Chereads / To infinity and Beyond / Chapter 5 - BADAI PERTAMA (2)

Chapter 5 - BADAI PERTAMA (2)

Biasanya Alaska dan ayahnya memancing tidak hanya di area dermaga, kadang mereka berpindah ke area dekat dok kapal atau jembatan sepanjang 100 m yang menghubungkan kantor utama Ditpolairud dan dermaga tempat kapal-kapal patroli berlabuh. Sesuai rencana, hari ini Alaska mengajak Kama memancing di jembatan karena kebetulan air sedang pasang. Selain itu jembatan jauh lebih teduh dibandingkan dua titik memancing lainnya.

Suasana jembatan kayu yang dicat biru -kuning dan membentang diatas akar pepohonan bakau, sangatlah sunyi dan tentram. Suara kicauan burung masih samar-samar terdengar.Terkadang jika sedang beruntung, bekantan (salah satu jenis monyet langka khas kalimantan yang dilindungi) akan muncul dari balik pepohonan bakau, bergelantungan dari satu pohon kepohon lainnya. Para Hewan berhidung panjang itu tidak begitu jinak namun mereka tidak pernah menyerang penduduk sekitar. Mereka hanya menginginkan kebebasan untuk mencari makan tanpa mengganggu dan diganggu. Oleh karena itu anggota Ditpolairud tidak pernah memburu dan mengusir para bekantan itu.

Setelah meletakan kursi lipat, kotak pendingin berisi es dan minuman kaleng di tangga kayu yang menurun kearah sungai. Alaska menyiapkan alat pancingnya. Sejak kecil Alaska sudah tergila-gila dengan memancing. Dia menyukai saat dimana dia harus menyiapkan alat dn memasang umpan, awalnya dia menyukai hal itu hanya sebagai alasan untuk memegang cacing tanah yang menggeliat-gliat. Karena sang ibu tidak akan pernah mengijinkan Alaska memegang cacing atau benda-benda kotor serta menjijikan jika bukan karena alasan memancing.

Selain itu, Alaska menyukai saat menunggu ikan melahap umpannya. Dia merasakan sensasi kebahagian yang luar biasa saat ikan akhirnya melahap umpannya, seakan dia telah berhasil mencapai sesuatu pencapaian yang merupakan buah dari kesabaran. Terlebih lagi, Alaska menyukai saat dia pulang ke rumah dengan membawa hasil pancingan yang kadang tidak seberapa dan memberikan hasil pancingan itu kepada ibu untuk dimasak dan disantap bersama. Bagi Alaska memancing bukan hanya sekedar olahraga, kegemaran, atau-beberapa orang menyebutnya-kegiatan pelatih kesabaran.

Sambil diam-diam memperhatikan Kama yang juga sedang menyiapkan alat pancingnya, alaska mulai memasang umpan. Kama terlihat begitu tampan hari ini dengan gaya nya yang kasual. Bukan terlihat tampan tapi lebih tampan. mungkin jika kama memakai karung goni sekalipun dia akan tetap terlihat tampan dimata Alaska. alaska menggelengkan kepala, berusaha menepis pikirannya. Dia harus bisa menyembunyikan perasaan nya sedemikian rupa tidak boleh terlalu kentara.

"Boleh minta umpan?" Suara Kama memecah gelembung pikiran Alaska.

Sambil menatap tangan kama yang terulur kearasnya, Alaska memberikan kantong berisi udang yang akan mereka jadikan umpan.

"Dimana beli udang pancing ini? Kapan-kapan gantian aku yang beli. Malu kalau harus minta terus"

Kama tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Akan tetapi bukan deretan gigi rapih itu yang menyedot perhatian Alaska melainkan frasa "kapan-kapan" dalam kalimat Kama. Kapan-kapan? Itu berarti akan ada lain kali untuk mereka. Untuk acara memancing mereka. Hati Alaska berbunga-bunga. Jatuh cinta benar-benar telah merubahnya menjadi orang bodoh dan dangkal. Hanya karena kata "kapan-kapan" saja jantungnya bisa berdegup sekencang ini.

Acara memancing tidak pernah semenyenangkan itu sebelumnya. Terik matahari tidak mengusik Alaska atau kenyataan bahwa dia tidak dapat menangkap satu ekor pun tidak membuat hari iu menjadi buruk. Hari itu begitu indah. Seindah daun bakau yang berguguran di tepi jembatan secara perlahan dengan gemulainya, seindah matahari bersemburat oranye yang tenggelam sebagai penanda bahwa waktu bergulir begitu cepat. Rasanya baru satu detik Alaska duduk di atas kursi lipat berdampingan dengan pujaan hatinya dan detik selanjutnya matahari sudah bersembunyi di ufuk barat.

Satu-satunya hal menyedihkan yang terjadi pada hari itu adalah saat dia dan Kama harus kembali berpisah.

"Makasih ya ka buat hari ini" Kama meletakan alat pancing dibagasi belakang mobilnya.

"Astaga! Pake makasih-makasih segala, kayak apa aja" Alaska memperhatikan Kama yang sedang membereskan barang-barang nya. Setelah menutup pintu bagasi, Kama berdiri menatap Alaska. Dengan senyum yang sama cerah nya dengan senyuman nya siang tadi, Kama berkata

"Bolehkan lain kali aku ikut mancing lagi?"

Alaska tersenyum sambil mengangguk.

Kama tersenyum satu kali lagi. Kemudia berpamitan, masuk kebalik kemudinya dan meninggalkan Alaska yang masih dimabuk kepayang.

Kembali kemasa dimana Alaska sedang duduk diatas kursi kerjanya dan berusa mengerjakan dokumen yang dari 30 menit yang lalu mandek di kata " sehubungan dengan ini.." Alaska tersenyum getir ketika berusaha menepis kenangan dari masa bahagia itu. Masa dimana dia mengira bahwa kata "jatuh" pada frasa"jatuh cinta" tidak memiliki dampak yang sama dengan kata "jatuh" yang sebenarnya yaitu rasa sakit.

Alaska membuka whatsapp nya. Membuka status - status teman nya dan men-scroll dari atas hingga bawah. Kemudian matanya tertuju pada sebuah nama "Kama". Disentuhnya lingkaran hiju dengn kilasan gambar. Alaska sudah mengetahui apa yang akan dilihatnya , tapi tetap saja dia tidak dapat menahan diri untuk tidak menyentuh lingkaran itu dan melihat. Sedetik kemudian, muncul gambar Kama bersama seorang wanita berparas cantik,berkulit bersih, berambut panjang yang ditata rapi, dan senyum yang sama menawanya dengn milik kama. Mereka terlihat bahagia. Sebuah kalimat tertulis dibawah gambar itu "happy 1stanniversary, sayang. Tidak terasa sudah 365 hari kita bersama"

Ini bukan yang pertama kalinya Alaska menjadi pihak yang hanya melihat status bukan menjadi subyek dari status. Ini sudah ke 4 kalinya Alaska menyaksikan Kama berulang kali jatuh cinta sedangkan Alaska tidak satu kalipun berhenti mencintainya.

Seperti yang pernah dia pikirkan, cinta membuatnya menjadi bodoh dan dangkal.