Beby kini sudah berada di kelasnya setelah menenangkan diri di rooftop yang malah membuat dirinya semakin stres.
Ia membanting tasnya ke meja yang membuat Jessie menoleh ke arahnya.
"Kenapa lo?"
"Gue mau tolak tantangan kepsek aja lah, udah sakit hati sama omongan Devan," keluh Beby dan Jessie tidak tau harus menjawab apa.
"Devan bilang naskah gue sampah, sekalipun kita jadi bikin short movie, belum tentu film itu dilihat sama orang."
"Devan juga ngerobek-robek naskah gue, gue nggak terima. Gue merasa harga diri gue diinjak-injak."
Jessie mengusap punggung Beby untuk membuat gadis itu merasa tenang. Menurut Jessie, Devan sangat keterlaluan.
"Udah, itu nanti aja dipikirin lagi. Lo nggak mau ke kantin?" tanya Jessie dan Beby hanya menggeleng.
"Kalau gitu gue ke kantin, ya? Lapar," ujar Jessie yang diangguki oleh Beby.
Jessie berhobong kepada Beby. Sebenarnya tujuannya ke kantin adalah untuk memarahi Devan yang sudah sangat kasar kepada Beby.
Dengan emosi yang sudah meluap, Jessie melangkahkan kakinya ke meja tempat di mana Devan dan teman-temannya berkumpul.
"Gue mau ngomong sama Devan," ujar Jessie datar.
Devan yang merasa namanya dipanggil hanya menatap sebentar ke arah Jessie kemudian kembali fokus ke ponselnya.
Jessie sudah sangat kesal akan sikap acuh Devan. Rasanya, ia ingin menenggelamkan Devan saat itu juga.
"Lo itu emang mirip benta mati ya?" sarkas Jessie.
"Tenang dulu dong, ada masalah apa si?" tanya Alvin dan Jessie segera menjawab dengan nada tinggi.
"Teman lo yang nggak punya otak ini udah bikin banyak orang rugi!"
Alvin, Ken, dan Ray yang mendengar ucapan kemarahan Jessie hanya bisa diam dan kembali menyimak.
"Kalau lo nggak mau bantu, nggak usah matahin semangat orang!"
Devan yang sudah panas dengan ucapan yang dikeluarkan Jessie, memilih pergi dari kantin untuk menemui seseorang.
"Devan! Gue belum selesai bicara!" teriak Jessie yang tidak dihiraukan oleh Devan.
"Sabar," ujar Ray yang membuat Jessie diam.
"Dasar makhluk sok ganteng! Abis lo sama gue!" geram Jessie yang membuat Ken dan Alvin bergedik ngeri.
"Cewe tapi galak banget anjir," bisik Alvin pada Ken.
"Iya, padahal cakep, tapi galaknya itu," timpal Ken.
"Nggak usah ngomongin gue lo berdua!" gertak Jessie yang membuat Ken dan Alvin diam.
"Ikut gue!" seru Ray sembari menarik tangan Jessie.
"Lah? Anjing! Kenapa gue harus selalu ditinggal berduaan sama Alvin, sih?" kesal Ken sementara Alvin memasang wajah genit.
"Artinya lo jodoh sama gue, Ken."
"Homo, anjing!" umpat Ken.
Sementara di tempat lain, Devan sedari tadi hanya berdiri di depan kelas Beby. Dirinya bingung harus masuk atau tidak.
Entah kebetulan atau apa, Beby keluar dari kelasnya berniat untuk membuang sampah. Beby terkejut setelah melihat kehadiran Devan di depan kelasnya.
Tanpa banyak bicara, Devan segera menarik lengan Beby dan membawa gadis itu menuju parkiran.
"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya Beby namun Devan hanya diam.
Beby berusaha melepas cengkraman tangan Devan dari tangannya namun percuma, tenaga Devan jauh lebih besar dari tenaganya.
Setelah sampai parkiran, Devan kembali menarik tangan Beby dan menyuruh gadis itu masuk ke dalam mobilnya.
"Gue nggak mau!" ketus Beby dan Devan hanya diam.
"Lo mau masuk sendiri, apa gue masukin?" tanya Devan dengan nada datar yang membuat Beby merasa agak takut.
"Kalau lo maksa, gue bisa laporin lo dengan pasal penculikan!" ucap Beby berusaha mengumpulkan keberaniannya.
Devan mengambil posisi dan berniat menggendong Beby untuk memasukkannya ke dalam mobil.
Beby yang melihat hal tersebut sangat panik dan segera menuruti perkataan Devan.
"Oke, gue masuk," ucap Beby, pasrah.
Beby akhirnya sudah masuk ke dalam mobil Devan dan duduk di kursi penumpang depan, sementara Devan duduk di kursi pengemudi.
"Lo mau bawa gue ke mana si? Ini belum jam pulang," oceh Beby.
"Lo kalau masih berisik, gue cium," ujar Devan yang membuat pipi Beby menjadi merah padam.
Beby akhirnya diam, dan tanpa ia sadari, Devan tersenyum walaupun hanya sekilas.
"Pokoknya, gue nggak mau kita pisah lagi, Beb." Batin Devan.