Beby dan Jessie kini sedang berada di sebuah kedai ice cream karena Jessie memaksa dirinya untuk menceritakan semua yang telah terjadi antara Beby dan Devan.
"Lo seriusan pacaran sama Devan?" tanya Jessie masih dengan raut wajah yang tidak percaya.
"Ya mau gimana lagi? Kepsek maunya pemeran utamanya harus Devan karena Devan anaknya, dan Devan mau bantuin kalau gue jadi pacar dia," jelas Beby dan Jessie pun mengangguk.
Beby kembali menyantap ice cream strowberry yang berada di hadapannya, sementara Jessie menyantap ice cream rasa vanilla.
"Eh, Beb. Lo kenal sama Bianca?" Jessie kembali membuka suaranya.
"Bianca? Siapa?" bingung Beby.
"Bianca Valerie, cewe yang terobsesi banget sama Devan, gue rasa hidup lo nggak akan tenang karena lo udah jadi pacarnya Devan," jelas Jessie.
"Bodoamat deh. Gue juga nggak suka sama Devan, kaku, dingin, cuek, sombong, mending juga sama Gio," ujar Beby diakhiri dengan kekehan.
Jessie memutar bola matanya malas. Hanya Beby satu-satunya wanita yang tidak mau menjadi pacarnya Devan. Bahkan guru perempuan sekalipun banyak yang suka dengan Devan.
"Kalau Bianca ngelabrak lo, apa yang akan lo lakuin?"
Beby menatap Jessie sejenak kemudian menjawab, "gue diemin. Ngeladenin manusian bacotan itu cuma buang-buang tenaga."
Jessie akhirnya diam dan tidak membuka obrolan lagi sampai ice creamnya habis.
Karena hari sudah malam, Beby pamit pulang duluan.
Sepanjang perjalanan, Devan terus menelfonnya. Entah apa yang pria itu mau, yang jelas Beby merasa sangat terganggu.
Beby memilih untuk mensilent ponselnya dan mengabaikan panggilan dari Devan. Ia tahu pasti, bahwa Devan hanya ingin menjahilinya.
Beby kini sudah sampai di rumahnya, ia segera memasuki kamarnya dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur bermotif unicorn.
Beby mendudukan dirinya di kasur kemudian mulai membuka laptopnya dan membaca kembali naskah yang telah ia buat.
Ah, ia baru ingat! Besok minggu Devan mengajaknya ke taman. Tidak tahu pasti apa tujuan pria itu karena Devan berbicara sangat singkat.
Tiba-tiba saja pintu kamar Beby berbunyi, dan terdengar suara orang berteriak.
"BEBY! DI LUAR ADA DEVAN!"
Teriakan itu adalah teriakan Boby. Beby menepuk pipinya dan merasakan sakit. Sial! Ini bukan mimpi! Untuk apa Devan malam-malam ke rumahnya?
Beby segera keluar dari kamarnya dan turun menuju ruang tamu.
Sesampainya di ruang tamu, ia melihat Devan yang tengah asik memainkan ponselnya sampai tidak menyadari kehadiran Beby.
"Ngapain ke sini?" Suara Beby membuat pandangan Devan terlepas dari ponselnya.
"Mastiin kalau lo baik-baik aja, soalnya tadi ditelfon nggak diangkat," jawab Devan yang bisa dibilang sangat panjang.
Beby memutuskan untuk duduk di samping Devan karena dirinya merasa lelah.
"Ke mana?" tanya Devan.
"Siapa?"
"Lo."
"Kedai ice cream, sama Jessie."
Devan hanya mengangguk, kemudian mengeluarkan kantung plastik berisikan berbagai macam cemilan yang membuat mata Beby berbinar-binar.
Melihat Beby yang sangat antusias, Devan berinisiatif untuk menjahilinya.
"Bukan buat lo."
Kerlap-kerlip di mata Beby langsung menghilang dan tergantikan oleh tatapan sebal yang di arahkan kepada Devan.
Devan mengambil satu kotak susu strawberry kemudian menancapkan sedotan kepada kemasan tersebut dan menyerahkannya kepada Beby.
Dengan senang hati Beby segera menerimanya. Bagaimanapun, strawberry adalah hal yang paling ia suka. Karena menurutnya, strawberry mengajarkan bahwa hidup tidak selamanya manis dan asam seperti rasa strawberry.
Devan terkekeh pelan melihat Beby yang menurutnya benar-benar seperti bayi.
"Cantik," ujarnya.
Beby menoleh ke arahnya. "Siapa?"
"Lo."
"Gue?"
"Bukan."
Beby memutar bola matanya kesal, sampai ucapan Devan membuatnya benar-benar ingin melayang.
"Lo selalu cantik."
Hanya tiga kata, tiga kata yang membuat Beby melayang, tiga kata yang berhasil membuat Beby jatuh cinta kepada Devan.