hujan.

Tok Tok Tok

Suara ketukan itu kembali terdengar, tapi karena dia kira itu hanya suara hasil imajinasinya Alaska tidak mau repot-repot menoleh kearah pintu. Kemudian sebuah suara terdengar dari balik pintu itu. Suara itu milik orang yang sudah 3 bulan ini dia hindari, Suara dari orang yang begitu ingin dia temui namun Alaska terlalu malu untuk melakukan nya. Suara itu kembali memanggil namanya

" alaska, boleh aku masuk?"

Alaska menatap daun pintu yang masih tertutup itu dengan tatapan nanar. Dia ingin berlali, membuka pintu dan memeluk orang yang berdiri disana tapi rasa takut lebih besar dibandingkan dengan rasa rindunya.

"Ka, buka dong pintunya, please."

Alaska bergeming. Dia kecewa dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi begitu egois. Bagaimana mungkin dia membiarkan kekecewaannya mengambil alih semua rasa sayang yang dia miliki kepada orang itu. Bahkan menyebut namanya saja Alaska tidak lagi sanggup.

Setiap kali nama-nama itu terlintas dibenaknya, hatinya sakit. Seakan ada jutaan palu memukul hatinya dalam satu waktu bersamaan. Alaska tidak tahu bahwa membenci dan kecewa pada orang-orang yang kita sayangi dapat sesakit ini. Rasa sakit itu memaku dirinya ditempat itu, membuatnya bergeming dan membiarkan ooang di balik pintu itu menunggu.

"Ka, i am sorry. I truly am. You know, i love you ka. Aku menyayangimu dan peduli pada kamu. Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan ka"

Suaranya bergetar diujung kalimat. alaska tahu dia pasti sudah mulai menangis. Alaska tidak pernah menjadi yang rapuh diantara mereka. Dia lah yang selalu menjadi yang rapuh. Dia mudah menangis bahkan hanya karena sebuah adegan film dia dapat menangis berjam-jam. Astaga! Bahkan ketika Alaska pikir dia membenci orang itu, dia masih dapat mengingat kebiasaannya saat mereka sering menghabiskan waktu bersama.

" alasci.. please" dua kata itu menyerbu otak Alaska. Membawa ribuan kenangan mereka. Kenangan saat mereka menyantap mie Ayam setelah pulang kuliah, kenangan ketika mereka menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk membicarakan drama-drama korea, kebangan ketika mereka saling berbagi "garam" kehidupan. Begitulah mereka menyebutnya. Mereka menganggap bahwa segala hal baik dan buruk yang terjadi pada hidup mereka merupakan "garam" yang ditaburkan Tuhan dalam "sup" hidup untuk membuat hidup mereka lebih berasa, kenangan bagaimana Selfi selalu ada untuk nya dan dia yang selal ada untuk Selfi.

Entah alam bawah sadarnya atau karena hatinya yang sudah luluh, Alaska beranjak dari tempat dia sudah menghabiskan setengah hari untuk duduk dan menatap keluar jendela, kemudia berjalan menuju pintu dan membukanya. Selfi berdiri disana, menatap Alaska melalui matanya yang sudah dipenuhi linangan air mata. Selfi tersenyum. Alask tidak mengatakan sepatah katapun, tapi dia menyingkir dari depan pintu, berjalan kembali ketempatnya duduk tadi dan membiarkan pintu trbuka. Dibelakangnya selfi mengikuti kemudian duduk ditepi ranjang Alaska seperti biasanya dia duduk setiap kali dia berkunjung ke rumah Alaska.

Sambil menarik-narik bagian ujung jaketnya, lirih selfi berkata "maaf"

Alaska mendengus, membuang pandangannya dan tidak menatap wajah selfi saat berkata " untuk?"

"Karena tidak pernah menceritakan hal itu padamu"

"Apa menurutmu aku marah karena hal itu?"

Selfi mendongakkan kepala dan menatap Alaska yang masih melihat keluar jendela. Perasaan sedih menyerangnya. Apakah Alaska sudah tidak mau lagi melihatnya, pikir Selfi. Detik berganti menjadi menit. Hanya suara hujan yang terdengar. Tidak ada satupun diantara mereka yang mengucapkan sepatah kata pun. Sampai akhirnya, Alaska berkata "aku marah karena aku pernah merasa membenci wanita itu dan menyalahkan nya atas segala hal sulit yang terjadi padaku dan ternyata wanita itu adalah dirimu.What a small world after all." Alaska terkekeh.

"We can't choose whom we met with, alaska. Takdir tidak sebaik itu sebelum dia mejalin benang-benang kehidupan kita. Seperti kamu yang tidak pernah bisa memilih siapa yang kamu temui diatas kapal 7 tahun yang lalu. Kamu bertemu Kala itu takdir. We can't either choose whom we fell in love with. Kamu pernah mencintai Kama itu juga takdir. Bahkan kamu memilihku untuk menjadi sahabatmu pun merupakan permainan takdir. Kita berada di titik ini semua karena kehendak Tuhan"

Alaska masih menatap keluar jendela. Selfi beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri Alaska. Selfi memberanikan diri untuk menyentuh pundak Alaska kemudian duduk disebelah Alaska. Alaska bergeming. Tidak menampik tangan selfi dan juga tidak menyambutnya dengan hengat. Dengan nada suara datar tanpa emosi Alaska berkata " apakah kamu berbohong padaku juga termasuk dalam takdir yang Tuhan kehendaki?"

Selfi mengepal tangan kirinya. Dia menahan luapa emosi yang berusaha mengambil alih ketenangan nya. Dia tidak membiarkan emosi mengambil alih dan menghancurkan usahanya untuk berbicara pada Alaska. Selfi menelah kepahitannya sendiri, mengesampingkan rasa sakitnya dan kemudian bertanya pada Alaska yang masih enggan menatapnya.

"Seandainya aku menceritakan semuanya padamu, apa akan ada yang berubah?"

Alaska tidak mengatakan apapun.

"Apakah perasaanmu pada Kala akan berubah?" Selfi melanjutkan.

Alaska masih bergeming.

" Apakah hal itu akan mengurangi penyesalan Kama?"

Alaska menghela napas.

"Katakan padaku , ka. Apa yang membuat kebohonganku begitu mempengaruhi kisah rumit ini?"

Alaska menoleh. Air mata mengalir membasahi pipinya. Dia terisak kemudian menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan amarah , benci, kecewa, sesal dan rindu yang beberapa bulan terakhir ini membebaninya. Untuk pertama kalinya selama mereka berteman, Selfi melihat Alaska menangis. Alaska bahkan tidak pernah menangis saat Kama membuatnya menunggu selama tiga tahum. Selfi bahkan tidak menangis saat Kala berkali-kali mendorngnya untuk pergi dari kehidupannya, tapi kali ini selfi menangis sejadi-jadinya. Disela-sela isakannya selfi berkata

"Setidaknya aku tidak akan membenci wanita itu jika aku tahu dia adalah dirimu. Setidaknya aku bisa mencegah diriku untuk menyalahkanmu"

Kemudian Selfi memeluk Alaska. Diiringi suara hujan yang jatuh diatas atap rumah dan bergulir perlahan pada jendela kamar kemudian meresap kedalam lapisan tanah. Sepasang sahabat saling berpelukan, menangis sesegukan dan meratapi kisah mereka yang dijalin Tuhan pada takdir yang begitu rumit.