Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 59 - Arc mage loli

Chapter 59 - Arc mage loli

Glosarium.

Mage : Penyihir yang menempuh pendidikan di sekolah sihir selama tiga tahun penuh.

Arc mage : Tingkat lebih tinggi dari mage. Hanya orang tertentu yang mendapat gelar arc mage. Persyaratan untuk menjadi arc mage, seorang mage harus magang pada seorang arc mage sebagai seniornya.

Green mage : Mage ber-spesialisasi ahli peracikan ramuan sihir. Green mage juga ahli dalam pengelolaan budidaya tanaman sihir di dalam rumah kaca khusus biologi sihir.

White mage : Mage ber-spesialisasi sihir pendukung. White mage biasa berposisi sebagai operator turret sihir, menara observatorium, kru teknisi lokakarya sihir. Mereka juga memiliki build Excorcism dengan beberapa keterampilan penyegelan.

Build penyerang dari white mage adalah close combat mage.

__________________________________________________

Nirvana sudah melihat atma mikik Violetta. Atma adalah artificial spirit yang tercipta dari salinan jiwa sendiri.

"Aku sudah memberikan feed pada atma ku sejak lama. Aku memberi makan atma ku dengan jiwa dari binatang sihir yang aku tumbal kan. Aku sudah memperkuat atma ku hingga beberapa tingkat. Aku akan terus menumbalkan jiwa sampai atma ku mencapai tingkatan setara dengan great spirit. Dengan begitu, diriku akan setara dengan dewa peramal." Violetta dengan nadanya yang datar.

"Bagiku kamu memang terlihat seperti dewa peramal." Nirvana memberi tanggapan.

Violetta mengembalikan spiritnya kedalaman kristal.

"Walah, dikau pintar juga dalam berkata-kata. Aku jadi tersanjung, fuhuhu." Violetta terkekeh, sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya sambil kedua tangan menyentuh pipinya. Violetta lebih ekspresif daripada biasanya. Terlalu sering bertingkah minim ekspresi karena itulah karakter alamiahnya, tapi sekalinya bersikap ekspresif jadi kelihatan agak memalukan.

"Ohohohoho...."

Violetta tertawa lebih pedas dari biasanya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana caranya memberikan makan spirit dengan jiwa bintang sihir?" Tanya Nirvana, disela sikap Violetta yang agak salah tingkah, berlebihan.

Violetta terlalu bersemangat jika dibandingkan sifat naturalnya. Ia mendadak bersikap seperti biasa, berusaha tampil dingin dan minim ekspresi seperti biasanya.

"Um, i-- iya.... Aku akan--" Violetta membeku karena malu. Kedua telunjuknya saling menempel satu sama lainnya.

"Malunya." Violetta berbisik pada dirinya sendiri.

"Mau aku buatkan kertas mantra retribution? Tanpa kertas mantra retribution, retribution spell bisa memakan waktu cast spell sangat lama. Dengan kertas mantra bisa instan, dalam sekejap tuntas loh." Violetta dengan wajah seriusnya, beserta nada datar yang khas.

"Tolong ya," balas Nirvana.

"Dengan senang hati...." Violetta terlalu terbawa suasana sukacita, sehingga menaruh dua tangannya diatas bahu Nirvana seolah-olah seperti seorang pasangan.

"Maaf?" Nirvana menyela.

"Ah, ya ampun!" Violetta langsung menarik tangannya dan berbalik badan.

"Aku pergi dulu. Sampai nanti lagi." Violetta melangkah pergi. Tetapi sebelum melewati pintu, ia segera berbalik dan menatap Nirvana.

"Apakah nanti, mau jalan ke kota bersamaku lagi?" Tanya Violetta.

Nirvana diam selama satu menit penuh, sementara Violetta terus berdiri didepan pintu sampai ada jawaban dari Nirvana.

"Tentu," jawab Nirvana.

Tersenyum tipis, Violetta segera menutup pintunya.

***

Berada dialun-alun, lagi duduk di kursi taman. Tau-tau ada pria tua datang menawarkan jasa sewa.

"Permisi tuan dan nyonya. Apakah kalian ingin menyewa sepeda ini untuk berkeliling kota?" Pria tua tersebut menjajakan sepedanya.

"Lagipula aku tidak pernah naik benda seperti ini. Aku tidak bisa menaiki sepeda," kata Violetta.

"Tentu saja, sepeda hanya ada pada kebudayaan rakyat Amaterasu. Di dataran utama, sepeda jarang ada." Pria tua tersebut murah senyum.

"Sudah lama aku tidak menaiki sepeda," gumam Nirvana.

Tau-tau Violetta menampakkan ekspresi terkejut.

"Kamu bisa naik benda itu bukan?" Tanya Violetta.

"Iya kan, Van...." Hanya Violetta lah yang tahu nama panggilan Nirvana kala ia masih berada didunia lama.

"Bisa." Nirvana menjawab secara spontan.

"Pak, kami mau sewa sepedanya!" Violetta dengan kelihatan sekali menginginkan sepeda.

Nirvana terdiam.

Apa, jangan-jangan!

****************

Mereka melewati gerbang dinding. Sekarang ada di pemukiman luar dinding. Mereka sama-sama jalan kaki dengan Nirvana menenteng sepedanya. Adalah sepeda model klasik. Kurang tepat dibilang sepeda tua, soalnya di jaman ini sepeda masih jadi teknologi yang baru.

Sepeda yang umumnya ada pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Itulah yang bisa Nirvana deskripsikan tentang sepeda ini.

"Sepeda ontel," gumam Nirvana.

"Kursi ini pasti didesain khusus pembonceng kan. Bagaimana jika kamu membonceng ku! Konyol apabila menyewa sepeda tapi gak dikendarai. Atau jangan-jangan dirimu gak kuat membonceng aku yang tinggi ini? Meskipun aku ramping, berat badanku delapan puluh kilogram. Aneh kan, diriku yang jenjang begini punya bobot seberat itu.

"Ini karena tubuh tinggi ku amat berisi. Di balik tubuh berisi ini, terdapat masa otot yang melebihi kekuatan fisikmu loh. Mau bukti?" Violetta berbicara kala mereka berjalan bersama.

"Aku mampu membonceng kamu kok!" Nirvana pun mulai menaiki sepedanya.

"Jangan sampai terjatuh! Tunggu, diriku belum selesai duduk. Oke sebentar, sebentar, oke sudah...." Violetta duduk di kursi belakang.

"Kalau dipikir-pikir, fisik mu kok sekuat ini? Padahal kamu wanita." Nirvana bertanya-tanya.

"Mereka menyebut diriku dengan istilah, wanita alpa." Itulah yang Violetta jelaskan.

"Wanita alpa."

Menurut referensi dari seri komik yang Nirvana baca, alpha female adalah istilah untuk heroine dengan kekuatan setara male protagonis. Alih-alih menjadi Heroine lemah, Mereka sama kuatnya dengan sang protagonis laki-laki.

"Alpha female adalah yang terbaik." Ceracau Nirvana, tanpa sadar.

"Eh?" Violetta terkejut.

"Apa, tadi aku ngomong apa?"

"Kamu mengigau."

Violetta terkekeh atas meluapnya pikiran bawah sadar Nirvana.

"Maaf." Nirvana merasa suasana tambah canggung.

"Tidak, itu datangnya dari alam bawah sadar mu. Aku tidak ada masalah dengan kejujuran yang seperti itu," seru Violetta.

Nirvana mulai mengayuh sepeda model klasiknya.

Sepeda kuno....

"Woah.... Aku takut jatuh." Secara reflek, Violetta segera melingkari pinggang Nirvana dengan kedua tangan jenjangnya yang atletis.

Spontan gundukan E cup itu pun menekan punggung Nirvana amat kenyal terasa. Ada sesuatu seperti seperti kelapa menekan punggung Nirvana, membuatnya tak fokus.

"Maaf--"

"Hah? Untuk apa kamu meminta maaf." Violetta masih melingkarkan tangannya ke pinggang Nirvana. Rangkulan Violetta terlampau erat.

"Ke-- ke, kelapa!" Nirvana resah.

"Kamu mau kelapa? Kalau begitu pergilah ke pesisir pantai. Padahal disini juga ada loh." Dengan usilnya Violetta condong ke depan, maka pegunungan nya yang besar itu semakin menekan.

"Aku mau pulang!" Nirvana dengan nada putus asa.

"Gak boleh, ayo pergi ke pesisir pantai!" Violetta memaksa.

Jarak yang jauh pun terlampaui. Mereka berada di area berpasir. Sementara itu jalan setapak yang dilindas ban sepeda adalah jalan beralaskan stepping stone.

"Apakah kepalamu terasa enteng?" Tanya Violetta.

"Iya sih. Mungkin karena daerah wisatanya masih sangat asri jadi menyejukkan pikiran." Nirvana memberi tanggapan.

"Alibi saja ya! Otakmu kebanjiran kadar dopamine karena aku yang memberikan rangkulan di sepanjang jalan. Iya ... kan, mengaku lah," seru Violetta.

"Ketauan...." Nirvana terkejut.

Violetta terkekeh.

Ada seorang cewe kecil dengan ciri-ciri membawa ransel besar dengan magician hat. Ia berjalan dengan ditemani kucing berbulu abu-abu berekor dua.

Cewe kecil itu memberi isyarat kepada Nirvana supaya berhenti.

Cewe kecil berpenampilan gadis penyihir, dengan rambut pirang panjang sepunggung.

"Kalian!" Cewe itu seperti minta bantuan.

"...." Nirvana berhenti, terdiam menatap cewe kecil.

"Bisa tunjukkan aku jalan kearah kastil pemerintah daerah?" Tanya cewe kecil.

"Ya bisa--"

"Mau apa?"

Nirvana dengan enteng membantu cewe mungil itu. Sementara Violetta berhati-hati bertanya terlebih dahulu.

"Aku mendapat undangan dari seorang putri raja. Putri, Tina, itu namanya."

Violetta memperhatikan cewe itu dengan penerawangan. Kemudian Violetta berhasil membaca aura kebaikan dalam diri cewe kecil.

"Kupikir kamu orang baik," ucap Violetta.

"Terimakasih, dan namaku Caroline. Panggil saja aku Caroline."

Mereka berjalan menuju kearah dinding kota.

**************

Mereka sudah ada didalam kastil yang ruangannya mirip mansion bangsawan pada umumnya. Putri Tina memperkenalkan tamunya kepada beberapa orang.

Selain Nirvana dan Violetta yang mengantar Caroline, disana juga terdapat Satella dan prince Henry.

"Dia seorang arc mage. Namanya Caroline. Aku mengundang kesini tuk membantu menangani masalah nanti, di bulan darah." Putri Tina satu-satunya orang yang berdiri.

Caroline melambaikan tangannya sebagai gestur menyapa.

"Bulan lalu terjadi fenomena bulan darah. Gerombolan binatang iblis datang dari hutan, penduduk pun diungsikan kedalam dinding dan kastil. Setelah bulan darah lenyap, binatang iblis menjadi lebih lemah. Setelah para pasukan membasmi bintang iblis, datang surat kaleng. Suratnya bilang bahwa pada bulan darah berikutnya, binatang iblis bakalan datang lagi dalam jumlah yang jauh lebih besar. Maka aku memutuskan memanggil arc mage yang bernama Caroline."

Putri Tina menjelaskan alasannya mendatangkan Caroline.

Putri Tina duduk. Kini Caroline berdiri untuk berbicara.

"Saya Caroline, salam kenal kalian semua." Caroline memberi gestur hormat kepada semuannya.

"Aku adalah spiritualis. Kucing berekor dua disamping ku adalah great spirit. Ketika dalam mode hibernasi ia akan menjadi seekor kucing mini. Tapi wujud aslinya adalah kucing raksasa. Matatabi adalah nama partner spiritual ku."

"Salam kenal semua," seru kucing abu-abu.

"Woah, bisa bicara. Aku mau, aku mau, aku mau." Putri Tina merengek, tidak mampu menyembunyikan sikapnya sebagai pecinta hewan, terutama seekor kucing berbulu cantik.

"Tuan putri...." Matatabi segera melompat kearah putri Tina.

"Huhuhu, lucu, lucu, kamu lucu." Putri Tina mengayunkan kucing abu-abu itu diudara seperti pesawat terbang. Palu putri Tina mengelus bulunya, memainkannya gemas.

"Aku adalah spiritualis. Aku harap aku bermanfaat untuk semuanya." Caroline dengan keramahtamahan.

Caroline adalah wanita dewasa bertubuh anak-anak. Rambutnya pirang, panjang sepunggung.

Caroline berusia dua puluh tahunan lebih. Perawakan Caroline amat ramping dengan tinggi 145cm. Sepatu boot juga magician hat yang dikenakan terlalu besar bagi perawakan yang seperti anak-anak itu.

"Hei spiritualis, bisa kamu bicara denganku sebentar?"

Violetta memberi gestur ayunan telunjuk.

Caroline si lolita membalasnya dengan anggukan.

Kira-kira apa yang ingin Violetta bicarakan?

~Bersambung~