Dengan tergesa-gesa, Beby memasuki ruang multimedia dan bertemu dengan kepala sekolah yang sudah berada di ruangan tersebut.
"Maaf, Pak. Saya telat," ujarnya.
Sang kepala sekolah hanya mengangguk kemudian memulai obrolan.
"Jadi kamu ketua dari ekskul multimedia?" tanya sang kepala sekolah dan Beby mengangguk.
"Saya mau kasih tantangan buat kamu. Buat satu film pendek dengan durasi 20 menit. Jika kamu gagal, terpaksa ekskul ini saya bubarkan."
Beby membulatkan matanya saat mendengar ucapan itu. Bukan hanya Beby. Jessie yang merupakan wakil ketua dari ekskul multimedia pun ikut terkejut.
"Kenapa hanya ekskul multimedia, Pak?" tanya Beby.
"Karena menurut saya ekskul ini tidak penting. Membuat film, game, dan animasi. Kalian hanya buang-buang waktu."
Beby merasa sangat kesal dengan ucapan yang dilontarkan oleh kepala sekolahnya.
"Saya kasih kamu waktu tiga bulan untuk mengerjakan tugas ini. Satu lagi, pilih pemain yang berkualitas." Kepala sekolah tersebut segera meninggalkan ruangan multimedia.
Beby hanya bernafas lesu. Bagaimana bisa ia membuat film hanya dengan waktu tiga bulan, sedangkan naskah dan pemainnya saja belum ada?
Jessie menepuk pundak Beby, menenangkan sahabatnya.
"Lo pasti bisa!"
Beby hanya tersenyum.
"Lo bisa tinggalin gue sendiri nggak?"
Jessie segera keluar dari ruangan tersebut. Membiarkan Beby sendiri untuk memikirkan apa yang harus ia buat.
Setelah Jessie keluar. Beby segera mengeluarkan laptopnya kemudian membuka beberapa file yang berisikan naskah drama yang pernah ia buat.
Beby memang memiliki cita-cita sebagai sutradara, oleh sebab itu, tak heran jika di dalam laptopnya terdapat banyak file yang diisi oleh naskah-naskah.
Tangan Beby berhenti mencari ketika menemukan satu naskah yang menurutnya cocok.
Namun, seketika ia kembali bernafas lesu lantaran memikirkan bahwa ia belum menentukan siapa orang yang akan berperan menjadi pemeran utama pria dan wanitanya.
Beby mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar lelah namun dirinya tidak bisa istirahat.
Tidak mungkin Beby meminta bantuan anak teater karena ekskul tersebut sebentar lagi akan mengikuti lomba.
Tiba-tiba saja ponsel Beby bergetar. Terdapat panggilan masuk dari Boby, saudara kembarnya.
"Kenapa?"
"Lo di mana?"
"Ruang multimedia, kenapa?"
"Gue ke sana, ya?"
"Hmm."
Beby memutuskan panggilan tersebut dan kembali fokus pada naskahnya.
Ia benar-benar bingung harus berbuat apa sekarang. Harus mengajak siapa untuk dijadikan sebagai pemeran utama pria dan wanita.
Tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka dan menampilkan Boby yang kini sedang berjalan mendekat ke arah Beby.
Boby datang sembari membawa satu plastik berisikan makanan.
"Lo nggak ke kantin?"
Beby menggeleng. "Gue sibuk."
"Apa yang lo pikirin?"
Beby menoleh ke arah Boby. "Apa gue sanggup buat film pendek selama 3 bulan?"
Boby tersenyum kemudian mengusap rambut Beby dengan lembut.
"Beby yang gue kenal nggak pernah pesimis."
Beby tersenyum. Boby memang selalu bisa menjadi penyemangat dalam hidupnya.
"Lo mau bantuin gue cariin pemeran pria nggak?" tanya Beby dan Boby mengangguk.
"Lo perlu yang gimana?"
"Gue bikin film dengan judul Mr.Robot, jadi di film itu, ada seorang cewek yang tergila-gila sama cowok dingin dan kaku," jawab Beby.
"Gue tau siapa orang yang cocok. Lo kenal Devan?" tanya Boby dan Beby hanya menggeleng.
"Lo sekolah di sini udah berapa tahun sampai nggak kenal cowo se-hits Devan?"
Beby mengangkat bahunya.
"Lagian gue sekolah bukan cuma buat kenal sama banyak orang," ujar Beby.
"Lo temuin Devan di jam istirahat kedua, di kantin. Lo cari meja yang ada guenya dan tanya siapa yang namanya Devan," ujar Boby.
"Si Devan emang cocok jadi Mr.Robot?"
"Devan itu beneran Mr.Robot, kalem, cool, cuek, dan bodoamatan sama banyak orang. Satu lagi, dia irit banget bicara," jawab Boby.
"Kalau kayak gitu susah dong gue minta bantuan dia?" Beby bertanya dengan nada lesu.
"Lo nggak akan tau kalau belum coba. Semangat!"
Beby hanya menghembuskan nafasnya kasar. Bagaimanapun, ia harus menyelesaikan filmnya dalam waktu tiga bulan.