Chereads / To infinity and Beyond / Chapter 9 - KALA(4)

Chapter 9 - KALA(4)

" what the fuck! Apa-apaan kamu? Dasar wanita gila!"

kala mendorong Sophie dengan kedua tangganya. Wanita ini benar-benar sudah gila, batin Kala. Ameer tergelak tidak percaya bahwa sophie akan bertindak begitu ceroboh hanya karena mengira wanita yang menghubungi kala adalah kekasihnya.

Si wanita cantik yang wajahnya masih terpampang di kayar ponsel Kala, sudah sadar dari keterkejutannya dan bukannya menangis, marah, atau cemburu wanita itu malah tertawa terpingkal-pingkal. Sophie heran melihat reaksi wanita cantik itu.

" is that one of your conquests?" Wanita berambut coklat, berkulit tembaga, dan bersenyum indah di saluran video call itu bertanya tanpa nada cemburu sedikitpun kepada Kala.

" yeach! And the crazy one" Kala mengabaikan sophie yang jelas-jelas masih kebingungan.

Melihat Kala yang tidak berniat menjelaskan apapaun kepada si malang sophie, membuat Ameer tergerak. Dengan suara yang masih berusaha meredam tawa Ameer memberitahu sophie.

" itu Dalilah, adik kandung Kala. Untuk ukuran orang yang ingin menjadi kakak iparnya , kamu benar-benar sudah memberikan kesan pertama yang buruk"

Mendengar penjelasan Ameer sophie terkesiap. Sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan sophie berbalik dan pergi meninggalkan Kala dan Ameer. Sepertinya dia sangat malu dengan tindakan nya yang sangat impulsif. Terlebih beberapa orang di bar memperhatikan kejadian itu dan mulai berbisik-bisik.

Sama sekali tidak perduli dengan sophie, kala pergi menjauh dari keramaian. Dia berjalan menuju pintu belakang bar yang menuju sebuah gang sempit tempat para pegawai membuang sampah. kala berdiri disebelah tong sampah besar dan menyalakan sebatang rokok dengan pemantik antik miliknya.

Dalilah memperhatikan setiap gerak-gerik kakak tersayangnya itu. Setelah satu hisapan panjang, Kala menatap kearah layar ponsel dan melihat Dalilah setelah beberapa bulan mereka tidak saling menghubungi. kala jarang menghubungi keluarganya. Dia hanya sesekali melihat perkembangan hidup mereka dari akun sosial media. Selama dalilah masih terus update snapgram dan twitternya berarti adik kecil tersayangnya masih hidup dan sehat walafiat. Kala sungguh merindukan gadis kecil-yang sudah tidak lagi kecil- nya itu.

" apa kabar adik kecil?" Kala tersenyum

" sebelum menghubungi mu suasana hatiku sangatlah buruk, tapi setelah disuguhkan sebuah pertunjukan luarbiasa barusan aku menjadi sangat terhibur." Dalilah tertawa.

" hahahah funny"

" I miss you, by the way"

" tell me something I don't know"

Dalilah mendengus.

Kala menghisap rokoknya sekali lagi. kala sangat menyayangi adiknya tapi dia tidak pernah tahan melihat adiknya terlalu lama. Adiknya itu sangat mirip dengan laki-laki bajingan yang terpaksa mereka panggil ayah, jika perlu. Jika perlu disini adalah hanya pada saat Kala terpaksa mengunjungi ayahnya atas permintaan sang ibu. Dalilah begitu cantik karena hampir mewarisi 80%fitur orang portugis. Tulang hidungnya tinggi, matanya coklat bening dan dibingkai bulu mata yang begitu lentik dan lebat. Mata Kala juga coklat bening tapi tidak sebening milik Dalilah dan bulu mata Dalilah jauh lebih lentik dan indah dibandingkan miliknya. Kulit dalilah berwarna tembaga dan halus tanpa bintik-bintik seperti kulit kala yang satu ini adalah hasil perpaduan yang begitu sempuran antara darah portugis dan bugis. Tulang rahangnya tegas tapi feminim.Rambutnya bergelombang halus dan berwarna tembaga. Dan tubunya langsing seperti hasil pahatan seorang seniman terkenal. Dalilah seperti dewi yang begitu mirip dengan ayahnya yang setampan dewa. Mungkin karena hal itulah ibu mereka selalu tergila-gila dengan si tua bangka itu.

Kala begitu membenci ayahnya karena telah meninggalkan ibunya demi wanita yang lebih muda dan cantik, dan Kala membenci ibunya karena terlalu mencintai ayah mereka sehingga dia selalu memilih untuk bertahan. Ibu mereka yakin bahwa suatu hari nanti suaminya akan kembali pulang. Kala mendesah. Dalilah tahu apa yang ada dalam pikiran kakaknya itu. Dengan sedih dia berkata

" jika begitu berat menatapku, kau tak perlu menatapku kakak sayang. Aku akan mematikan saluran panggilan video ini dan menggantinya ke panggilan biasa. Sebentar..."

Seketika sambungan video call terputus dan beberapa detik kemudian sebuah panggilan masuk. Nama Dalilah kembali tertulis dilayar, tapi kali ini bukan face time. Tepat ketika kala menjawab panggilan itu Dalilah langsung berkata

" kau satu-satunya pria yang tidak tahan menatap wajahku, padahal banyak pria diluar sana yang rela melakukan apapun hanya untuk menatapku lebih dari 3 detik"

Kala tertawa getir. Dia melempar rokoknya kebawah dan menginjak puntu yang masih menyala itu dengan sepatunya. Malam semakin larut, udara malam di sanpedro dibulan september cukup dingin. kala memeluk diringa sendiri. Dia seharusnya mengambil jaket sebelum keluar tadi. Tapi memayangkan kembali ketempat ramai itu tidak lebih baik dibandingkan kedinginan di gang sepi berbau sampah ini.

" bagaimana kebarmu, kak? Apa kau tidak akan kembali ke Indonesia januari ini?"

Januari adalah ulang tahun Dalilah. Yang sekali lagi, seakan-akan Tuhan mengutuk gadis itu, adalah tanggal yang bertepatan dengan hari pernikahan orang tua mereka. Dalilah selalu benci merayakan ulang tahun dengan ibunya, karena ibu hanya akan mengucapkan satu kali ucapan selamat ukang tahun sebum memaksa Dalilah mendengarkan kisah cinta dia dan suaminya dan pertemuan mereka berkali-kali.

Sebenarnya Dalilah sudah bosan dan muak mendengar kisah - kisah itu, akan tetapi karena Dalilah sangat menyayangi ibunya dia tidak pernah sampai hati untuk mengutarakan isi hatinya. Ibu sangat menyayangi Dalilah karena Dalilah begitu mirip dengan ayahnya, tapi rasa cinta seperti itu sungguh mencekik Dalilah. Ibu sangat terobsesi dengan ayah. Rasa cintanya kepada suami membuat anak-anak nya menderita.

" aku masih belum bisa cuti" jawab kala singkat

" oh.. jadi tahun ini pun aku harus melewati semuanya sendiri" terbesit kesedihan dimata cemerlang milik Dalailah.

" maafkan aku, Dal. Bagaimana dengan dia? Apa dia tidak berencana pulang?"

Dalilah tahu siapa yang dimkasud oleh Kala. Dalilah hanya tersenyum simpul, menggedekkan kepala dan menjawab " nope. Dia sudah lebih dari 2 tahun tidak memberi kabar sama sekali, padahal ibu sangat merindukannya"

Pembicaraan ini merupakan salah satu alasan kenapa Kala tidak pernah mau pulang kerumah. Sesungguhnya bukannya Kala tidak mau pulang ke rumah, dia tidak tau kemana dia harus pulang, Jika rumah itu bahkan tidak ada untuknya. Banyak pepatah mengatakan rumah bukanlah sekedar bangunan beratap dengan jendela dan pintu. Rumah adalah dimana hatimu merasa nyaman. Lantas diman rumahnya? Ketika tempat yang seharusnya dia panggil rumah sekalipun tidak memberikan kenyamanan dan ketenangan pada hatinya.

Tak ada satupun diantara mereka yang melanjutkan pembicaraan menciptakan keheningan diantara mereka. Lolongan suara anjing satu-satunya suara yang terdengar di gang kumuh itu. Sampai akhirnya dalilah mengatakan sesuatau.

" kau tahu, aku selalu menyayangimu kak. Kita harus berhenti membicarakan hal-hal sedih mulai sekarang dan aku berharap kau bisa memaafkan Kak Kafka"

Kala mendesah, seperti baru menelan pil pahit kala berusaha tersenyum.

" aku tidak pernah membencinya atau marah padanya. Aku tak mungkin bisa membencinya jika itu terasa seperti aku membenci diriku sendiri.aku hanya tidak tahu bagaimana cara untuk memulai kembali"