"Gue lupa, robot kayak lo mana mungkin punya hati?"
-Beby Emeraldi
*****
Beby sedari tadi hanya mengurung dirinya di dalam kamar, perkataan Devan benar-benar membuat dirinya kesal hingga ia ingin sekali menenggelamkan pria itu.
Beby sedari tadi hanya mondar-mandir layaknya setrika sembari memikirkan bagaimana caranya supaya Devan mau menerima ajakannya menjadi pemeran utama di film pendeknya.
Seketika sebuah lampu muncul di kepalanya. Beby segera tersenyum setelah menemukan ide yang menurutnya mampu membuat Devan menerima tawarannya.
"Gue nggak akan nyerah, Devan!"
Beby segera bangkit dari tempat tidurnya untuk menyiapkan apa saja yang ia perlukan besok pagi.
*****
Devan dan ketiga temannya, kini sedang berjalan di koridor sekolah untuk menuju ke kelasnya. The DARK, itulah julukan yang mereka dapatkan di sekolah. DARK sendiri singkatan dari Devan, Alvin, Ray dan Ken.
Saat sedang berjalan, tiba-tiba saja langkah mereka terhenti lantaran Beby menghalangi jalan mereka.
"Selamat pagi, Devan!" ujar Beby dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
Devan tidak menjawab, ia tetap pada ekspresi seperti biasanya, datar.
"Pagi juga masa depannya Abang, ada yang bisa dibantai?" tanya Alvin yang langsung mendapatkan jitakan di kepalanya dari Ken.
"Sakit anjing!" umpatnya dan Ken hanya memasang wajah malas.
"Mau ngapain, Beb?" tanya Ray yang membuat Ken dan Alvin menatap bingung ke arahnya.
"BEB?" tanya mereka kompak dengan suara yang sangat keras.
Ray memilih diam, tidak menjawab dua makhluk yang menurutnya sangat tidak penting.
"Lo bertiga duluan aja, gue ada perlu sama Devan," ujar Beby dan Ray mengangguk.
"Nanti dulu! Kok tadi si Ray manggil lo Beb?" tanya Alvin masih dengan wajah bingung.
"Nama gue Beby," jawab Beby yang membuat Alvin bernafas lega.
"Gue kira lo pacaran sama Ray. Syukur deh kalau emang nama lo Beby, gue ngerasa punya pacar karena ada yang gue panggil dengan sebutan Beb," ujar Ken.
"Tai, kerdus lo anjing. Degem lo noh urus," tukas Alvin dan Ken hanya memasang wajah tidak peduli.
Alvin, Ray dan Ken akhirnya pergi meninggalkan Beby dan Devan.
"Pagi, Devan!" seru Beby dan Devan masih tetap diam.
Devan malah berjalan meninggalkan Beby sendirian yang membuat Beby kesal.
"Ih, Devan! Kok gue ditinggal si?" teriaknya kemudian mengejar Devan untuk mensejajarkan langkahnya.
Devan tidak memperdulikan teriakan Beby. Ia justru mempercepat langkahnya supaya tidak bertemu dengan wanita yang menurutnya tidak penting.
Dengan lari yang cepat, Beby akhirnya berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Devan.
"Lo sekarang udah mau kan bantuin gue?"
"Nggak."
"Gue bakal lakuin apapun asal lo mau jadi pemeran di film gue," ujar Beby dan jawaban Devan masih tidak.
"Lo bisa baca naskahnya dulu, siapa tau lo minat," ujar Beby yang membuat Devan memberhentikan langkahnya.
Devan menatap tajam ke arah Beby. "Mana?"
Beby yang paham, segera mengambil fotocopyan naskahnya dari dalam tasnya.
Ia memberikan naskah tersebut ke Devan. Tiba-tiba saja ia membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang Devan lakukan.
Devan merobek naskah tersebut menjadi potongan-potongan kecil kemudian melemparkanny ke wajah Beby.
"Lo tau? Naskah lo itu sampah," ujar Devan yang membuat Beby mengepalkan tangannya.
Plak.
Satu tamparan berhasil mendarat mulus di pipi Devan. Beby sudah tidak tahan, ia merasa harga dirinya benar-benar diinjak-injak.
"Lo kira bikin naskah kayak gitu nggak perlu otak sama waktu?" tanya Beby dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
"Kalau lo nggak suka sama naskah gue, bilang. Nggak usah kayak gini!"
"Gue lupa, robot kayak lo mana mungkin punya hati?"
Beby membungkukan tubuhnya kemudian mengambil potongan-potongan naskahnya dan pergi meninggalkan Devan yang masih diam di tempatnya.
Perasaan bersalah kini menjalar di sekujur tubuh Devan. Ia merasa dirinya benar-benar kelewatan memperlakukan perempuan seperti itu.
Devan membalikan badannya. Menatap punggu Beby yang semakin lama semakin mengecil.
Sial, Devan mengkhawatirkan gadis itu.